JAKARTA — Ketua Umum MUI Pusat KH. Miftachul Akhyar menyampaikan tiga tanggung jawab yang layaknya dimiliki seorang ulama. Pertama adalah tanggung jawab kepada diri sendiri, kedua tanggung jawab kepada bangsa, dan terakhir kepada Allah SWT.
“Kita memerlukan menghidupkan kembali mas’uliyah, rasa tanggung jawab. Tanggung jawab diri pribadi kepada dirinya, kemudian tanggung diri di hadapan bangsa yang semakin menipis dan mengkhawatirkan, dan terakhir tanggung di hadapan Allah SWT,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam Pengukuhan Pengurus MUI Pusat, Kamis (24/12) di Hotel Sultan, Jakarta.
Kiai Miftach menyampaikan, penghidupan tiga tanggung jawab itu penting untuk merespon kondisi sekarang yang masuk era kegoncangan. Bukan sejenis kegoncangan gempa maupun sejenisnya, tapi kegoncangan menipisnya kesadaran beragama. Menipisnya pula kemampuan membedakan mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah).
Kiai Miftach menambahkan, di dunia ini, ada dua jenis keculasan/perselingkuhan yang paling berbahaya. Selain perselingkuhan kekuasaan, bagian lainnya adalah perselingkuhan ilmu pengetahuan. Bila terpeleset, ulama bisa masuk dan menjadi bagian dari perselingkuhan ilmu pengetahuan itu. Maka di sinilah tanggung jawab itu perlu dihidupkan kembali.
“Ketika terjadi perselingkuhan orang-orang pandai, di sini adalah kita yang bisa mengganti untuk mewujudkan itu. Jadi ini kewajiban untuk merespon sebuah dinamika. Bagaimana Islam bisa memberikan maslahat atau hikmah,” papar beliau.
Tanggung jawab itu, tutur Kiai Miftach, tidak lepas dari peran MUI yang ingin menjadikan dirinya sebagai pusat opini moral. Ini membuat MUI bisa menyadarkan umat akan problem akhlak umat secara umum.
“Mudah-mudahan nantinya MUI bisa menjadi mitra yang berkualitas dan khodimul ummah yang bisa memberikan pengobatan yang pas dan terkontrol kepada umat,” ujarnya. (Azhar/Din)