Site icon Darulfunun El-Abbasiyah

Dari Ajang Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII

dari-ajang-ijtima-ulama-komisi-fatwa-se-indonesia-vii

Oleh: Dr. H. Abdul Syatar, Lc., M.H.I, Komisi Fatwa MUI Sulsel

IJTIMA’ Ulama Komiso Fatwa MUI se-Indonesia VII mengangkat tema “Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Bangsa”, berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, 4-6 Rabiul Akhir 1443 H (9-12/11/2021). Utusan MUI Sulsel saya Dr. H. Shaifullah Rusmin, Lc., M.Th.I dan Dr. H. Abdul Syatar, Lc., M.H.I.

Saat pembukaan perhelatan akbar tersebut, Asrarun Niam Shaleh selaku Ketua Panitia menyatakan bahwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke VII ini diharapkan sebagai bentuk konsensus (ijmak) sebagai respon terhadap masalah-masalah keumatan kontemporer. Metode fatwa yang digunakan adalah manhaj wasaṭi. Ijtima’ ini didedikasikan untuk membangun kesepahaman dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Anis Baswedan bahwa bangsa Indonesia diikat secara simbol kebangsaan dan kenegaraan di Kota Jakarta jadi sangat relevan tema yang diusung yakni “Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Bangsa”. Indonesia harus mengedapankan unsur-unsurnya bukan kepentingan keragamannya. Kegiatan Ijtima’ ini harus menghasilkan fatwa yang berguna untuk kemaslahatan bangsa.

Miftachul Akhyar selaku Ketua Umum MUI menyampaikan bahwa Ijtima’ ini harus mampu memberikan upaya solusi-solusi keumatan dalam segala hal terutama tataran duniawi dan ukhrawi. Maqām iftā memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia karena mengurusi kehidupan dan kebahagiaan.

Fatwa itu memang tidak mengikat tetapi sebagai ijtihad bisa dijadikan sebagai kesepakatan yang bisa mewajibkan (ilzām). Oleh karena itu, harus ada ketelitian dalam menelorkan fatwa. Penjelasan harus universal dan luas. Sehingga menghasilkan iftā’ jamā’ī yang ditunggu-tunggu oleh umat.

Menurut Wakil Presiden RI bahwa Ijtima’ ini sangat strategis karena melibatkan banyak unsur, baik dari akademisi, alim-ulama, ormas-ormas maupun unsur yang lain yang mampu memutuskan fatwa yang urgensi dan relevansi. Diharapkan Ijtima’ ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam melihat kebijakan terutama selama masa pandemi COVID-19.

Rapat Komisi

Hari kedua dilakukan rapat komis yang dibagi kepada empat (4) komisi, yaitu Komisi A membahas Masail Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan), Komisi B 1 membahas Masail Fiqhiyah Mu’ashirah, Komisi B 2 membahas Masail Fiqhiyah Mu’ashirah dan Komisi C membahas Masail Qanuniyah.

Komisi A: Masail Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan)

Komisi A ini fokus membahas terkait persoalan strategis kebangsaan antara lain:

a. Distribusi Lahan untuk Pemerataan dan Kemaslahatan (Fungsionalisme Tanah);

b. Dhawabit dan Kriteria Penodaan Agama (Perspektif Majelis Ulama Indonesia)

c. Jihad dan Khilafah dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia

d. Panduan Pemilu dan Pemilukada yang Lebih Maslahat bagi Bangsa Indonesia

e. Tinjauan Perpajakan

Komisi B 1:  Masail Fiqhiyah Mu’ashirah (Masalah Fikih Kontemporer)

a. Hukum Cryptocurrency (Mata Uang Virtual)

b. Hukum Pernikahan Online

c. Hukum Pinjaman Online (Pinjol)

d. Transplantasi Rahim

Komisi B 2: Masail Fiqhiyah Mu’ashirah (Masalah Fikih Kontemporer)

a. Penyaluran Dana Zakat dalam Bentuk al-Qardh al-Hasan

b. hukum Zakat Perusahaan

c. Panduan Zakat Saham

Komisi C: Masail Qanuniyah (Masalah Peraturan Perundang-undangan

a.Tinjauan Peraturan Tata Kelola Sertifikasi Halal

b. tinjauan Rancangan Undang-Undang Tentang Larangan Minuman Beralkohol

c. Tinjauan tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP)

d. Tinjauan tentang RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP).■

Exit mobile version