Pleno Wantim MUI Bahas Terjemahan Alquran Terbaru Kementerian Agama

JAKARTA — Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Rabu (31/07) kembali mengadakan kegiatan rutinnya yaitu rapat pleno. Berbeda dengan pleno-pleno sebelumnya, tema pleno kali ini hampir tidak menyentuh tema politik, namun mengangkat tema
”Memahami Terjemahan Al-Quran Kementerian Agama” terbaru. Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof. Din Syamsuddin menyampaikan bahwa tema tersebut sengaja diangkat berdasarkan usulan-usualn anggota rapat pleno sebelumnya.

“Untuk itulah kita akan mengkaji kitab suci Alquran terjemahan yang sudah dilajnah pentahshihan Kementerian Agama RI yang terdapat terjemahan baru yang berbeda dengan terjemahan sebelumnya,” papar Prof. Din saat membuka pleno.

Wantim MUI dalam Pleno tersebut selain mengundang anggota wantim yang merupakan perwakilan ormas Islam tingkat pusat, juga mengundang pemateri yaitu Kepala Bidang Pengkajian LPMQ Kementerian Agama, Abdul Aziz Sidqi, Dosen PTIQ Reflita, dan Pakar Bahasa dari Lembaga Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Riyanto. Pada kesempatan tersebut, Abdul Aziz Sidqi menyampaikan bahwa sebetulnya terjemahan Alquran Kementerian Agama RI sudah ada sejak tahun 1965.

“Sedikit kami sampaikan supaya bapak dan ibu sekalian mengetahui secara singkat sejarah terjemahan Alquran dari Kementerian Agama,” katanya.

Dia melanjutkan, pada tahun 1971, ada beberapa revisi kecil terkait terjemahan tersebut yaitu salah cetak. Kemudian, pada tahun 1989, Kementerian Agama menerbitkan penyempurnaan pertama. Pada tahun 1998 sampai 2002 merupakan penyempurnaan ketiga yang mengarah pada substansi.

“Yang ada di tangan bapak dan ibu sekalian adalah hasil penyempurnaan terjemah dari aspek redaksi bahasa dan aspek lainnya,” katanya.

Dia menjelaskan, revisi atau penyempurnaan Alquran pada tahun 2019 ini tidak berarti bahwa penerjemahan sebelumnya salah satu tidak sempurna. Namun, kata dia, revisi ini untuk menyempurnakan atau melengkapi dari aspek perkembangan bahasa Indonesia saat ini. Revisi penerjemahan ini juga untuk menyesuaikan dengan dinamika umat terkini.

“Kenapa ada penyempurnaan atau revisi? Itu bukan bermakna terjemahan sebelumnya salah atau tidak sempurna, tapi melengkapi dari segi perkembangan bahasa Indonesia dan perkembangan dinamika umat,” paparnya. (Azhar/Din)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia