KABAR, muisulsel.com – Ma’had Al Birr Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar menggelar Kuliah Tamu dengan menghadirkan Dai dari Yaman Syaikh Ibrohim Ahmad Imad. Kuliah digelar digelar di Masjid Subulussalam Al Khoory Unismuh Makassar, Jl Sultan Alauddin Makassar.
Syaikh Ibrohim merupakan perwakilan Lembaga Tahfidz Dunia di Indonesia. Ia juga merupakan Mudir Ma’had Abdullah bin Mas’ud Lita’hilil Huffadz. Kuliah Tamu yang mengangkat tema “Bagaimana Berinteraksi dengan Alquran” ini, dipandu Mudir Ma’had Al Birr Unismuh Makassar KH Lukman Abd Shamad Lc.
Rektor Unismuh Makassar Prof Ambo Asse menyampaikan sambutan dalam Bahasa Arab. Dalam sambutannya, ia mengucapkan selamat datang kepada Syaikh Ibrohim di Unismuh Makassar.
Ambo Asse juga menyampaikan profil singkat kampus yang dipimpinnya, yang memiliki 7 Fakultas termasuk Program Pascasarjana.
“Mudah-mudahan apa yang disampaikan sebentar harap diperhatikan dengan baik, kepada Ananda 1500 mahasiswa Ma’had Al Birr dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Unismuh Makassar,” jelas Ambo Asse.
Nakhoda Unismuh ini juga berpesan kepada para mahasiswa Ma’had Al Birr agar tidak hanya membaca dan menghafal Alquran, melainkan diamalkan.
Syaikh Ibrohim mengawali pembahasannya, dengan menyatakan pentingnya memahami makna Alquran terlebih dahulu. “Apa itu Alquran? Jawaban untuk pertanyaan ini harus benar. Tidak boleh keliru. Pendapat ulama, bahwa Alquran adalah kalam Allah, berarti bukan kalam makhluk, seperti manusia, hewan dan seterusnya,” ucap Ustadz Lukman menerjemahkan kuliah Syaikh Ibrohim.
Dai asal Yaman ini, menegaskan bahwa Alquran memberi tantangan kepada siapa saja yang mampu membuat hal yang menyerupai Alquran.
“Orang Arab itu hebat membuat syair, namun mereka tidak bisa membuat syair seindah Alquran. Al quran memberi tantangan bagi manusia dan jin, untuk membuat ungkapan yang sama dengan Quran, namun semuanya gagal.
Syaikh Ibrohim, menyebut tantangan tersebut termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat 23, yang terjemahanya. “Dan jika kamu meragukan (Alquran) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang yang benar.”
“Kita harus meyakini, bahwa Alquran yang kita baca saat ini, sama dengan Alquran yang dibaca oleh Nabi Muhammad saw saat menerima wahyu. Tidak hilang atau tidak diganti,” ungkap Syaikh Ibrohim, yang diterjemahkan Ustadz Lukman.
Bagaimana berinteraksi dengan Alquran?
Langkah pertama, kata Syaikh Ibrohim adalah meyakini dan membenarkan bahwa Alquran adalah Kalamullah, yang datangnya dari Allah swt.
“Alquran banyak dituduh merupakan perkataan Muhammad. Bahkan ada yang menyebut Alquran itu adalah perkataan sihir atau dukun. Dan semua dibantah oleh Allah swt. Bahwa Quran bukan ungkapan Muhammad, bukan sihir. Tetapi merupakan Kalamullah yang menggunakan Bahasa Arab. Kita harus yakin dengan seyakin-yakinnya, tidak boleh ragu,” ungkap Syaik Ibrohim.
Mempelajari Alquran itu hukumnya wajib, katanya, oleh karena itu, bagi mahasiswa Unismuh, belajar di fakultas manapun, tetap perlu diajukan pertanyaan ‘apakah anda sudah belajar Alquran?’
“Anda belajar di jurusan manapun, baik kedokteran, maupun Teknik, anda tetap wajib mempelajari Alquran. Belajar Quran adalah hal yang sangat penting, bahkan didahulukan dari belajar yang lainnya. Sehingga dengan demikian, kita akan hidup Bersama Alquran kapan dan dimana saja. Agar bisa mewarnai kehidupan kita dengan warna Alquran,” pesannya.
Dalam mempelajari Alquran, Syaikh Ibrohim mengingatkan agar membaca huruf dan tajwid dengan benar. Oleh karena itu, ia menyarankan belajar Alquran dengan system Talaqqi.
Talaqqi merupakan metode belajar Alquran yang mensyaratkan perjumpaan secara langsung antara murid dengan guru. Talaqqi juga mensyaratkan gerak mulut murid harus mengikuti gerak mulut yang dicontohkan guru.
“Jadi murid bisa mendengarkan langsung gurunya membaca, baru menirukan. Atau murid membaca Alquran, dan gurunya memperbaiki bacaan jika ada yang keliru,” jelas Syaikh Ibrohim, yang diterjemahkan Ustadz Lukman,
Ma’had Al Birr Unismuh secara rutin mengelar kuliah tamu. Beberapa bulan lalu, ma’had ini menghadirkan Direktur Institut Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (IIPIA) Jakarta, Dr Umar Bin Hamad Asswaidan, dalam Seminar Internasional bahasa Arab.
Pengajian Rutin
Proses pengkajian Islam di Universitas Muhammadiyah Makassar secara intensif juga dilaksanakan etiap Senin-Sabtu, Pimpinan Universitas dan Fakultas bergantian membawakan pengajian singkat tiap usai salat Dzuhur.
Bukan hanya itu, setiap bulan, Unismuh juga menggelar pengajian rutin. Pada bulan Desember 2021, pengajian Unismuh digelar di Masjid Subulussalam Al Khoory Unismuh Makassar, Kamis (9/12/2021).
Pengajian yang diikuti segenap civitas akademika Unismuh Makassar ini, menghadirkan narasumber Ustaz Ir H Abdul Hafid Paronda MT IPM. Mubalig yang berkiprah di Jakarta ini, sehari-hari merupakan dosen Unisma Bekasi.
Ia merupakan putra Bone, yang menyelesaikan S1 di Teknik Elektro Unhas (1989), sedangkan jenjang S2 ditempuhnya di Teknik Elektronika ITB (1999).
Dalam pengajiannya, Hafid Paronda menjelaskan bahwa istilah “Ulil Albab” disebutkan sebanyak 9 kali, sedangkan konsep “Ulul Albab” diulang 7 kali. “Jadi 16 kali konsep ini disebut dalam Alquran,” pungkasnya.
Salah satu makna Ulil Albab, kata Hafid Paronda, yaitu orang orang yang berakal. Surah ali Imran ayat 190-191 misalnya menyebutkan Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).
Selain itu, mantan aktivis IMM Makassar ini, juga mengulas QS Az Zumar ayat 18, yang terjemahannya: (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.`
Ayat ini, menurut Hafid Paronda, sangat tepat untuk diselami para akademisi. Ia berpendapat bahwa ayat ini mendorong umat Islam berpikiran terbuka.
“Penerimaan informasi dari luar untuk dikelola dan dijadikan acuan pengambilan keputusan, dilakukan dengan kritis, obyektif, dengan penyaringan berjenjang yang sangat ketat,” jelasnya.
Menurutnya, keterbukaan terhadap setiap informasi merupakan keniscayaan, kemudian akan disaring secara berjenjang untuk dijadikan acuan.
“Dimulai dengan inventarisasi, identifikasi, kategorisasi dan klasifikasi atas segenap informasi yang diterima. Kemudian dilakukan verifikasi dan validasi, yang dilanjutkan dengan penetapan preferensi, disertai konsistensi dan kesiapan menghadapi konsekuensi,” ungkapnya.
Dalam proses membangun narasi, setiap nilai yang tidak memenuhi standar pasti tertolak, sedangkan sebaliknya, muatan informasi yang memenuhi kelayakan, teruji dan valid, akan dipertahankan dengan penuh kesungguhan, simpulnya.■ rls/*