JAKARTA- Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali berduka. Ketua Bidang Fatwa MUI Periode 2015-2020, Prof Huzaemah Tahido Yanggo, wafat pukul 06.10 Jumat (23/07) di RSUD Serang, Banten. Prof Huzaemah wafat di usia 74 tahun setelah sebelumnya berjuang melawan Covid-19. Sejak Jum’at pekan lalu, sudah berseliweran ajakan untuk mendoakan Prof Huzaemah yang sedang sakit.
Prof Huzaemah sudah lama berkiprah sebagai pengurus di MUI. Sebelum menjadi Ketua MUI Bidang Fatwa pada periode 2015-2020, Prof Huzaemah pernah menjadi Ketua MUI Bidang Pengkajian dan Pengembangan pada 2000. Tercatat, beliau menjadi anggota Komisi Fatwa MUI sejak 1987 dan anggota DSN MUI sejak 1997.
Di Indonesia, Prof Huzaemah adalah sosok yang jarang dan langka. Beliau merupakan perempuan pertama di Indonesia yang berhasil lulus program doktor (S3) Universitas Al-Azhar, Mesir dengan predikat cum laude. Padahal, program magister apalagi doktor Al-Azhar sejak lama dikenal angker karena untuk lulus sulitnya bukan main. Namun, Prof Huzaemah berhasil membuktikan diri sebagai perempuan yang lulus program sulit tersebut dengan prestasi membanggakan. Prof Huzaemah juga membuktikan bahwa dirinya adalah sosok perempuan hebat bukan sekadar karena keterwakilannya sebagai perempuan, namun karena kualitas, usaha giat, dan kecerdasannya.
Satu yang paling berkesan dari Prof Huzaemah adalah bagaimana dirinya selalu membawa buku catatan berwarna hitam di setiap kali rapat pimpinan harian MUI. Sepanjang rapat, tangannya tidak lepas dari pulpen untuk menulis setiap keputusan rapat. Itu membuat dirinya selalu hapal hasil rapat yang diikutinya. Logat bicara Prof Huzaemah yang khas Sulawesi Tengah seringkali membuat rapat yang awalnya bernuansa tegang berubah dingin dan penuh kelakar.
Sepanjang rapat pimpinan harian MUI periode 2015-2020, Prof Huzaemah selalu hadir tepat waktu. Dia termasuk pimpinan harian MUI yang paling rajin hadir dan tidak pernah terlambat. Di setiap rapat, beliau juga kerap memberikan masukan membangun. Di usianya yang sudah tidak muda, beliau masih hapal fatwa-fatwa MUI di luar kepala. Sepanjang 2015-2020, dia menjadi garda terdepan fatwa MUI dalam setiap rapat membawahi tokoh dan ulama lain yang dominan laki-laki.
MUI, bahkan Indonesia, akan sangat kehilangan Prof Huzaemah. Sebab, mencari yang semisal dengan Prof Huzaemah akan sangat sulit. Apalagi, sejak lama sekali, dia membuktikan bahwa perempuan mampu menjadi ulama besar dengan level keilmuan yang tinggi. (Azhar/Syukri)