Site icon Darulfunun El-Abbasiyah

Mahfud MD: Tuntutan Publik terhadap RUU HIP Diakomodir dalam RUU BPIP

Dalam tanggapan resminya, Majelis Ulama Indonesia menilai pengajuan RUU BPIP dari Pemerintah kepada DPR menyalahi prosedur. MUI juga belum memberikan kritik substansi karena sampai sekarang belum mendapatkan draft RUU BPIP yang asli. MUI dalam sikapnya mempertanyakan apakah status RUU BPIP itu RUU yang baru atau hanya DIM sandingan.

Dalam Program Ngobrol Pintar (NGOPI) TV MUI, Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan, status RUU HIP adalah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Komulatif Pemerintah kepada RUU HIP usulan DPR.

“Dengan RUU BPIP ini kami menyampaikan sebuah Rancangan Undang-Undang sebagai daftar inventarisasi masalah komulatif, bukan per poin, namun komulatif, ” ujarnya, Rabu (03/09) di program yang dipandu KH. Cholil Nafis itu.

Menurutnya, apa yang menjadi tuntutan berbagai pihak terhadap RUU HIP itu sudah dipenuhi dan termuat di dalam RUU BPIP. Misalnya terkait masuknya TAP MPRS No 25, kembali kepada Pancasila Asli 18 Agustus 1945, maupun penghapusan konsep Tri Sila Eka Sila a la Bung Karno.

RUU BPIP itu, lanjut dia, tidak perlu naskah akademik karena RUU HIP sudah memiliki naskah akademik. Fokus RUU BPIP lebih kepada fungsionalisasi BPIP sebagai lembaga sosialisasi pancasila. Naskah akademik sebelumnya di RUU HIP terkait ideologi maupun tafsir pancasila dihapus karena pemerintah juga tidak setuju.

“Dari RUU HIP yang DPR ajukan, dari 63 pasal sekarang menjadi 17 pasal, diambil ekornya, diambil organisasinya, lalu kita ganti konsiderannya, naskah akademiknya yang dulu, sama, bahwa perlu sebuah badan yang mensosialisasikan pancasila, kita masuk ke bagian organisasinya saja, lalu kita beri alasan sendiri,” katanya.

Dia menambahkan, munculnya RUU BPIP ini karena DPR kesulitan mencari jalan keluar mencabut RUU HIP dari Prolegnas. Status RUU BPIP sebagai DIM RUU HIP ini membuat DPR memiliki pijakan dalam mencabutnya.

“Karena ada surat baru, maka RUU HIP yang dulu ada itu bisa dicabut, tinggal sekarang gantinya ini mau disetujui atau tidak. DPR tidak punya jalan keluarnya, maka kita memberikan respon sesuai tuntutan rakyat. DPR nanti pada bulan Oktober atau November akan mencabutnya,” katanya.

“Untuk menyatakan mencabut itu harus ada bahan dari pemerintah, dan agar pemerintah tidak spekulatif, menyarankan buat yang bagus sekalian,” imbuhnya.

Mahfud menyampaikan, keberadaan BPIP atau badan untuk mensosialisasikan pancasila ini bagaimanapun tetap diperlukan. Sejak pertemuan tujuh pimpinan lembaga tinggi negara pada taggal 24 Mei 2011, ide untuk menghidupkan lagi pancasila ini kembali mengemuka. Namun baru pada masa Presiden Jokowi, ide itu dieksekusi dengan lahirnya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang sekrang berganti nama menjadi BPIP.

Selama menunggu lahirnya UKP-PIP, Mahkamah Konstitusi merespon pertemuan tahun 2011 itu dengan membentuk Badan Pembinaan Ideologi dan Konstitusi sementara MPR membentuk sosialisasi empat pilar. Usulan itu baru terbentuk belakangan karena ada kekhawatiran menghidupkan kembali P4 zaman Orba.

“Kita merasa kehilangan ideologi, bagaimana ideologi ini harus dihidupkan di tengah masyarakat, bayangkan negara hidup tanpa ideologi yang kokoh, itu bahaya sekali,” tegasnya.
(Azhar/Thobib)

Exit mobile version