JAKARTA— Merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) akhir-akhir ini selalu dikaitkan dengan kurangnya nilai spiritualitas pada diri pecandunya.
Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Dr Zahrotun Nihayah, MSi, menjelaskan faktor spiritualias merupakan inti dari adanya faktor-faktor lain yang juga mendukung dalam kasus kecanduan Napza ini. Berbeda jika spiritualitas seseorang dalam level yang cukup atau tinggi maka seseorang akan lebih mudah mengendalikan dirinya untuk tidak jatuh dalam hal-hal bernilai negatif.
“Ada faktor kepribadian, pergaulan, lingkungan, ataupun keyakinan yang salah. Keyakinan yang salah ini adalah ketika menganggap narkoba sebagai gaya hidup. Berawal dari kurangnya spiritual juga,” ujar dia dalam FGD Virtual Seri 2 Gerakan Nasional Anti Narkoba Majelis Ulama Indonesia (Ganas Annar-MUI) di Jakarta, Rabu (7/10) pagi.
Zahro menilai dalam konteks inilah, peran MUI sangat dibutuhkan untuk membantu peningkatan spiritualitas masyarakat. “Religiusitas yang rendah, adalah PR utama MUI, terutama Ganas Annar harus mampu untuk meningkatkan nilai spiritualitas pada para pecandu Napza,” tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris 1 Ikatan Konselor Indonesia, Ifdil, SH , S,Pd, MPd PhD, Kons membenarkan jika trend narkoba dan seks bebas masyarakat merupakan dampak dari lemahnya religiusitas pada diri seseorang. Dewasa ini narkoba dan seks bebas dijadikan sebagai gaya hidup modern bagi masyarakat dalam pemenuhan hasrat maupun pencarian jatidiri terutama di kalangan milenial.
“Sekarang ini anak-anak muda sering mendapati kejenuhan dalam proses pencarian jatidirinya. Nah, salah satu yang ditawarkan Napza dan seks bebas adalah pemenuhan hasrat sementara. Masyarakat lebih suka cara instan ini,” ujarnya.
Tak hanya itu, Ifdil juga menjelaskan faktor terjadinya kasus narkoba ini bisa di karenakan adanya abuse atau adanya masalah mental yang dihadapi para pelakunya. “Banyak faktor lain yang bisa dijadikan alasan seseorang mengambil jalan narkoba, tapi aspek spiritualitas sebetulnya mampu dijadikan sebagai “rem” ketika seseorang hendak melakukan hal yang berbau negatif,” kata Ifdil. (Nurul/Nashih)