Site icon Darulfunun El-Abbasiyah

Argumentasi Program KB dan Kepakaran Prof Huzaemah

JAKARTA – Rasa kehilangan atas wafatnya pakar hukum Islam perempuan Indonesia Prof Huzaemah Tahido Yanggo, pada Jumat (23/7) dialami banyak kalangan.
 
Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Mukti Ali Qusyairi, mengungkapkan rasa duka yang mendalam dengan mengingat kebaikan Prof Huzaemah, khususnya dedikasinya terhadap ilmu pengetahuannya.
 
Selama mengenal Prof Huzaemah, Kiai Mukti mengenang sosok Prof Huzaemah sebagai seorang ulama perempuan yang baik, alim. Bahkan, Kiai Mukti menyaksikan bahwa seluruh hidupnya didedikasikan untuk ilmu dan pencerahan bagi umat, nusa, dan bangsa.
 
Kiai mukti menambahkan, pakar fikih perbandingan madzhab Indonesia itu dikenal sebagai ulama yang selalu vokal dan mengajukan pendapat berdasarkan rujukan-rujukan kitab lintas madzhab, baik saat rapat maupun merumuskan fatwa.
 
“Sesuai dengan latar belakang beliau sebagai seorang ulama perempuan yang meraih gelar Doktoral perbandingan Madzhab (dari) Universitas Al-Azhar Mesir,” kenang Kiai Mukti, kepada MUI.OR.ID, di Jakarta, Sabtu (24/7).
 
Ia juga begitu menganggumi sosok Prof Huzaemah. Baginya, sosok yang pernah menjadi Ketua MUI Bidang Fatwa periode 2015-2020 itu merupakan ulama perempuan yang setara dengan ulama laki-laki.
 
Di mata Kiai Mukti, Prof Huzaemah sangat layak menjadi role model serta inspirasi bagi generasi perempuan masa kini.
 
Menurutnya, hal menarik dari beliau adalah nilai kesetaraan beliau didapatkan bukan dari teori-teori barat, melainkan dari pengetahuan klasik Islam yang mahaluas dan kaya.
 
Sehingga, Kiai Mukti menilai, pandangan-pandangan beliau cukup bisa diterima oleh mayoritas umat Islam. Sebab, landasan dan argumentasi keagamaanya kokoh menghujam ke dasar khazanah klasik warisan ulama as-salaf as-shalih. Sosok Prof Huzaemah merepresentasikan prototipe ulama perempuan yang betul-betul khas Nahdlatul Ulama (NU).
 
Kiai Mukti menceritakan, pada lima tahun yang lalu dirinya pernah menemui perempuan kelahiran Donggala Sulawesi Tengah itu untuk mewancarai terkait Program Keluarga Berencana (KB). Kala itu Kiai  Mukti menemui Prof Huzaemah di kantor Rektorat IIQ, Jakarta.
 
Menurutnya, pandangan Prof Huzaemah begitu brilian. Kiai Mukti menjelaskan, Prof Huzaemah kala itu mendukung Program KB sebagai tandzim an-nasl; pengaturan atau perencanaan keturunan dan keluarga. Bukan tahdidu an-nasl; pembatasan keturunan.
 
Sebab menurutnya, bahwa yang penting adalah kualitas dan bukan kuantitas.  “Sedikit tapi berkualitas lebih baik daripada banyak tapi tak berkualitas alias lemah,” ujar kiai Mukti, mengenang perkataan Prof Huzaemah.
 
Beliau pun mengutip dalil dari QS An-Nisa, ayat 9 yang menegaskan agar jangan meninggalkan generasi yang lemah dan mereka khawatir akan kesejahteraannya.
 
Dijelaskan Kiai Mukti, dalam ayat ini mengandung anjuran agar kita meninggalkan generasi yang kuat dan tidak lemah baik secara intelektual, mental, gizi, dan spiritualnya. Artinya, ayat ini memprioritaskan kualitas daripada kuantitas.
 
Selain itu, kiai Mukti masih teringat kata-kata guru besar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini saat mewawancarainya terkait Program KB.
 
“Kita ini manusia, bukan kucing. Kalau manusia maka harus punya rencana dalam keluarga dan dalam melahirkan. Jangan seperti kucing yang kapan saja bisa hamil, melahirkan terus-terusan tanpa punya rencana,” demikian pernyataan Prof Huzaemah yang sangat diingat Kiai Mukti.
 
Untuk itu, kiai Mukti merasakan duka cita yang mendalam atas wafatnya Prof Huzaemah. Ia pun mendoakan, agar beliau Husnul Khatimah dan diberi tempat terindah di sisi Allah.
 
“Serta keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan ketabahan. Ammiinn, Al-fatihah,” demikian doa penutup Kiai Mukti. (Sadam Al Ghifari/Angga)

Exit mobile version