Berpikir Tenang dan Waspada dalam Menghadapi Covid 19 ( Bagian 1)

Oleh : Arif Fahrudin

وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا قولا سديدا (النساء:٩)

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) jika orang-orang sampai meninggalkan setelah mereka berupa generasi atau keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap nasib (kesejahteraan) mereka. Maka hendaklah kalian bertakwa kepada Allah SWT, dan hendaklah kalian berkata dengan ucapan yang benar.” (QS An-Nisa [4]: 9).

Pro dan kontra atau silang pendapat masyarakat dalam menyikapi semakin meluasnya penyebaran Covid-19 menimbulkan keterbelahan persepsi. Ada yang menanggapinya dengan sikap menyepelekan. Ada juga yang terlalu paranoid penuh cemas. Namun ada juga yang dengan proporsional, disiplin, waspada, dan tetap tenang.

Untuk lebih memosisikan cara menyikapi wabah Covid 19 ini dalam posisi yang proporsional, Islam meletakkan sejumlah panduan menghadapi wabah yang bisa mengakibatkan petaka. Panduan tersebut tersarikan dari sejumlah teks keagamaan dan ijtihad ulama di antaranya sebagai berikut:

  1. لا ضرر ولا ضرار
    “Tidak boleh membahayakan orang lain, dan tidak boleh membiarkan orang lain membahayakan diri kita.”
  2. ترك المفاسد مقدم على جلب المصالح
    Meninggalkan bahaya lebih diutamakan daripada mengambil manfaat.
  3. الإحتياط
    Berhati-hati. Tentu lbh baik daripada menyepelekan.
  4. سد الذريعة
    Dalam rangka menutup terjadinya peluang kerugian.
    Kaidah ini dipraktikkan untuk menghindarkan potensi penyebaran lebih luas. Kalau suatu daerah sudah terpapar parah, maka yang repot adalah perawat, dokter, dan rumah sakit. Belum lagi kalau sdh sakit maka tidak bisa kerja menafkahi keluarga dan sebagainya.
  5. Pembatasan ibadah dan berkumpul hanya sementara waktu untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Bukan meniadakan keramaian beribadah di suatu rumah ibadah, atau menggusur serunya happy berkumpul bersama rekan, kolega, dan partner bisnis.

Dengan menjaga jarak dan menghindari kerumunan, bagi yang sudah terpapar namun alhamdulillah kebal, maka dia akan lebih punya waktu yang cukup untuk memperkuat kekebalan tubuhnya dari Covid-19.

Bagi yang belum terpapar, dia aman dari paparan Covid dari orang lain. Bagi yang terpapar dan sakit, dia tidak akan memaparkan virus ke orang lain yang mungkin sudah “ringkih” kekebalan tubuhnya.

  1. Covid-19 sudah nyata mendunia membuat banyak korban sakit atau wafat. Tentunya memosisikannya dengan cara pandang main-main atau meremehkannya sama saja dengan “melawan” sunnatullah. Karena bagaimanapun juga virus itu akan merusak. Dan ini nyata adanya.
  2. Covid-19 itu bersifat Pandemik. Artinya ada siklus muncul-tinggi-reda- hilang. Tinggal pilih cara menyikapinya. Kalau pilih cara yang disiplin dan ikhtiar penuh dengan niat untuk menjaga kesehatan diri agar ibadah semakin nikmat, insya Allah siklus Covid-19 cepat reda akhir April/Juni.

Kalau pilih cara meremehkan dan tidak disiplin dengan protokol kesehatan, maka siklus Covid 19 juga bisa berakhir, namun di September bahkan akhir tahun dengan paparan korban semakin luas.

  1. Covid-19 juga makhluk, abdun, ciptaan Allah SWT. Maka, selain disiplin dan ikhtiar ragawi, harus dibarengi dengan ikhtiar rohani. Baca doa, wiridan tolak bala, qunut nazilah di setiap shalat harus diperbanyak.
  2. Maka, cara menyikapinya adalah dengan terus disiplin sehat, waspada, namun tetap tenang dan penuh roja’, berharap rahmat Allah SWT berupa sehat dan selamat. Amin. Wallahu a’lamu bi ash-shawab.
Arif Fakhruddin, Anggota Satgas Covid-19 MUI dan Sekretaris Lembaga Tashih Buku dan Konten Islami MUI


Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia