Site icon Darulfunun El-Abbasiyah

Menjadikan Semangat Berkurban Sebagai Momentum Penanggulangan Dampak Covid-19


Oleh :

KH. Sholahuddin Al-Aiyub
Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal

الله أكبر (×9) الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا. لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وأعز جنده، وهزم الأحزاب وحده. لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له الدين ولو كره الكافرون. لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد. الحمد لله حاكم الحكَّام، جاعل النور والظلام، وجعل هذا اليوم عيدا للإسلام، وحرم علينا الصيام. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، الذى أمرنا بذبيحة القربان، اتباعًا لسيدنا إبراهيم عليه الصلاة والسلام. وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدًا عبده ورسوله أفضل الأنام ومصباح الظلام. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه الكرام، صلاة وسلامًا دائمَين متلازمَين على ممرِّ الدهور والأيام. أمَّا بعدُ، فيا عباد الله اتَّقوا الله وأطيعوا وكبِّروه تكبيرا. الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

Kaum muslimin-muslimat, rahimakumullah.Sejak kemarin terdengar gema takbir, tahmid, dan tahlil menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha yang mubarak.

Syukur Alhamdulillah, kita semua dapat berjumpa kembali dengan Hari Raya ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat, sekalipun kita masih dalam suasana pandemi Covid-19.

Pandemi yang melanda hampir semua belahan dunia ini membawa dampak yang cukup serius bagi kehidupan masyarakat. Semua orang tidak dapat menjalankan aktifitasnya secara normal sebagaimana sebelum terjadi pandemi. Semuanya dibatasi demi untuk mencegah terjadinya mata rantai penularan.

Maka kemudian diberlakukan kebijakan bekerja, belajar dan beribadah di rumah, karena berkerumunnya banyak orang diyakini bisa menjadi penyebab terjadinya mata rantai penularan.

Kebijakan tersebut menjadikan roda ekonomi tidak dapat berputar sebagaimana mestinya. Pembatasan aktifitas di luar rumah membawa dampak langsung pada perputaran ekonomi. Masyarakat menahan diri untuk melakukan belanja kecuali hanya yang diperlukan.

Hal itu berpengaruh signifikan pada penurunan permintaan (demand) barang dan jasa dari masyarakat, yang kemudian menyebabkan dunia usaha mengurangi pasokannya (supply) barang dan jasa.

Kondisi ini jika berlanjut secara berkepanjangan akan berdampak besar pada eksistensi dunia usaha, karena akan semakin berat menanggung biaya produksi, terutama biaya tenaga kerja.

Sehingga kebijakan merumahkan sebagian karyawan (dan bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja) menjadi pilihan umum bagi mereka untuk bisa terus bertahan. Akibatnya semakin banyak pengangguran yang menjadikan tingkat kemiskinan menjadi lebih tinggi.

Dengan begitu, pandemi covid-19 ini membawa dampak terjadinya kesulitan ekonomi yang luar biasa dan terjadi dalam skala massif.

Hal itu terjadi boleh jadi merupakan ujian dari Allah  kepada kita semua untuk menguji keimanan dan kesabaran kita,

seperti firman Allah :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)

Namun demikian apapun kehendak Allah SWT dari terjadinya pandemi ini hendaknya kita terima dengan ikhlas, ridha, pasrah serta tetap berbaik sangka kepada Allah SWT , sambil terus berdoa dan memohon supaya musibah ini tidak ditambah lagi, karena kita takut tidak sabar dan tidak kuasa untuk menerimanya.

Kita sadar bahwa kita banyak berbuat dosa dan kesalahan, akan tetapi kita mohon jangan sampai Allah SWT menguji kita dengan cobaan yang tak terpikulkan oleh kita.

الله أكبر (×3) لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Kaum muslimin wal muslimat, ‘aidin wal ‘aidat rahimakumullah.Hari ini kita merayakan Hari Raya Idul Adha. Hari Raya ini dikatakan dengan Idul Adha karena pada hari raya ini dan tiga hari sesudahnya, atau disebut dengan hari Tasyrik, kita semua diserukan untuk memotong hewan qurban yang dagingnya dibagikan kepada fakir miskin,

sebagaimana firman Allah SWT : فصل لربك وانحر “Sembahyanglah kamu kepada Rabb-mu dan berqurban-lah” (QS. Al-Kautsar: 2)

Menurut madzhab Syafi’iyah, memotong hewan qurban hukumnya sunnah muakkadah, artinya sunnah yang dikuatkan. Setidaknya ada dua hal yang dapat dipetik hikmahnya dari syariat berkurban:

1. Meneladani Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan Nabi Ismail ‘alaihis salam yang penuh kesabaran menerima cobaan dan ujian yang ditimpakan kepada mereka..
2. Menumbuhkan sifat kedermawanan dan saling membantu (ta’awun) di antara masyarakat.

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam diuji oleh Allah SWT dengan perintah mengurbankan anaknya yang sangat dicintainya. Nabi Ismail ‘alaihis salam diuji oleh Allah SWT dengan kepatuhannya kepada orang tuanya.

Mereka berdua dengan kesabaran dan kepasrahan yang tinggi menerima dengan ikhlas ujian tersebut.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar“. (QS. Ash-Shaffat : 102)

Sungguh sangat mengagumkan seorang ayah yang sanggup mengorbankan putranya padahal putranya itu hanya satu-satunya dan demikian lama ditunggu kelahirannya. Lebih mengagumkan lagi kesediaan Ismail ‘alaihis salam untuk dijadikan qurban, padahal itu berarti memberikan nyawanya, sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya.Mereka berdua lulus dari ujian tersebut. Karenanya Allah SWT menganugerahi kepada mereka berdua karunia yang sangat besar

.فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ، وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ، قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ، إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat: 103-107)

Ketabahan dan kesabaran Ibrahim dan Ismail ‘alaihimas salam dalam menghadapi cobaan dan musibah patut kita contoh dan kita teladani. Ketabahan dan kesabaran mereka tercermin dari kesediaan dan keikhlasannya untuk mengorbankan apa saja dalam melaksanakan pengabdian bila pengorbanan itu dibutuhkan.

Dalam situasi musibah pandemi yang terjadi saat ini kita dituntut untuk lebih sabar dan tabah, sambil terus berusaha untuk mengatasi segala kesulitan yang kita hadapi. Sikap ketidaksabaran atau kekurang sabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan dapat menambah kesulitan baru.Bagi kita umat Islam, peristiwa pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail itu hendaknya dijadikan contoh dalam rangka meningkatkan kepasrahan dan ketundukan kita kepada kehendak Allah SWT

.الله أكبر (×3) لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Kaum muslimin wal muslimat, ‘aidin wal ‘aidat rahimakumullah.Pesan ibadah qurban yang kedua adalah menumbuhkan sikap ta’awun (saling membantu antar sesama umat manusia), khususnya di kalangan umat Islam. Penyembelihan hewan qurban jangan hanya dilihat semata-mata dari aspek penyembelihannya saja, melainkan juga harus dilihat bahwa penyembelihan itu merupakan simbol perilaku kedermawanan dan solidaritas sosial di antara kita.

Pembinaan ukhuwah dan persaudaraan termasuk salah satu yang ditanamkan oleh Rasulullah sejak dini dalam masyarakat Islam:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَآدِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَى ]متفق عليه[

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hubungan cinta kasih dan kasih sayang satu sama lain seperti satu jasad yang apabila ada salah satu bagiannya sakit maka seluruh tubuh itu akan merasakan sakit.” (Muttafaqun alaih)

Rasulullah juga telah berusaha untuk mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar, sehingga orang-orang Anshar bersedia memberikan sebagian bahkan setengah dari hartanya kepada kaum Muhajirin yang kebetulan ketika mereka pindah dari Mekkah ke Madinah tidak sempat membawa apa-apa.

Bahkan, kaum Anshar cenderung lebih mementingkan keperluan kaum Muhajirin daripada keperluan mereka sendiri. Sikap tersebut mendapat pujian dari Allah seperti disebut dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 9 :

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.

Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)”.

Semua itu merupakan gambaran masyarakat Islam periode pertama (as-sabiqun al-awwalun) yang penuh dengan rasa solidaritas dan kasih sayang yang amat tinggi. Sikap seperti ini sangat dibutuhkan pada masa sekarang.

Menyisihkan sebagian penghasilan yang diterima oleh mereka yang berpenghasilan lebih dan memberikannya kepada mereka yang membutuhkan adalah sangat mulia. Hendaknya sikap tersebut terus disosialisasikan ke seluruh lapisan masyarakat, sesuai sabda Nabi:

وَمَنْ كَانَ لَهُ فَضْلُ زَادٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنَ لاَ زَادَ لَهُ ]رواه مسلم[“

Barangsiapa yang memiliki kelebihan bekal makanan maka hendaklah memberikan kelebihannya itu kepada mereka yang tidak mempunyai bahan makanan”. (HR Muslim)

Kemiskinan menurut pandangan Islam adalah bahaya (dharar) yang harus dihilangkan. Dampak pandemi covid-19 berupa bertambahnya orang miskin juga merupakan bahaya (dharar) yang harus dihilangkan.

Oleh karena itu, para ulama berpendapat bahwa mengatasi bahaya kemiskinan ini merupakan kewajiban bagi semua pihak secara bersama-sama.

Semangat berkurban menjadi momentum yang tepat untuk menumbuhkan sikap rela berbagi dan membantu masyarakat yang terdampak wabah ini. Dengan sikap tersebut semoga Allah segera menurunkan karunianya dengan segara mencabut wabah ini dan memulihkan dampaknya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Semoga Allah SWT menguatkan iman dan Islam kita, menguatkan ketabahan dan kesabaran kita, menghindarkan kita dari terjadinya musibah dan bencana yang lebih besar, serta memberikan kekuatan dan kemudahan kepada kita untuk mengatasi segala kesulitan yang kita hadapi.

Amin ya Rabbal alamin.

إن أحسن الكلام كلام الله الملك المنان، وبه يهتدي المهتدون. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ.بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ منِّيْ وَمِنْكُمْ تَلاَوَتَهُ إِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ، لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ

Exit mobile version