Site icon Darulfunun El-Abbasiyah

Di Sarasehan Media MUI, Sekum Muhammadiyah Usul Keberadaan Media Lintas Iman

JAKARTA — Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyampaikan agar ada media cetak/online baru yang menjadi wadah pertemuan lintas iman. Hal itu dia sampaikan saat mengisi Sarasehan Media MUI, Rabu (14/07) di Jakarta.

“Kita masih kurang media yang di situ kita sebut sebagai media intertaith. Selama ini intertaith masih dalam bentuk komunikasi masyarat lintas iman. Misalnya ada bapak-ibu beragama Nasrani, beragama Hindu, Budha, Konghuchu memiliki rumah masing-masing kemudian kita bertemu. Tetapi media yang dikelola bersama-sama lintas iman, itu masih kurang, ” ujarnya.

Dia menyampaikan, dulu sempat ada sejenis media bersama lintas iman bernama Nabil Foundation. Namun wadah itu kini tidak terdengar lagi kiprahnya. Keberadaan media lintas iman ini, kata dia, semakin memperluas pemahaman pemahaman masing-masing penganut agama. Sebab, selama ini, audiens media-media berbasis keagamaan cenderung homogen dan berasal dari internal agama bersangkutan. Fungsi media lintas iman itu, ujar dia, juga bisa menjadi jembatan komunikasi lintas iman yang efektif dan berkelanjutan.

Guru Besar UIN Jakarta ini menyampaikan, masalah media keagamaan selama ini bukan pada kualitas. Sebab, menurutnya, media-media berbasis agama yang resmi justru begitu serius dalam proses editing sampai berlapis-lapis. Masalah utamanya justru apa yang ditulis dengan serius itu tidak terdengar umat agama lain. Maka keberadaan media lintas iman di sini diperlukan.

Keberadaan media lintas agama itu, lanjut dia, bisa mengatasi masalah medali keagamaan selama ini. Pertama adalah tidak terpublikasinya informasi secara lebih luas melebihi jangkauan selama ini. Kedua adalah mudahnya masalah-masalah yang sensitif di-frame kalam kacamata yang salah.

“Pada level tertentu, isu-isu keagamaan menjadi isu yang frameable, mudah sekali disulut untuk berbagai kepentingan. Sementara sebagian kita di antara kita umat beragama ini oversensitif terhadap isu itu dan tidak cukup mendalami bagaimana sesungguhnya sebuah peristiwa keagamaan terjadi, ” ujarnya. (Azhar/Din)

Exit mobile version