JAKARTA — Ramadhan telah berlalu. Sebulan penuh umat Muslim berpuasa, diiringi dengan anjuran untuk mengoptimalkan ibadah lainnya di bulan mulia tersebut.
Sebagaimana kewajiban berpuasa yang telah Allah tetapkan selama Ramadhan kepada orang-orang beriman adalah agar mampu mencapai derajat taqwa yang optimal, yaitu menjadi golongan Muttaqin. Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah: 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
Karenanya, tidak berlebihan jika Abu Bakar al-Warraq al-Balkhi rahimahullah mengatakan, “Bulan Rajab merupakan bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan sebagai bulan memanen hasil tanaman.”
Selain itu, adagium lain yang dinyatakan olehnya mengenai bulan Ramadhan adalah “Bulan Rajab itu bagaikan angin, bulan Sya’ban bagaikan awan, dan bulan Ramadhan bagaikan hujan.”
Memaknai Semangat Beribadah di Bulan Syawal
Tingginya kualitas serta kuantitas ibadah yang dilakukan oleh umat Muslim selama Ramadhan, sejatinya merupakan sarana pelatihan untuk bulan-bulan setelahnya.
Waktu yang terus bergerak hingga memasuki bulan Syawal diharapkan mampu meningkatkan ibadah yang telah dilakukan selama Ramadhan. Hal ini berdasarkan derajat taqwa optimal yang dicapai setelah melakukan ibadah puasa. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surah al-Baqarah ayat 183 sebelumnya.
Mengutip pendapat Ibnu Katsir mengenai tafsir surah al-Baqarah ayat 183, bahwa kewajiban puasa pada ayat tersebut dalam konteksnya ditujukkan kepada orang mukmin.
Ibnu Katsir juga menyatakan lafazh shiyam (puasa) bermakna menahan diri dari makan-minum dan bersetubuh (jima’), serta dibarengi dengan niat ikhlas kepada Allah dengan tujuan membersihkan, menyucikan, dan memurnikan jiwa dari perbuatan yang buruk serta hina.
Konteks menahan diri di atas, berlaku pula pada bulan-bulan setelahnya. Hal ini berarti, perintah menahan diri tidak hanya berhenti di selama Ramadhan tetapi dilakukan secara terus-menerus (kontinyu, istiqomah) hingga bertemu lagi dengan Ramadhan selanjutnya.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Semangat ibadah selama Ramadhan, luntur dan menurun ketika memasuki bulan Syawal. Salah satu bukti jelas yang dapat dilihat yaitu kembali sepinya masjid-masjid dari jamaah dan tadarrus Alquran.
Hal tersebut tentu berlawanan dengan semangat bulan Syawal, dimana Islam selalu menganjurkan umatnya untuk meningkatkan kualitas diri dan amal ibadah. Firman Allah dalam surah Hud ayat 112:
فَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۗ اِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Oleh sebab itu, tempaan selama Ramadhan harus tetap dilanjutkan ketika bulan Syawal serta bulan-bulan berikutnya. Syawal merupakan bulan pertaruhan apakah berpengaruh tempaan yang dilakukan selama Ramadhan terhadap kebaikan diri seseorang di masa mendatang.
Karenanya apabila ia berhasil, dapat dipastikan tempaan selama Ramadhan berbuah seperti yang diharapkan, yaitu mencapai derajat takwa.
Ibadah yang Dapat Dilakukan selama bulan Syawal
Tidak banyak amalan khusus yang ditetapkan pada bulan Syawal dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Meskipun begitu, Allah memberikan kesempatan kepada umat Muslim melakukan puasa selama enam hari yang dikhususkan pada bulan Syawal.
Abu Ayyub Al Anshari radliallahu ‘anhu, bahwa ia telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa.” (HR. Muslim).
Ibadah sunnah mempunyai kedudukan yang berbeda dengan ibadah wajib. Namun, ibadah tersebut memiliki banyak keutamaan dan nilai pahala. Apabila dilakukan dengan ikhlas, tentu ganjaran pahala kebaikan dari Allah akan didapatkan oleh orang yang mengerjakannya.
Di samping itu, anjuran puasa sunah Senin-Kamis, puasa sunah tiga hari (al-ayyam al-bidh) pada tanggal 13, 14 dan 15 pada tiap bulan, dan beberapa puasa sunah yang lain
merupakan ibadah yang dapat dilakukan untuk mengisi semangat pada bulan Syawal.
Selain berpuasa, Rasulullah juga menganjurkan untuk melakukan shalat malam. Ibadah tersebut tentu saja tidak hanya berlaku pada bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda:
“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun malam, kemudian ia shalat dan membangunkan istrinya, jika istrinya menolak ia percikkah air ke wajahnya, dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam, kemudian ia shalat dan membangunkan suaminya, jika suaminya menolak ia percikkan air ke wajahnya.” (HR Abu Dawud).
Demikian pula dengan ibadah-ibadah lain yang dilakukan selama Ramadhan dapat dilanjutkan pada bulan-bulan setelahnya. Ibadah tersebut meliputi membaca Al-Quran, shalat malam, infaq, sedekah, dan ibadah lainnya.
Setelah berlalunya Ramadhan, muhasabah diri dan melanjutkan segala amal shaleh yang telah dilakukan merupakan hasil yang diharapkan semasa tempaan kala Ramadhan.
Selama diberi kesempatan untuk melakulan amal shaleh, pada bulan apapun itu segeralah untuk melaksanakannya. Tidak perlu menunggu Ramadhan selanjutnya untuk rutin membaca Alquran, berinfaq, dan bersedekah. Pada bulan-bulan lain pun ampunan Allah amat sangat luas bagi hamba-Nya yang ingin bertaubat dan mendekatkan diri pada-Nya.
Wallahu’alam
(Isyatami Aulia/Fakhruddin)
The post Semangat Mempertahankan Kebaikan Ramadhan di Bulan Syawal – Majelis Ulama Indonesia first appeared on Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta.