Site icon Darulfunun El-Abbasiyah

Jelang KUII, Lembaga Filantropi Islam di Indonesia Sepakat Fokus Kembangkan Wakaf

JAKARTA – Beberapa pimpinan lembaga yang bergerak di bidang wakaf, zakat, infak dan sedekah berkumpul di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas masa depan filantropi Islam di Indonesia, Senin (20/01/2020). Pertemuan ini merupakan salah satu agenda pra Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) di Bangka Belitung, 26 sampai 29 Februari 2019 mendatang.

Pada pertemuan tersebut hadir perwakilan Dompet Dhuafa Son Haji, Laznas Muhammadiyah Hilman Latief, LAZISNU Nur Fadlan, PKPU Human Inititative, serta Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Zainurbahar Noor.

Dalam kesempatan itu, para pembicara menekankan agar pengembangan filantropi Islam difokuskan pada wakaf. Potensi Wakaf sangat besar namun selama ini masyarakat hanya melihat wakaf dalam bentuk masjid, makam, maupun pembangunan madrasah. Sementara konsep wakaf tunai belum begitu banyak tersentuh.

Beberapa lembaga filantropi ini ingin fokus mengembangkan wakaf tunai, sehingga manfaatnya lebih mudah dirasakan.

Wakil Ketua Baznas Zainulbahar Noor menyampaikan, saat ini Undang-undang tentang wakaf perlu dikaji ulang. Wakaf, kata dia, potensinya mencapai 8 Triliun rupiah. Sedangkan wakaf dalam bentuk tanah diperkirakan nilainya seluas tiga kali wilayah Jakarta.

“Wakaf merupakan aset yang kekal dan bisa memberikan manfaat,” ujarnya.

Direktur Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LazisMU) Hilman Latief mengatakan, potensi wakaf yang besar sudah saatnya dipetakan menjadi lebih rinci. Dia mengusulkan Badan Wakaf Indonesia (BWI) membuka data-data terkait wakaf di Indonesia sehingga bisa terlihat wakaf dalam bentuk apa dan dimana yang bisa dimanfaatkan untuk umat.

Ia menambahkan, literasi tentang wakaf ini perlu ditekankan lebih mendalam. Menurutnya, masyarakat banyak yang masih awam dan kerap tertukar dengan konsep wakaf.

“Banyak sekali orang mengatakan wakaf, padahal sebetulnya mereka hanya melakukan donasi biasa,” katanya.

Dari LAZISNU, Nur Fadlan menyampaikan bahwa fokus wakaf ini harus dibarengi kajian keagamaan yang mendalam. Misalnya bagaimana hukumnya bila seseorang mewakafkan aplikasi atau web.

“Ketika berbicara mengenai wakaf, memang menarik sekali, karena wakaf bisa masuk ke mana saja,” katanya.

“Kalau memang ingin membikin arus baru dari filantropi Islam, maka wakaf sudah saatnya diangkat,” imbuhna.

Sedangkan Direktur Dakwah Dompet Dhuafa Ahmad Sonhaji menilai perlu ada sinergi untuk memaksimalkan potensi wakaf ini. Dompet Dhuafa sendiri sudah lama mengurusi wakaf produktif.

“Perlu ada sinergi antar lembaga dan antar partner lembaga filantropi bagaimana bersinergi dengan regulasi, perbankan, dan pengusaha. Pertemuan ini bisa menjadi salah satu upaya untuk mensinergikan,” pungkasnya. (Azhar/Anam)

Exit mobile version