JAKARTA – Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI), Buya Amirsyah Tambunan, mengajak umat Islam di bulan Syawal ini untuk meneguhkan persaudaraan.
“Syawalan lebih bersifat substantif untuk meneguhkan persaudaraan berdasarkan iman dan amal soleh,”kata Sekjen MUI kepada MUIDigital, Kamis (12/5/2022).
Hal ini menurut Buya Amirsyah, juga berdasarkan Quran Surah Al-Maryam ayat 96.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا
Artinya: “Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka).”
Buya Amirsyah mengingatkan agar umat Islam senantiasa menjadikan bulan Syawal ini sebagai titik balik peningkatan ketakwaan dengan mengajarkan dan menerapkan pada keseimbangan antara hubungan manusia dan Allah SWT.
Dijelaskan Buya Amirsyah, Islam mengajarkan keseimbangan antara habluminAllah (hubungan baik dengan Allah) dan habluminannas (hubungan sesama manusia).
Buya Amirsyah memberikan contoh cara menjadi orang bertakwa dari sisi habluminannas (hubungan sesama manusia) adalah bersilaturahmi.
Buya Amirsyah menyebutkan bahwa bersilaturahmi bisa menjadi titik balik seseorang untuk bisa menjadi orang yang bertakwa.
“Sebab ketaqwaan harus berdasarkan habluminAllah dan hablumminannas,”tuturnya.
Sementara itu, pada kesempatan berbeda, Buya Amirsyah juga mengingatkan bahwa persaudaraan (ukhuwah) adalah harga mati.
Menurut Buya Amirsyah, ukhuwah harus diutamakan apa pun perbedaannya, tidak boleh ada toleransi untuk tidak melakukan persaudaraan (ukhuwah).
“(Termasuk) Pilihan politik boleh beda, tetapi ukhuwah bukan pilihan, melainkan kewajiban yg harus kita pentingkan,”ujarnya beberapa waktu yang lalu.
Buya Amirsyah menjelaskan, ukhuwah adalah kosakata atau diksi yang harus dipegang kuat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Oleh karenanya, kata dia, manusia memang masing-masing berbeda dengan memiliki kelebihan dan kelemahan.
Dengan begitu, Buya Amirsyah menegaskan, bahwa masyarakat tidak usah mempermasalahkan perbedaan dalam pilihan hidup bermasyarakat.
Hanya saja, Buya Amirsyah mengingatkan bahwa perbedaan yang tidak boleh ditoleransi adalah perbedaan yang berkaitan dengan ushuliyah (kaidah universal yang dapat diaplikasikan kepada seluruh bagian dan objeknya).
“Yang tidak boleh adalah dalam hal ushuliyah yang sengaja kita buat perbedaan-perbedaan, lalu menghasilkan penyimpangan, ini yang harus diamputasi,” jelasnya.
(Sadam Al-Ghifari/Angga)