HM Amin Syam, Pejuang Tanpa Kenal Halte

hm-amin-syam,-pejuang-tanpa-kenal-halte

SOSOK, muisulsel.com — Sebuah perhelatan Akbar dilaksanakan di Clario Hotel tepat tanggal kelahiran HM Amin Syam, 12 Desember 1945, Ahad kemari . HUT ke-76 itu bersamaan dengan launching buku dengan tema HM Amin Syam, Pejuang Tanpa Kenal Halte.

Prof Dr Ahmad Sewang MA menjelaskan dalam esai hariannya yang beredar di group WA bahwa sebagai penginisiatif penulisan buku, sekaligus diberi amanah sebagai editor, argumentasi yang mendasari penulisan biografi Mayjen TNI (Purn.) H.M. Amin Syam itu karena ketokohannya sebagai pemersatu umat yang bijaksana.

Satu di antara yang dituturkan dalam buku tersebut, Dewan Pertimbangan MUI Sulsel itu Back to Mosque usainya menunaikan amanah.

“Saya bersyukur pada-Mu ya Allah karena Engkau telah menganugrahkan padaku banyak jabatan, baik di eksekutif atau pun legislatif, tetapi dari sekian banyak jabatan yang pernah diembang, maka sebagai Ketua DMI Wilayah Sulawesi Selatan paling saya syukuri dan merasa sangat terhormat, betapa tidak karena saya dapat kesempatan mengurus baitullah atau rumah Allah, sebuah kenikmatan tersendiri yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.” ujar Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sulsel itu.

Diuraikan sebuah Papapseng Bugis yang mencakup pokok sikap utama yakni: Lempué nasibawai tau’ (Kejujuran disertai dengan takut), Ada tongeng nasibawai tike’ (berkata benar disertai dengan waspada).

Serta Siri’e nasibawai getteng (siri’ disertai dengan ketegasan), Awaraningeng nasibawai cirinna (keberanian disertai dengan kasih sayang) dan Akkaleng nasibawai anyamekkininnawa (kecerdasan yang dibarengi dengan kabikan hati).

Kelima pedoman hidup yang menginternalisasi sikap dan perilaku nampaknya membentuk karakter kepemimpinan HM Amin Syam menakhodai hampir semua jenjang jabatan publik seperti sebagai Panglima Kodam Hasanuddin termasuk menjadi Ketua DPRD Sulsel.

Manifestasi seorang pemimpin yang ideal menurut Lontara’ ialah mereka yang mampu memegang teguh falsafah Sulappa’ Eppa’ yang disimbolisasi sebagai wujud kesempurnaan. Sebagaimana yang dikutip dalam Lontara’ yaitu “Iapa riala pattuppu batu narekko bolaiengngi sulappa’ eppa’ (Orang yang dapat dijadikan sebagai pemimpin adalah yang memiliki sulappa’ eppa). Falsafah seputar Sulappa’ eppa yang disinggung dalam Lontara’ dinilai menjelma dalam sosok figur Amin Syam.

Diuraikan pula, Amin Syam yang pada tahun 2003-2008 diberi kepercayaan memimpin Sulawesi Selatan tentu saja tidak terlepas dari pendidikan nilai-nilai kearifan lokalnya di lingkungan sosialnya. Beliau dikenal sebagai pribadi yang cakap, pembelajar dan gemar mencoba hal yang baru. Itu tidak terlepas dari nilai warani (berani) dan tike (waspada) yang diajarkan di lingkungan keluarganya sejak kecil.

Hal tersebut membawa sosok Amin Syam menempati berbagai karier politik yang gemilang seperti Dandim 1426 Kodam VII/Wirabuana, Pasi Ter Korem 141, Kepala Penerangan Kodam VII, Wakil Asisten Teritorial Kodam VII/Wirabuana, Bupati Enrekang (1997-2003), Ketua DPRD Sulsel (dua periode), Anggota MPR (2002) dan terakhir sebagai Gubernur Sulawesi Selatan (2003-2008).

Pengalamannya yang melejit tersebut tidak terlepas dari Sumangeq (jiwa) dan Ininnawa (tekad) yang Amin Syam miliki dalam menjalani perjuangan hidup yang senantiasa didorong oleh Siri’ Na Pessé’.

Pribadi yang memiliki Siri’ na Pessé adalah pribadi yang memiliki nyali yang besar, keberanian, tangguh, ulet daan sabar.  Dalam menghadapi persaingan hidup, diperlukan suatu  daya saing dan semangat pantang mundur dalam menghadapi berbagai bentuk hambatan dan rintangan.

Ungkapan Lontara’ berikut memberikan kesan tentang pentingnya daya saing yang kompetitif
“Aja’ mumaélo’ ribétta makkala ri cappa’ alléténgngé” (Janganlah mau didahului menginjakkan kaki di ujung titian).

Ungkapan tersebut menjadi faktor pendorong manusia Bugis seperti pada sosok Amin Syam yang berani menorehkan sebuah daya juang untuk memenangkan persaingan dan dinamika. Keadaan tersebut selaras dengan pessé’ atau solidaritas yang humanis bagaimana sesama manusia mengasihi dan mengayomi.

Amin Syam yang dibesarkan dengan  latar belakang keluarga bangsawan pada sebuah negeri yang bernama Parippung ini berhasil mewarisi darah kepemimpinan dari leluhurnya yaitu La Temmassonge’ Raja Bone ke 22. Hal tersebut bukan berarti dikonotasikan sebagai karakter politis, namun lebih pada dikenal sebagai sisi kepemimpinannya yang terinspirasi dari kisah raja-raja terdahulu yang berhasil memamukmurkan negerinya dan mensejahterkan rakyatnya berkat falsafah kepemimpinan yang senantiasa ditanamkan sejak di usia kanak-kanak.■ fir

*) Sumber: Buku HM Amin Syam Pejuang Tanpa Kenal Halte



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia