JAKARTA — Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang merupakan kelainan pada orientasi seksual menjadi sebuah gerakan yang cukup massif dilakukan oleh para pelaku dan pendukung LGBT agar dapat diterima oleh masyarakat dan negara.
Bahkan, para pelaku dan pendukung LGBT melakukan gerakan tersebut secara terang-terangan khususnya di media sosial.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan.
Dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Prof Dr Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh kala itu dijelaskan ketentuan hukum sebagai berikut:
Lesbi adalah istilah untuk aktivitas seksual yang dilakukan oleh perempuan dan perempuan.
Sedangkan Gay, adalah aktivitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan, bahwa orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan. Selain itu, orientasi seksual sesama jenis ini juga ditegaskan sebagai bentuk dari penyimpangan yang harus diluruskan.
“Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah),” tegas isi fatwa tersebut.
Selain itu, para pelaku homoseksual, baik lesbian, gay, dan biseksual dikenakan hukuman hadd dan ayau ta’zir oleh pihak yang berwenang.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash.
Sementara Ta’zir, adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri atau pihak yang berwenang menetapkan hukuman.
Pada korban dari kejahatan tersebut, para pelakunya harus dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.
Lebih lanjut, dalam fatwa tersebut menegaskan bahwa melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.
Untuk itu, dalam fatwa tersebut juga memberikan rekomendasi untuk menangani hal ini sebagaimana berikut:
Pertama, meminta Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dan pemerintah untuk segera menyusun peraturan perundang-undangan untuk tidak melegalkan keberadaan komunitas homoseksual, baik lesbi maupun gay, serta komunitas lain yang memiliki orientasi seksual menyimpang.
“Hukuman berat terhadap pelaku sodomi, lesbi, gay, serta aktivitas seks menyimpang lainnya yang dapat berfungsi sebagai zawazir dan mawani,” kata fatwa tersebut.
Dijelaskan dalam fatwa tersebut, arti dari zawazir dan mawani ini untuk membuat pelaku menjadi jera. Selain itu, orang yang belum melakukannya menjadi takut untuk melakukannya.
DPR dan pemerintah diharapkan memasukkan aktivitas seksual menyimpang ini sebagai delik umum dan merupakan kejahatan yang menodai mertabat luhur manusia.
“Melakukan pencegahan terhadap berkembangnya aktifitas seksual menyimpang di tengah masyarakat dengan sosialisasi dan rehabilitasi,” ujar fatwa tersebut.
Kedua, dalam fatwa tersebut juga merekomendasikan untuk meminta pemerintah, secara wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi para pelaku.
“Disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas,” lanjut dari point kedua rekomendasi dalam fatwa tersebut.
Ketiga, MUI meminta pemerintah secara tegas untuk tidak boleh mengakui pernikahan sesama jenis.
Terakhir dalam point keempat, pemerintah dan masyarakat diminta untuk tidak membiarkan keberadaan aktifitas homoseksual, dan orientasi seksual menyimpang ini untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
Fatwa yang berlaku sejak 31 Desember 2014 ini mengimbau kepada umat Muslim untuk bisa menyebarluaskan dan mengetahui fatwa ini.
“Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini,” penutup dari fatwa tersebut.
(Sadam Al-Ghifari/Fakhruddin)
Fatwa No. 57 2014 Ttg Lesbian, Gay, Sodomi Dan Pencabulan