JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang bahwa hak asasi manusia (HAM) merupakan hak qodrati yang melekat pada manusia dengan dua landasan dasar yaitu al-Musawah (persamaan) dan al-Huriyyah (kebebasan).
“Hak pada setiap individu yang diberikan Allah tersebut telah ada sejak manusia dilahirkan. Karenanya MUI memandang hak qodrati yang dimiliki manusia berlandaskan pada dua prinsip yang bersandar pada nash agama,” jelas Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH. Sholahudin Al-Aiyub, Rabu (15/12).
Dalam International Webinar “on Human Rights in Various Perspectives (Islam, UDHR, and Indonesia) and the Launching of the MUI Human Rights School” tersebut, Kiai Aiyub menjelaskan kedua prinsip tersebut bersandar pada Alquran dan Hadis.
Pertama, prinsip al-Musawah yang berarti persamaan. Setiap manusia memiliki kedudukan sama dihadapan Tuhan. Prinsip tersebut berdasarkan pada penggalan firman Allah dalam surah al-Hujurat ayat 13:
… إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ…
“…Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu…”
Kedua, prinsip al-Huriyyah yang berarti kebebasan. Implementasi prinsip ini dapat dilihat dalam khutbah al-wada, yang disampaikan oleh Rasulullah di masa akhir hidup beliau.
“Berdasarkan dua prinsip di atas, MUI melihat ajaran Islam tidak hanya memberikan hak asasi individual akan tetapi memperhatikan pula hak asasi orang lain. Dalam Islam, ada hak yang bersifat fardhiyah dan huquq li ghoirihi atau hak-hak orang lain yang harus dipenuhi,” katanya.
“Karena itu, konsep Islam menjadi acuan oleh MUI, dimana yang namanya HAM harus sejalan dengan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang,” tambahnya.
Di samping itu, Kiai Aiyub menuturkan, Majelis Ulama Indonesia telah memiliki dokumen resmi yang diputuskan terkait dengan HAM.
Pertama, pada tahun 2000 di MUNAS MUI. Kedua, pada forum ijtima ulama tahun 2012 yang melibatkan keikutsertaan dari komisi fatwa seluruh Indonesia, perguruan tinggi, pesantren membahas berbagai persoalan umat salah satunya HAM.
“Di MUI, HAM tidak mutlak. Ada pembatasan yang dibolehkan secara syar’i atau undang undang. Karenanya dalam mengekspresikan HAM harus disesuaikan dengan norma dan nilai agama,” pungkasnya. (Isyatami Aulia/Angga)