JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat meminta penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP bersikap independen, imparsial, profesional, responsif, transparan dan akuntabel.
“Agar dapat terselenggara pemilu yang demokratis, tertib, aman, jujur, adil, berkualitas dan bermartabat sehingga rakyat dapat menggunakan hak pilihnya dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, gembira, dan tanpa adanya tekanan dan paksaan,” kata Wakil Ketua Umum MUI Buya Zainut Tauhid Sa’adi saat membacakan pers release di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta, Selasa (09/04).
MUI juga berpesan agar Bawaslu, DKPP, dan MK menjalankan tugasnya secara independen dan imparsial sehingga keputusan yang muncul sesuai dengan yang seharusnya.
Bila sewaktu-waktu ada kecurangan, MUI mendorong peserta pemilu menggunakan mekanisme hukum yang telah tersedia untuk mencari keadilan. Misalnya dengan melaporkan dugaan kecurangan pemilu kepada Bawaslu. Begitupula bila ada dugaan pelanggaran kode etik, bisa melaporkannya kepada DKPP.
“Apabila ada dugaan pelanggaran peraturan pemilu agar diajukan ke Bawaslu, apabila ada dugaan pelanggaran peraturan pemilu agar diajukan ke Bawaslu, apabila ada dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu agar diadukan ke DKPP,” paparnya.
“Demikian pula perselisihan hasil pemilu hendaknya diajukan ke MK,” imbuhnya.
Sementara itu, kepada peserta pemilu seperti partai politik, calon anggoa legislatif, calon presiden, calon wakil presiden, beserta tim pendukungnya diharapkan tidak melakukan pelanggaran pemilu seperti politik uang (risywah siyasiyah) maupun kampanye hitam.
“Apabila hal itu dilakukan, dapat mencederai demokrasi, kualitas pemilu, dan kerusakan moral masyarakat, serta tidak akan menghasilkan pemimpin yang benar dan berkualitas sesuai cita-cita dan harapan rakyat selama lima tahun ke depan,” katanya.
Buya Yunahar Ilyas yang juga wakil ketua umum MUI bahkan menekankan bahwa MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang politik uang. Dikatakannya, pemberi suap maupun penerimanya akan mendapatkan laknat dari Allah SWT.
“MUI sudah pernah mengeluarkan fatwa tentang money politics atau risywah siyasiyah, itu dilarang karena merusak semuanya dan sistem demokrasi itu sendiri, sehingga tujuan mencapai pemimpin yang adil tidak akan diridhoi oleh Allah SWT,” pungkasnya. (Azhar/Din)