Sangat disayangkan jika masing-masing pihak menafikan adanya alternatif jawaban terhadap satu persoalan, tentu kita tidak berharap semua persoalan terpuruk dalam sebuah jalan buntu, terlebih yang kita bicarakan adalah sama-sama bagaimana membangun bangsa dan negara ini.
Membangun tanpa hutang, apakah tidak mungkin?
Bagi sebagian pihak, tentu tidak terfikir alternatif lain, karena pemahaman dan metodologinya memang memilih membangun dengan mengkalkulasi penambahan modal dalam bentuk hutang, sah-sah saja, tentu dengan berkembangnya berbagai alternatif tentunya pemahaman tersebut akan mendapat reaksi yang beragam.
Ditengah-tengah sudut pandang tersebut, ekonomi islam saat ini juga berkembang, dia tidak stagnan, dimulai dari muamalah dasar antar satu pihak dengan pihak lainnya, hingga perbankan, asuransi, saat ini adalah momentum yang tepat untuk memperkenalkannya dalam tata kelola keuangan negara.
Selalu ada jalan keluar, boundary ini yang kita tetapkan, seperti menetapkan rasio hutang sehat, tidak berhutang atau menambah hutang juga seperti meletakkan angka nol pada pertumbuhan rasio hutang.
Permasalahan yang timbul dari kebijakan tersebut yang kemudian secara detail perlu dicarikan solusinya, apakah perlu melakukan re-valuasi aset, restrukturisasi hutang, dan sebagainya.
Bersiap untuk bertarung memberikan alternatif yang lebih berkeadilan dan rasional.