JAKARTA – Dakwah di tempat yang dikenal masyarakat luas sebagai lokasi maksiat tentu menjadi tantangan tersendiri. Itu pula yang dialami dai nyentrik asal Jogja, Gus Mifah. Tidak tanggung-tanggung, ia berdakwah di lokalisasi. Ia mempunyai alasan khusus mengapa dirinya berdakwah di tempat itu. Ia juga menerapkan cara khusus, berbeda dengan ketika ia berdakwah kepada masyarakat umum.
“Saya sampaikan kepada mereka, hari ini yang meninggalkan full larangan dan menjalankan perintah itu jarang, saya pun barangkali belum bisa,” katanya, Rabu (15/07) dalam program Ngobrol Pintar (NGOPI) di TV MUI yang dipandu KH Cholil Nafis.
“Tingkatan kedua, kalau kamu masih belum bisa meninggalkan larangan, jangan sekali-kali meninggalkan perintah. Jadi keburukan meskipun masih dilakukan, tapi kebaikan jangan ditinggalkan sama sekali,” katanya.
Melalui jalan seperti itu, dia ingin mengajak pelaku industri ini tetap mengingat Allah bagaimanapun kondisinya. Di dunia malam, dia juga tidak mengajarkan tentang halal-haram karena yang seperti itu tentu sudah dipahami mereka.
“Di dunia malam, saya tidak perlu bicara haram, mereka sudah tahu bahwa berzina dan mabuk itu haram, tapi bagaimana kemudian di keadaan seperti itu. Mereka masih bisa ingat tuhan. Mereka bisa melaksanakan kewajiban. Ruang-ruang seperti ini yang kemudian saya masuk dan ternyata diterima dengan baik,” katanya.
Melalui cara seperti ini, dia ingin bagaimana manusia-manusia yang dipandang tidak ada nilainya ini, minimal merasa bernilai lagi.
“Ketika saya melihat teman-teman di lokalisasi itu di mata masyarakat kan tidak ada nilainya, dipandang sebelah mata. Penyakit mabuk dan berzina, di tempat lokalisasi, ini menjadi lumrah, tidak ada nilainya. Maka kemudian saya berikan nama ‘ora aji’ dan masjidnya ‘mbejaji’. Orang yang tidak ada nilainya masuk ke pondok kita, begitu keluar menjadi mbejaji, menjadi bernilai,” katanya.
Meski begitu, Gus Miftah pun tahu diri bahwa tidak mungkin dakwahnya akan selamanya berhasil dan membuat mereka meninggalkan dunia seperti itu. Menurutnya, tugas dia dalam berdakwah hanya sekadar menyampaikan atau mencarikan jalan. Penentu mereka dapat hidayah atau tidak, itu adalah urusan Allah SWT seperti halnya terjadi pada paman Nabi Muhammad SAW.
“Apakah tujuan saya untuk memberikan mereka hidayah? Hidayah bukan urusan saya, tugas saya mencarikan jalan,” katanya. (Azhar/Anam)