Puasa Tasu’a dan Asyura

KH. Dr. Fuad Thohari, MA
Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Alumnus Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI DKI 94-96 dan PKU MUI Pusat 97-98

Bulan Muharram berasal dari kata haram (حرم) yang artinya suci atau terlarang. Sejak zaman dulu, pada bulan ini terdapat larangan untuk berperang dan membunuh. Larangan itu terus berlaku hingga masa Islam, maka dari itu bulan Muharram identik dengan salah satu bulan haram.

Terdapat beberapa amalan sunnah yang bisa kita lakukan pada bulan Muharram, di antaranya yang sering kita dengar adalah sunnah berpuasa Tasu’a dan puasa ‘Asyura yang dilaksanakan tiap tanggal 9 dan 10 Muharram. Rasulullah menyampaikan, berpuasa pada 10 Muharram akan bisa mengampuni dosa-dosa selama satu tahun. “Puasa ‘Asyura dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yang lalu,” (HR Muslim).

Asyura artinya adalah bilangan atau tanggal 10, dan budaya puasa Asyura ini telah lebih dulu dilakukan Rasulullah beserta keluarga dan kerabatnya sebelum turun perintah puasa wajib Ramadhan.

Setiap menjelang hari Asyura, Rasulullah selalu mengingatkan sahabat dan kerabatnya untuk berpuasa. Namun suatu hari sahabat mendapati bahwa hari Asyura ini bertepatan pula dengan hari agung milik kaum Nasrani dan Yahudi, maka sahabat hendak mengurungkan niat berpuasa di hari Asyura tersebut.

Mendengar keresahan sahabat, Rasulullah bersabda, sebagaimana dikutip dalam kitab ‘Riyadhus Sholihin : 701’ :

وعن ابن عباس رضي الله عنهما، قَالَ: قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم: «لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ». رواه مسلم.

“Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan”.

Namun belum sampai cita-citanya terwujud untuk melaksanakan puasa Tasu’a, Rasulullah sudah menghadapi ajalnya. Hadis di atas adalah hadis yang menjadi landasan adanya pelaksanaan sunnah berpuasa pada hari Tasu’a yakni pada tanggal 9 Muharram, tepat 1 hari sebelum puasa hari Asyura.

Maka 2 hari di atas termasuk di antara hari yang ditekankan berpuasa di bulan Muharram. Selain bulan Muharram, terdapat pula tiga bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt. Yakni bulan Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Barangsiapa yang melakukan amalan-amalan ibadah selama empat bulan haram maka dilipatgandakan pahalanya. (Nurul)

KH. Dr. Fuad Thohari, MA
Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Alumnus Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI DKI 94-96 dan PKU MUI Pusat 97-98



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia