Siap Menghadapi Disrupsi

Thobib Al-Asyhar

Gaes, sadarkah kamu bahwa sesuatu yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Tidak ada yang abadi dalam hidup ini. Anak-anak menjadi remaja. Remaja menjadi dewasa, menua, dan akhirnya mati. Yang awalnya bagus menjadi biasa saja, kemudian berubah menjadi rusak, akhirnya hancur, dan seterusnya. Begitulah sifat dari alam ini.

Perubahan adalah kemestian. Setiap perjalanan waktu, setiap saat, perubahan pasti terjadi, meskipun sering tidak terasa. Bagi yang tidak siap berubah, maka akan digulung oleh perubahan.

Tuhan telah banyak bicara dalam kitab suci-Nya, bahwa perubahan adalah keniscayaan yang harus dihadapi dengan kesiapan emosional yang matang, dan kemampuan intelektual yang jitu.

Coba deh gaes, ada gak hidup kamu yang tidak pernah berubah. Sadar atau tidak, dinding rumah kamu yang setiap hari nampak sama dan seperti tidak ada perubahan, sejatinya dinding itu telah berubah. Hanya saja tingkat perubahannya sangat kecil yang tidak kamu ketahui dengan jelas. Apalagi bentuk fisik kita, kian hari kian “menua” menuju ke arah ketiadaan yang disebut kematian.

Nah, di era yang serba teknologis ini ada sebuah fenomena yang perlu kita sikapi dengan baik: “disruption era” (era disrupsi). Yaitu, suatu masa yang mengalami perubahan besar akibat perkembangan teknologi yang serba modern. Apa sih maksudnya masbroh?

Begini. Saya ingin menggambarkan tentang perubahan yang dahsyat dan belum pernah terpikirkan sebelumnya. Beberapa contoh saya akan ulas agar kamu bisa memahami secara utuh:

Bidang komunikasi. Dulu orang-orang saat mengucapkan selamat Idul Fitri kepada teman, saudara, atau hadai taulan yang bertempat tinggal jauh dengan mengirim kartu lebaran. Tapi kini kartu lebaran sudah tidak dipakai lagi karena perkembangan teknologi informasi, seperti WA, Line, Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dll. Dengan media komunikasi canggih, mengucapkan selamat Idul Fitri cukup dengan kirim tulisan, gambar, dan video dengan cepat dan mudah.

Bidang pertanian. Dulu untuk menanam sayuran harus memiliki lahan yang luas dengan perawatan manual. Kini sudah ditemukan teknologi hydroponic, cara bercocok tanam yang canggih, hemat lahan, dan hasilnya menakjubkan dalam tempo yang lebih singkat. Lokasinya pun tidak harus di desa atau perkampungan nan jauh, tapi juga bisa di perkotaan yang deket dengan mall, pasar, dan pusat distribusi modern.

Bidang pendidikan. Dulu dan sekarang orang belajar di kelas bersama guru. Demikian juga belajar agama saat mengaji dengan kyai atau ustad. Kini dengan teknologi internet bisa dilakukan dengan jarak jauh melalui video livestreaming, youtube, video call, dan lain-lain.

Bidang properti. Dulu dan sekarang saat membangun gedung atau rumah masih manual dengan melibatkan banyak tukang bangunan, mandor, dan lain-lain. Kini telah berkembang teknologi printer 3 dimensi untuk pembangan properti. Dengan teknologi ini, gedung atau rumah akan diselesaikan dengan cepat, hemat, dan efisien waktunya. Kualitasnya pun makin baik.

Bidang kedokteran. Dulu dan sekarang kalu kita sakit mengunjungi dokter. Kini telah ada toilet modern yang dipasang AI (Artificial Intelegent), dimana seseorang yang habis buang hajat akan bisa diketahui jenis penyakit yang diidapnya. Demikian juga saat operasi dulu (sekarang) harus dilakukan secara langsung oleh dokter dan pasien. Kini telah berkembang operasi bedah tubuh atau anggota tubuh melalui jarak jauh karena ada teknologi robot yang sudah diprogram yang terkoneksi jarak jauh.

Dan masih banyak contoh-contoh perubahan radikal lain yang ditemukan dalam semua sisi kehidupan kita. Lalu bagaimana sikap kita sebagai orang yang beragama? Karena faktanya, disrupsi secara langsung bersentuhan dengan soal-soal agama, sehingga perlu kita sikap seperti apa?

Bagaimana Sikap Kita?

Islam memandang bahwa perubahan adalah keniscayaan. Karenanya, Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam disebut: “shalihun likulli al-zaman wa al-makan”. Artinya, Islam itu cocok (compatible) bagi umat di setiap era dan tempat. Di dalamnya terkandung nilai-nilai universal yang tidak akan pernah usang ditelan zaman.

Karakteristik Al-Quran yang “memahami” terhadap perubahan zaman, bagi yang meyakininya harus mampu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan. Caranya? Menfaatkanlah kemampuan intelektual dan emosialnya untuk bisa adaptasi atas perubahan agar mampu bertahan dalam menghadapi kerasnya kehidupan.

Allah dalam QS: Al-Ra’d: 11 berkata: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Bagaimana sikap kita dalam menghadapi perubahan radikal di tengah kemajuan teknologi yang dahsyat? Sebagai seorang muslim, setidaknya kita bisa menyikapi perubahan diantaranya adalah:

Pertama, percaya pada diri sendiri. Yakin berdiri tegak di atas kaki sendiri. Orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi tidak akan membiarkan kebiasaan lama, orang lain, dan kondisi lingkungan “mendikte” atau menentukan nasibnya. Dia menunjukkan sikap dan menentukan diri sendiri arah hidupnya. Ia tak pernah terkurung dalam ketakutan, melainkan selalu berusaha melakukan tindakan membangun.

Apalagi bagi orang yang beragama, beriman kepada Allah. Keyakinan kepada Tuhan hari akhir adalah pondasi utama dalam menapaki kehidupan. Tidak mudah goyah karena hanya kepentingan sesaat. Perubahan memang menawarkan kemudahan dan keindahan duniawi. Namun, bagi orang yang beriman tetap memegang teguh nilai-nilai ketuhanan.

Bagi orang seperti ini melihat perubahan sebagai sesuatu yang wajar. Perubahan adalah tantangan dan kesempatan untuk berkembang. Ia juga yakin bahwa ia dapat melewati setiap tantangan sebagai dampak dari perubahan itu.
Orang yang percaya diri akan meniali dirinya secara jujur. Ia sadar akan semua aset berharga dalam dirinya, termasuk self esteem, citra diri, dan upayanya menemukan aset lain yang belum dikembangkan.

Kedua, tetap mempertahankan kemampuan berpikir secara rasionalitas. Menurut Habermas, rasionalitas adalah kemampuan berpikir secara logis dan analitis. Berpikir secara analitis berarti berusaha menyelidiki suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Cara berpikir rasional merupakan cara berpikir dimana orang mempertimbangkan akal budinya dalam memutuskan sesuatu.

Kuatnya dorongan perubahan tidak akan menggoyahkan nalar logisnya untuk tetap kritis, apakah perubahan itu akan memberi manfaat bagi kemanusiaan atau tidak. Jangan-jangan perubahan akan merusak daya kritis. Di sinilah sebagai umat beragama harus tetap kritis atas perubahan yang terjadi agar kita tiak kehilangan keseimbanhan sebagai makhluk jasmani dan spiritual.

Orang seperti ini tak menerima begitu saja sebuah unsur baru. Ia akan selalu menyelidikinya dan mempertimbangkannya. Ia cenderung mudah menerima sesuatu yang masuk akal. Bila perubahan itu mengarah pada sesuatau yang baik, yang masuk akal ia akan menerima perubahan itu. Bila perubahan itu tidak masuk akal, dan negatif ia akan dengan segera menolaknya sambil mencari solusi agar tidak terkena dampaknya.

Hal ini seiring dengan konsep kaidah fikih: al-muhafadzatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah, yaitu menjaga tradisi atau sesuatu yang lama tapi baik, dan mengambil tradisi atau sesuatu yang baru yang lebih baik.

Ketiga, terbuka pada inovasi. Perubahan lingkungan, termasuk cara pikir, dan tradisi masyarakat menuntut kita untuk terbuka pada inovasi yang cenderung dinamis dan mudah berubah. Cara berpikir baru harus terus digali seiring dengan tuntutan masyarakat. Apalagi di era seperti ini, dimana lokus teknologi menjadi barometer kehidupan yang bervisi masa depan. Semakin terbuka seseorang terhadap suatu inovasi, semakin besar pula peluang kita mampu menghadapi perubahan yang akan terjadi.

Uraian tersebut memberikan gambaran kepada kamu gaes, bagaiamana seorang muslim harus menghadapi perubahan yang tidak mungkin dihindari. Prinsipnya jangan menutup diri. Teguhkan iman kepada Allah, kuatkan logika berfikir, junjung tinggi akhlak mulia, lakukan dan temukan inovasi dan karya besar, serta istiqamah dalam jalur kebaikan. []



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia