All posts by Abdullah A Afifi

Melangkah Yakin Dalam Kemenangan

worshippers in mosque

☕ 𝐵𝑒𝑦 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ

Dalam menelusuri perjalanan sirah nabi ada kalanya kita terkesima dengan ujian-ujian berat yang dihadapinya. Misalkan saja cerita tentang tahun kesedihan meninggalnya Abu Thalib, kemudian tidak sampai disitu dilanjutkan dalam beberapa waktu yang berdekatan dengan meninggalnya Khadijah. Kehilangan perlindungan Bani Hasyim yang kemudian nabi meminta perlindungan ke Thaif, yang kemudian justru yang didapatkan pengusiran bahkan dikejar-kejar seperti maling ayam (kira-kira), yang kemudian bersembunyi di kebun kurma. Tapi semua ini tidak menggoyahkannya keyakinannya terhadap kebenaran,

Meyakini kebenaran tidak lah mudah, dengan segala ujian dan cobaannya. Hal yang paling berat menghadapinya adalah fitnah dan desas desus yang berbisik kemana-mana. Sekiranya hanya satu tantangan berduel tentu akan mudah diselesaikan, tetapi fitnah dan desas desus adalah hal yang sulit untuk dihadapi, sehingga Allah (swt) memberikan hukuman khusus terhadap pelakunya. Desas desus bergerak pengecut dalam kegelapan, satu-satunya cara menghadapinya adalah teguh dalam keyakinan dan kebenaran yang hakiki. Hanya dengan keyakinan seperti itu kemenangan yang hakiki bisa diraih.

Menjadi pertanyaan, darimanakah datangnya tenaga tanpa henti dan keyakinan untuk dapat seteguh para nabi dan hamba-hamba yang shalih?

Konsep kemenangan ataupun kegemilangan yang ditawarkan oleh Islam sedikit berbeda dengan apa yang secara umum masyarakat kita pahami. Kemenangan bukanlah berdiri menjadi yang pertama, menjadi tokoh, ataupun memperebutkan sesuatu, ini adalah kemenangan picisan yang hanya dikejar oleh manusia-manusia yang tidak selesai lagi dengan dunianya, seperti juga kanak-kanak yang masih suka riang bermain. Yang disebut kemenangan hakiki adalah kemenangan yang nyata berupa keridhaan Allah (swt) dan surga firdausnya.

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا ‎

لِّيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا

يَنصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, (1) supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, (2) dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak). (3)”

(QS Al-Fath : 1-3)

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah harus seperti apa dan jalan yang bagaimana yang harus ditempuh untuk memperoleh kemenangan tersebut?

Kemenangan adalah buah dari keyakinan (keimanan), usaha dan tempaan yang dialami sepanjang perjalanan. Setiap tantangan yang dihadapi, setiap rintangan yang diatasi, adalah suatu tempaan yang membuat jiwa raga menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih matang. Ini adalah proses alami yang harus dilalui oleh siapapun yang ingin mencapai kemenangan dan kesuksesan. Selain itu kemenangan juga diperoleh dari pembelajaran dan pemahaman yang kuat akan kebenaran, yang mana amal yang menghantar kan kita lebih dekat dengan kemenangan hakiki, yang mana amal yang justru menjerumuskan kita dalam kesia-siaan.

Kemenangan yang dijanjikan Allah kepada para nabi dan orang-orang shalih sebanding dengan lika-liku cobaan yang dihadapinya. Maka, kekuatan utama untuk mendapatkan kemenangan adalah kekuatan keimanan terhadap kebenaran. Kuatnya iman seseorang tercermin dari kerasnya pendirian, kuatnya kemauan, hati yang tabah dan tidak mudah menyerah. Yang kesemua itu diarahkan untuk bersandar pada kebenaran yang hakiki yang diajarkan oleh Allah dan rasul-Nya, dan tidak mudah digoyahkan oleh ambisi dan hawa nafsu duniawi.

Untuk dapat berusaha mencapai kemenangan hakiki, diperlukan keimanan dan keyakinan yang tak mudah digoyahkan. Keyakinan ini harus dipastikan berlabuh pada kebenaran dan dan juga berakar pada pemahaman yang mendalam terhadap keilmuan (agama) dan keteraturan alam semesta yang telah diciptakan oleh Tuhan. Itulah mengapa pendidikan dan menuntut ilmu menjadi sangat penting dalam membentuk dasar keyakinan tersebut. Ilmu memberikan kita peta dan arah dalam menjalani hidup; mengajarkan kita cara berpikir, bertindak, dan percaya pada proses yang dilakukan dengan cara yang benar.

اَللَّهُمَّ فَقِّنَّ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْنَّ التَّأْوِيْلَ

“Ya Allah, berilah kefahaman kepada kami dalam urusan agama dan ajarkan kami takwil (al-Quran).”

Kunci untuk menguatkan keyakinan dan keimanan ini ini adalah melalui pendekatan terhadap ilmu dengan sikap yang benar; bukan hanya sekedar mengejar pengetahuan, tapi juga berpegang teguh pada kebenaran yang di yakini dalam kehidupan sehari-hari. Hanya dengan ini teori-teori pembelajaran yang diserap oleh akal bisa menjadi sikap dan keyakinan yang kuat. Kuatnya godaan untuk berpaling pada sikap dan meremehkan cobaan hanya akan kembali pada melemahnya keyakinan kita.

Dalam setiap usaha dan proses, penting untuk selalu mengingat bahwa tidak ada yang instan. Seperti air yang menitik pelan-pelan mampu melubangi batu, begitu juga usaha yang konsisten dan keyakinan yang kuat akan membawa kita kepada kemenangan. Ini adalah proses yang membutuhkan waktu, tenaga, dan dedikasi.

Selain itu, kemenangan juga membutuhkan visi yang jelas tentang apa yang ingin dicapai. Tanpa visi, usaha yang dilakukan akan menjadi sia-sia karena tidak tentu arah yang ingin dituju. Visi akan kebenaran menjadi bintang pemandu dalam setiap langkah yang diambil, memberi motivasi untuk terus bergerak dan mempersiapkan jalan untuk melangkah kedepan.

Adapun dalam perjalanan dan proses, tidak jarang akan ada banyak menghadapi kegagalan. Namun, kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses dan pembelajaran. Dengan keyakinan yang kuat dan visi yang jelas, manusia harus bangkit dari setiap kegagalan, mengambil pelajaran dari setiap kesalahan, dan melangkah lagi dengan persiapan yang lebih matang. Berprasangka baik terhadap ujian dan cobaan untuk menempa potensi yang ada.

Maka, penting untuk selalu melakukan refleksi dan mengevaluasi diri. Melalui refleksi ini, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diperlukan, memahami apa-apa yang sudah dilakukan dengan cara yang benar ataupun apa yang dilakukan dengan cara yang salah, dan yang mana diperlukan untuk menjadi perbaikan. Hal ini menentukan langkah apa yang harus diambil selanjutnya.

Akhirnya, kemenangan adalah untuk mereka yang yakin akan kebenaran, mereka yang penuh dengan keimanan. Dengan usaha yang konsisten, keyakinan yang kuat, berpegang pada kebenaran hakiki dan pembelajaran dari setiap tempaan, apapun insyaallah bisa dilalui. Semoga Allah berikan kita hidayah menjemput kemenangan dalam jalan yang diridhai-Nya.

Donasi Dukung Kita


Jika Hanya Mengejar Ghanimah

wrecked ship

☕ 𝐵𝑒𝑦 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ

Sejarah, dalam lembarannya yang tak terhitung, sering kali menuliskan kisah-kisah tentang bagaimana keunggulan moral dan integritas mengatasi kekuatan fisik. Salah satu cerita paling ikonik adalah tentang Daud, pemuda yang dengan keberaniannya berhasil mengalahkan Jalut, seorang raksasa yang ambisius dan serakah. Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa keberanian dan kepercayaan diri, dikombinasikan dengan tujuan yang benar, dapat mengatasi rintangan terbesar sekalipun.

Sejarah juga memberi kita pelajaran melalui kisah Musa dan Firaun. Musa, dengan keteguhan hati dan kepercayaan kepada kebenaran, memimpin rakyatnya melintasi tantangan yang tampaknya mustahil. Sementara Firaun, dengan semua kekuasaan dan ambisinya, mengejar hingga akhirnya tenggelam dalam Laut Merah. Kisah ini menggarisbawahi bahwa keangkuhan dan pengejaran buta terhadap kekuasaan sering kali mengarah pada kehancuran diri.

Dalam konteks yang berbeda, sejarah juga mencatat kekalahan pasukan Muslim dalam Pertempuran Uhud, yang diakibatkan oleh ketertarikan mereka pada harta rampasan perang (ghanimah). Saat kemenangan tampak sudah di tangan, sebagian dari mereka tergoda oleh keuntungan materi dan mulai memperebutkannya. Akibatnya, mereka mengalami kekalahan yang pahit yang menyesakkan, sebuah pelajaran berharga tentang bagaimana ketamakan (iming-iming terhadap ghanimah) dapat mengaburkan penilaian dan merusak komitmen.

Kisah-kisah ini, meskipun terjadi dalam berbagai konteks dan zaman, menyampaikan tema yang sama: bahwa kegemilangan diraih dengan berpegang teguh pada prinsip dan nilai yang benar, dan tidak tergoda dengan hasil dari apa yang didapat seperti harta ataupun kuasa. Dalam setiap kasus, tujuan yang difokuskan untuk meraih rampasan (ghanimah), bukan pada kekuatan moral, bukan integritas pada keadilan, bukan pula keyakinan pada kebenaran, ataupun komitmen terhadap nilai-nilai etis, hal itu tidak akan bernilai besar, bahkan justru akan memberikan rasa kalah walaupun secara fisik memiliki kemenangan.

Jika hidup hanya mengejar ghanimah maka tak ubahnya kita seperti anjing ataupun binatang liar yang mengklaim kawasan ketika kemenangan. Kelebihan manusia adalah dalam hal akal, integritas, mengajak dalam kebaikan dan mampu membedakan haq dan bathil. Kisah-kisah diatas hakikatnya adalah mengajarkan kepada kita bahwa menang dan kalah haruslah memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekedar merebut dan mendapatkan kelebihan akibat dari kemenangan tersebut.

Di dalam dunia yang sering kali terlihat sebagai arena persaingan menang kalah bahkan tanpa batas, kita mudah untuk terjebak dalam perburuan tanpa henti untuk keuntungan dan keunggulan. Namun, manusia sejatinya dilengkapi dengan tujuan dan prinsip yang lebih tinggi daripada sekedar menjadi pemain yang liar dalam perebutan segala yang terlihat menguntungkan dan dapat diraih.

Bumi Eropa yang dikenal sebagai negeri syuhada para pejuang Andalusia menyimpan satu cerita bagaimana ghanimah yang banyak memperlambat gerak para pejuang dan kehilangannya mengakibatkan padamnya semangat perjuangan yang tulus. Ghanimah adalah godaaan, dan siapa yang terlena telah memberikan luka dan sifat kerdil pada hatinya. Tidak akan mungkin integritas dan api perjuangan dapat bersemanyam di hati yang kerdil.

Ketika hidup hanya difokuskan pada mengejar ghanimah, entah itu berupa kekuasaan atau pun harta, kehilangan rasa syukur menjadi konsekuensi yang sangat tidak terhindarkan. Rasa lapar untuk menguasai untuk mendapatkan lebih banyak harta rampasan membutakan kita dari menghargai apa yang sudah didapatkan secara halal dan dengan kerja keras. Bahkan lebih ironinya bahwa ghanimah yang kita incar bukanlah bukti dari apa-apa yang kita coba usahakan dengan kerja keras selama ini.

Walaupun Islam menghalalkan ghanimah, Islam juga memiliki tuntunan dan peringatan untuk berhati-hati terhadap ghanimah. Sekiranya zakat berjumlah 2,5% untuk harta yang kita usahakan, sedangkan ghanimah dituntut sebanyak 20%, jauh lebih banyak dari zakat. Filosofi ini seperti zakat pertanian sebesar 5% untuk hasil pertanian yang diusahakan dan 10% untuk hasil pertanian yang dibiarkan begitu saja. Hal ini mengingatkan kita harta-harta yang diperoleh hanya dengan goyang-goyang kaki memiliki kewajiban yang dituntut oleh Allah. Karena sekiranya adanya hal tersebut adalah akibat dari apa yang dikehendaki oleh Allah bukan dari apa-apa yang terasa kita usahakan.

“Dan ketahuilah, bahawa apa sahaja yang kamu dapati sebagai harta rampasan perang, maka sesungguhnya satu perlimanya (dibahagikan) untuk (jalan) Allah, dan untuk RasulNya, dan untuk kerabat (Rasulullah), dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ibnus-sabil (orang musafir Yang keputusan)…”

(QS Al-Anfal : 41)

Dalam usaha yang tidak kenal lelah untuk meraih kemakmuran yang melimpah, banyak yang tergelincir jauh dari jalur yang benar jika tidak berhati-hati memperolehnya dalam tuntunan agama. Berapa banyak yang bekerja dan mengabdi, misalnya, yang berakhir dengan penyesalan karena tergiur oleh kemudahan-kemudahan yang seharusnya menjadi larangan? Gaji dan penghargaan atas pengabdian mereka seolah-olah tidak lagi memuaskan, sehingga mereka terdorong untuk mengambil lebih, berkhianat hingga menerima suap atas pekerjaan yang sejatinya merupakan kewajiban mereka. Fenomena akhir zaman ini adalah hal yang saat ini nampak terlihat umum dimana-mana, di contohkan oleh yang tua dan ditiru oleh yang muda. Betapa pongahnya kita dengan harta dan kuasa ghanimah yang melenakan, terlebih lagi didapatkan dengan cara yang salah.

Dr Isra Ahmadsyah menginspirasi penulis dalam tulisannya dalam harian Aceh yang berjudul “Ketika Amanah Dianggap Ghanimah” menguraikan bagaimana amanah pada saat ini yang melekat kepada abdi negara, pemerintah, swasta dan masyarakat secara umum dianggap sebagaimana ghanimah. Seolah-olah kemenangan dalam mencapai karir, posisi, kontestasi politik dan persaingan telah memberikan kita hak mutlak terhadap posisi dan kuasa tersebut. Menjadikan kita boleh melakukan dan menguasai apa saja dengan cara apa saja, tanpa mempertimbangkan amanah dan ada kewajiban yang ternodai.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.

(QS. Al-Anfal : 27)

Hal ini menunjukkan sebuah ironi yang menyedihkan tentang kondisi etika moral kemanusiaan kita: ketika pencapaian dan akumulasi kekayaan dianggap sebagai ukuran utama tentang kesuksesan. Kita kehilangan pandangan terhadap nilai-nilai yang seharusnya membimbing tindakan kita. Kita menjadi buta terhadap dampak jangka panjang dari tindakan kita, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap masyarakat sekitar. Kita tidak tahu kapan menarik rem tangan untuk mengendalikan diri kita dari godaan kekuasaan dan harta ghanimah.

Integritas dan idealisme seharusnya menjadi kompas yang mengarahkan kita dalam mengambil setiap keputusan. Sejarah telah menunjukkan bahwa hanya melalui pemeliharaan nilai-nilai ini, individu dan masyarakat dapat mencapai kemajuan yang berkelanjutan dan bermakna menciptakan peradaban yang madani dan penuh hikmah. Masyarakat yang beradab lebih tertata, dan akan mudah berkembang untuk mencapai kemakmuran.

“Dari agitasi menuju terorganisir, dengan pendidikan”

(Bung Hatta)

Kehidupan yang difokuskan pada mengejar ghanimah sering kali mengarah pada hancurnya spiritual dan kehancuran moral yang kasat mata, walaupun secara fisik harfiah kita terlihat bermarwah. Kesenangan dan kekayaan yang disandarkan hanya bermodal ghanimah tidak akan pernah bisa memberikan kepuasan sejati. Alih-alih, hal tersebut hanya menambah berat beban jiwa, menghitamkan hati yang sejatinya tengah dipersiapkan untuk akhir yang baik. Menghilangkan tujuan dan cita-cita yang luhur.

Untuk meraih dan memperbaiki hal ini, kita harus kembali pada dasar-dasar, mengingat kembali nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh agama untuk membimbing kehidupan kita. Bekal yang paling berharga ditinggalkan orang tua dan guru-guru kita adalah bekal kefahaman dalam agama. Lapar bisa tahan, haus dahaga bisa ditunda, tetapi tidak khianat dalam amanah ataupun menyalahi tuntunan agama. Kesalah yang merupakan satu kesalahan yang sia-sia di dunia dan akhirat. Tidak bersandar pada ghanimah adalah tentang membangun karakter yang kuat dan memiliki nilai-nilai yang luhur.

Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memilih jalannya sendiri, untuk menentukan apa dan bagaimana jalan hidupnya. Kita mudah untuk melupakan bahwa apa yang kita tinggalkan di dunia ini bukanlah sekedar harta yang kita kumpulkan, tetapi juga jejak yang kita ciptakan melalui tindakan dan keputusan kita. Warisan yang paling berharga adalah teladan integritas dan idealisme yang kita tunjukkan kepada generasi yang akan datang, bukan sebaliknya.

Akhirnya, jika hidup hanya mengejar ghanimah, kita akan menemukan bahwa pada akhirnya, itu adalah perjalanan yang kosong, tanpa tujuan dan tidak memberikan nilai tambah dari keberadaan kita. Kekayaan sejati terletak dalam hasil usaha dari keringat dalam mencapai dan menjalani kehidupan yang bermakna. Integritas dan idealisme menjadi pemandu kita dalam setiap langkah. Semoga Allah berkenan menjadikan lelah kita menjadi lillah yang bermakna ibadah.

Donasi Dukung Kita


Sekiranya Dunia Perlu Diperebutkan

photography of people in the market place

☕ 𝐵𝑒𝑦 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ

Kehidupan di dunia ini sejatinya adalah serangkaian ujian dan cobaan yang untuk menguji sejauh mana keyakinan yang kita pegang teguh, amal yang kita lakukan dan upaya pembuktian dari keyakinan tersebut. Hal semua ini juga harus diikuti oleh kemauan kita untuk terus belajar memperbaiki diri mempelajari agama dalam konteks memaknai proses penciptaan dan keyakinan adanya tuhan yang menguasai alam ini. Dalam kaca mata ini, dunia bukanlah tujuan akhir, melainkan satu-satunya jalan yang harus dilalui untuk mempersiapkan bekal bagi kehidupan akhirat yang kekal.

Berapa banyak raja-raja tumbang tanpa membawa kononnya kemegahan yang dibuatnya, berapa banyak ambisi-ambisi karam karena tidak datang dari kepahaman terhadap ushul yang hanif, dan berapa banyak kedzaliman dimusnahkan karena berlawanan keadilan. Dinasti-dinasti, bangsa-bangsa, dan berbilang kaum dipergantikan bergiliran karena tidak mampu memanggul amanah untuk berbuat benar, mencegah kemungkaran dan berlaku adil.

Dalam berjuang di dunia, sebaiknya kita memahami bahwa apa yang diperebutkan bukanlah kemewahan ataupun keberhasilan duniawi yang fana, akan tetapi kesempatan untuk melakukan kewajiban ataupun menunaikan amanah yang telah diberikan kepada kita. Masing-masing kita berjalan menurut kadar dan ukurannya. Suami yang menjaga keluarganya, istri yang menjaga harta suaminya, anak yang taat pada orang tuanya. Ada juga di dalam tatanan sosial yang lebih besar seperti pemimpin yang menjaga rakyatnya, pengikut yang taat pada pemimpinnya dan rakyat umum yang taat pada aturan pada negeri yang didiaminya. Kesemua itu dirangkum dalam bingkai ketaatan seorang hamba pada tuhannya. Ketaatan ini adalah upaya untuk mendapatkan ridha tuhan, yang merupakan tujuan yang bahkan lebih utama dari makna kehidupan duniawi yang sementara ini.

Persaingan dalam kehidupan ini, jika dipandang dari lensa yang benar yang disampaikan oleh nabi dan rasulnya, difokuskan pada bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas ibadah dan amal kita dalam kerangka personal, memperjuangkan kebenaran dan mencegah kemunkaran dalam tatanan sosial yang lebih besar. Bukan tentang siapa yang memiliki lebih banyak, tapi tentang siapa yang bisa memberi lebih banyak, siapa yang bisa berbuat lebih banyak kebaikan dan siapa yang paling taat dalam menjalankan perintah-Nya dalam syariat yang diturunkan. Setiap umat di dunia ini yang mengaku beragama dan bernabi telah diberikan tuntunan syariat sesuai dengan zaman dan keadaannya.

“… maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah Allah pinjaman dengan pinjaman yang baik.”

(QS Al-Muzammil : 20)

Kehidupan dunia ini sering kali dipenuhi dengan godaan dan distraksi yang mengarahkan perhatian kita jauh dari tujuan sejati kita. Terlebih lagi sebagai secara naluri kita sebagai manusia memang menyukai pencapaian dan kegemilangan. Pada umumnya sebagai manusia untuk menjaga kepercayaan diri perlu memotivasi dengan pencapaian-pencapaian yang baik. Namun perlu disadari juga, dengan memahami bahwa setiap detik di dunia adalah kesempatan untuk berinvestasi dalam kehidupan akhirat, kita bisa lebih fokus pada apa yang benar-benar penting untuk kita capai dalam hidup di dunia.

Persaingan-saingan yang hanya mengedepankan ambisi yang kemudian melanggar syariatnya adalah satu kesia-siaan. Mengambil kekuasaan dan tidak mau bertanggung jawab atas konsekuensinya malah justru mengantarkan kita ke ancaman yang lebih besar yakni kedzaliman dan kecurangan. Harta dan marwah seseorang telah ditegaskan haramnya oleh nabi Muhammad pada haji wada kecuali dengan cara yang halal seperti perjanjian ataupun jual beli.

“Ujian harta dan kekayaan bagi yang kaya adalah riba, bagi yang mampu adalah berlaku curang dan bagi yang tidak memilikinya adalah mencuri.”

(Bey Abdullah)

Amal-amal yang kita buktikan dalam kehidupan dunia ini menjadi saksi atas keyakinan yang kita pegang. Setiap perbuatan baik, tidak peduli seberapa kecil, merupakan langkah menuju pencapaian ridha ilahi dan sukses di kehidupan yang kekal. Dalam upaya untuk mencapai tujuan ini, pemahaman agama memegang peranan yang sangat penting. Pemahaman agama juga harus diikuti oleh keyakinan yang kuat, karena ujian dan cobaan memiliki banyak bentuk dan beragam. Banyak yang paham dan lancar dalam agama tetapi tidak mampu merealisasikannya dalam keseharian, dalam muamalah transaksi halal dan haram seringnya.

Sekiranya dunia perlu diperebutkan maka perkara yang diperebutkan tersebut harus dapat memberikan faedah yang senilai. Apakah pekerjaan tersebut halal, apakah memberikan nilai tambah dalam ketaatan kita kepada Allah, apakah memberikan manfaat kepada situasi yang dhaif, dan apakah tidak menghalangi kita dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Ketika semua itu terjawab, maka artinya perkara tersebut bukanlah perkara yang akan sia-sia, ataupun menjadi istidraj kepada kita (ujian kesenangan).

Menuntut ilmu agama adalah fardhu ain bagi setiap manusia, untuk mengetahui siapa tuhannya dan syariat yang dibebankan kepadanya. Ketidakpahaman agama bukanlah menjadi aib, tetapi pengabaiannya akan berakibat fatal pada hidup kita. Seberapa banyak di akhir hidup seseorang terjebak dalam ambisi dan kesenangan dalam dunia. Berapa banyak perkara yang kemudian tidak difikirkan secara matang mendatangkan kedzaliman dan kerugian dalam akhirat kita. Semua ini bisa dihindari dengan pemahaman agama yang hanif.

Sekiranya dunia ini perlu diperebutkan, maka itu adalah dalam konteks berlomba-lomba dalam kebaikan, memperjuangkan keadilan, dan berusaha keras dalam mencapai ridha Ilahi. Memang kekayaan itu penting tetapi tidaklah penting kecuali yang memberikan manfaat, dan memang kedudukan itu penting tetapi tidak lah penting kecuali yang dapat menciptakan keadilan. Semoga kita diberikan kemudahan menghadapi dunia.

Donasi Dukung Kita


Merambah Jalan Yang Baru

green forest with felled trees

☕ 𝐵𝑒𝑦 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ

Siapa yang pada akhirnya tidak kenal dengan seseorang yang dikenal dari sikap dan kata-kata yang penuh fitnah dan cacian. Walaupun kedudukan yang dipandang tinggi diantara masyarakat, anak orang besar, memiliki harta yang cukup. Sifatnya yang suka memfitnah, dan melakukan hasutan tidak mencerminkan apa yang sepatutnya keluar dari dirinya itu. Kesemua itu dilakukannya secara diam-diam supaya tidak terciprat muka sendiri. Orang-orang seperti ini membesar dengan egonya dan para ‘alim menyebutkan mereka ini banyak melakukan perkara fasiq (merusak) karena ego dan ambisinya, dibandingkan mendatangkan kebaikan.

Seseorang ini kemudian diabadikan oleh Allah dalam Al-Quran didalam surat Al-Masad. Al-Quran menyebut seseorang ini sebagai pembawa kayu bakar, yang memiliki makna secara harfiah dan juga majas. Ya, dialah yang sembunyi tangan adalah bibi dari pada nabi Muhammad saw. Lebih jauh lagi bersama suaminya Abu Lahab yang merupakan paman dari Muhammad, mereka menggugat amanah yang diberikan kepada nabi, dan mengatakan sepatutnya Abu Lahab lah yang lebih berhak untuk mendapatkan amanah tersebut. Abu Lahab ditutupi oleh ambisinya mengklaim dirinya adalah tokoh nasional, yang tertua dari anak-anak Abdul Muthalib, sehingga dialah yang berhak dibandingkan keponakannya Muhammad. Dengan segala upaya mereka melakukan perkara buruk kepada nabi Muhammad saw, dari mulai mengisolasinya dari keluarga besar Abdul Muthalib, bani Hasyim, bahkan bani Quraisy.

Fitnah dan huru hara yang ditimbulkan dengan menyebarkan hasutan-hasutan kepada nabi. Atas perilaku dan hobinya ini Allah mengabadikannya dalam Al-Quran sehingga yang tua dan muda, generasi ke generasi mengenalnya dan mengambil ibrah dari ambisinya. Hasutan-hasutan ini ibarat api yang sukar dipadamkan, dan yang mengobarkan apinya adalah sang pembawa kayu bakar, yang memfitnah dan menghasut dengan kebohongan demi kebohongan. Sehingga berapa banyak masyarakat dan keluarga besarnya yang terperdaya, fitnah berserakan dan masyarakat kehilangan berita yang dapat dipercaya. Sejarah sirah nabi kita lah yang mengatakan hal itu semua, hingga nabi dikucilkan dengan berbagai cara dan teror hingga puncaknya diungsikan dari masyarakatnya.

Kita tidak sedang bercerita panjang lebar bagaimana pelaku-pelaku ini mengugat amanah yang diberikan kepada nabi. Karena cerita para nabi pasti selalu penuh dengan cobaan dan penolakan dari masyarakat hingga orang terdekatnya. Hal ini bukan berarti mengabaikan dukungan dari orang-orang terdekat yang juga sebagiannya disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits. Tetapi tulisan ini ingin mencoba mengurai bagaimana sikap yang dicontohkan nabi dalam merespon tindakan-tindakan buruk yang dilakukan. Momen ini terjadi disaat yang nabi sedang berjuang dengan amanahnya dalam dakwah awal yang sangat kritis, yakni diawal-awal membangun pondasi awal dakwah Islam. Beginilah perancangan nabi memberikan teladan dalam mengambil solusi merambah jalan yang baru.

Sebagian sejarahwan tidak mengulas secara detail momentum ini, akan tetapi disinilah awal mula ketokohan itu mulai, yang tidak menamakan bani Abdul Muthalib, bani Hasyim, bani Quraisy, penduduk Arab Mekkah, karena dengan pengucilan itu hanya tertinggal nama Muhammad bin Abdullah. Dengan memegang amanah yang diberikan kepadanya, dengan dibatasinya segala gerak dan gerik oleh orang-orang yang membencinya, menyebabkan momentum baru tersebarnya dakwah Islam kepada orang-orang di luar dari keluarga besar dan kaumnya. Dari hasutan ini kita bisa melihat babak baru dakwah Islam yang kemudian membesar di luar kota Mekkah, yakni di kota Madinah.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS Al-Insyirah 5-6)

Narasi ini adalah tentang mental tersebut, merambah jalan yang baru adalah tekad yang terus dilakukan dan yakin bahwa harapan itu akan selalu ada. Ibarat air yang mengalir, apapun halangan dan rintangan, selalu ada jalan untuk keluar dan terus mengalir. Merambah jalan yang baru adalah sebuah narasi yang bertitik tolak dari sebuah eksplorasi makna bahwa mereka yang diberi amanah memiliki tekad yang tidak dapat dibendung. Sekiranya tantangan yang dekat dan sentimentil dapat dihadapi, apalagi yang tidak memiliki makna sentimentil.

Setiap perjalanan akan menghadapi berbagai halangan dan rintangan. Namun, bukan hambatan itu sendiri yang menentukan nasib dari kita masing-masing, melainkan bagaimana cara merespons dan memanfaatkannya menjadi satu landasan untuk menapak tangga yang lebih tinggi. Di balik setiap kesulitan terdapat kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan berinovasi. Ini adalah prinsip dasar dalam merambah jalan yang baru, setiap satu halangan besar dia membuka satu jalan yang baru. Sehingga semua bergantung pada cara berfikir kita dan mental yang kuat untuk melakukan semua itu.

“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

(QS. Ali Imran : 159)

Memelihara tekad dan menjaga amanah bukanlah tugas yang mudah. Ini membutuhkan komitmen untuk terus bergerak maju, bahkan ketika kondisi tampak tidak mendukung. Namun, inilah esensi dari keberanian: kemampuan untuk berdiri tegak dan melangkah maju dengan keyakinan, terlepas dari ketidakpastian yang ada. Manusia yang diberi amanah meyakini amanah yang diperolehnya adalah sesuatu hal yang berharga dan dipertanggung jawabkan kepada yang memberi amanah dan kepada Allah swt. Sedangkan manusia yang merebut amanah dengan cara yang tidak etis akan bingung kemana hendak dipertanggung jawabkan amanah tersebut, bisa jadi yang diklaim memberikannya pun tidak akan menerima klaimnya kelak di padang mahsyar.

Salah satu kunci untuk merambah jalan yang baru adalah kemampuan untuk beradaptasi dan bervisi jauh kedepan. Dunia terus berubah, dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut adalah aset yang sangat berharga. Ini berarti membuka diri terhadap ide-ide baru, perubahan rencana yang dinamis, siap untuk mengambil risiko besar yang diperhitungkan dan tetap fokus pada misi amanahnya.

Tekad kuat dan pemeliharaan amanah juga artinya mampu memberi nilai kontribusi yang terkecil sekalipun dan kolaborasi yang konstruktif. Melalui kerjasama dan saling mendukung, dapat mencapai lebih banyak tujuan. Jalan baru sering kali dibuka melalui sinergi antara berbagai pihak yang berbeda keahlian dan perspektif.

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya : Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; walaupun aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”

(QS. Al-Kahfi : 60)

Dalam setiap usaha untuk merambah jalan yang baru, penting untuk menetapkan tujuan yang jelas. Tujuan ini bukan hanya sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai panduan yang membantu kita tetap fokus dan termotivasi mengambil momentum dalam langkah-langkah yang jauh. Amanah dan tujuan adalah bintang penunjuk arah dalam perjalanan yang penuh ketidakpastian.

Ambil lah inisiatif dan sedikit proaktif dalam menciptakan kesempatan yang datang. Dengan sikap inisiatif, kita menjadi individu yang menggerakkan perubahan, bukan sekedar obyek penonton dalam cerita hidup kita sendiri. Menghadapi ketidakpastian penuh dengan risiko, sehingga akan menumbuhkan kebijaksanaan untuk mengetahui kapan harus bertahan dan kapan harus mengubah arah. Keputusan untuk berubah tidak selalu menandakan kegagalan, tetapi bisa jadi langkah strategis untuk mencapai tujuan yang lebih besar dan dicita-citakan.

Pentingnya ketahanan mental yang kuat tidak bisa diabaikan dalam merambah jalan yang baru. Ketahanan ini memberikan kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi tekanan dan kegagalan. Ini adalah modal besar yang memungkinkan seseorang dapat tetap optimis dan terus bergerak maju.

Setiap langkah dalam merambah jalan yang baru harus diiringi dengan refleksi diri. Refleksi ini memungkinkan untuk belajar dari pengalaman yang sudah dilalui, mengakui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dan terus meningkatkan diri. Ini adalah proses berkelanjutan yang menghantarkan seorang manusia pada pertumbuhan karakter dan pribadi yang tidak sentimental.

“Barang siapa yang bertekad melakukan suatu kebaikan dan belum mampu melaksanakannya maka Allah telah menulisnya sebagai satu kebaikan”

(HR. Bukhari & Muslim)

Merambah jalan yang baru adalah tentang mewujudkan harapan dan amanah. Harapan bahwa di balik setiap tantangan terdapat peluang dan jalan baru yang terbentang luas. Amanah dengan tekad yang kuat serta dilakukan dengan cara-cara yang etis dan baik, akan mendatangkan keberkahan dan kemudahan dari yang Maha Kuasa. Semoga Allah berikan kita hidayah dalam jalan yang diberkahinya.

Donasi Dukung Kita


Menghimpun Suluh Yang Padam

man wearing black jacket and brown backpack

☕ 𝐵𝑒𝑦 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ

29 Mei 1453 satu momentum tercipta, Konstantinopel menjadi Istanbul. Dari keyakinan yang kuat ditengah-tengah keraguan, dari keengganan orang-orang sekitar, sekiranya dahulu Mehmed bin Murad cepat berputus asa dan larut dengan kebimbangan yang disebarkan oleh orang-orang disekelilingnya yang larut dengan dunia, maka tidak akan ada gelar Al-Fatih dalam namanya. Kuatnya keyakinannya dipandu oleh luasnya wawasan dan pengetahuan yang ditempanya, telah menjadikannya sosoknya yang disebut dalam hadits “sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang berada dibawahnya adalah sebaik-baik pasukan”.

Ikhtiar-iktiar terus menerus adalah ikthiar untuk memperkecil potensi kemungkinan…

(Bey Abdullah)

Di dunia yang sering kali terasa berat dan penuh tantangan, mudah untuk merasa lelah dan kehilangan arah. Namun, adalah penting untuk diingat bahwa setiap manusia, tidak peduli seberapa susah keadaannya, perlu untuk berkontribusi dalam menjaga semangat melakukan kebaikan. Hanya dengan menjaga semangat ini, kita dapat memastikan bahwa dunia terus memaknai arti dari kebaikan dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi.

Setiap harinya, kita dihadapkan dengan pilihan untuk melakukan kebaikan atau berpaling dari kesempatan yang diberikan oleh Allah. Dalam momen-momen yang kecil sekalipun, keputusan kita menentukan siapa kita dan apa nilai apa yang kita pegang. Keputusan untuk membantu orang lain, untuk berbicara dengan kelembutan, untuk melakukan dengan cara yang baik, untuk tidak mengambil hak orang lain, untuk membagikan apa yang kita miliki, semuanya adalah ekspresi dari nilai-nilai kebaikan yang kita yakini.

Dalam masyarakat yang semakin individualistik, mengingatkan diri kita tentang pentingnya kebersamaan dan kepedulian, kebersamaan dan kepedulian dalam melakukan kebaikan bukan justru sebaliknya bersepakat dalam kejahatan. Namun, perlu dicatat, ketika kita memilih untuk berkontribusi pada kebaikan, kita menyalakan kembali suluh yang padam di hati orang lain dan juga diri kita sendiri. Kita mengingatkan satu sama lain bahwa kebaikan masih ada dan penting untuk terus diperjuangkan.

Melakukan kebaikan adalah satu hal, dan membina, membangun, dan memupuk bibit-bibit pelaku kebaikan adalah hal yang lainnya. Menghimpun suluh yang padam artinya menjaga setiap bibit-bibit kebaikan dan memupuk bibit-bibit tersebut supaya ketika mekar dia akan bermanfaat untuk keadaan yang lebih luas. Adakah Mehmed Al-Fatih tanpa air tangan ayahnya Sultan Murad, Ibunya Huma Hatun, guru-gurunya dan orang-orang disekelilingnya yang yakin padanya.

Pentingnya menjaga bibit-bibit pelaku kebaikan ini menjadi semakin jelas di saat-saat sulit, ibarat menghimpun suluh yang hampir padam. Ketika dunia dihadapkan pada krisis, bencana alam, atau ketidakadilan sosial, respon kita terhadap kejadian tersebut menunjukkan kekuatan sebenarnya dari kemanusiaan kita. Kita dipanggil untuk bersatu, berbagi beban, dan membantu memulihkan apa yang hilang. Krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza, bukan perang ataupun konflik, telah berkembang menjadi ladang pembantaian yang kesemua orang bingung bagaimana untuk bergerak. Disinilah bibit-bibit ini dibangun untuk menyelesaikan persoalan zamannya dengan cara zamannya.

“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.”

Memperjuangkan kebaikan sering kali membutuhkan keberanian dan pengorbanan. Ada kalanya kesah dan jerih payah harta menjadi sia-sia bahkan menjadi olok-olok. Ada kalanya berbuat baik berarti mengambil posisi yang tidak populer, berbicara melawan ketidakadilan, atau memberikan lebih dari yang kita pikir kita mampu. Namun, ini adalah saat-saat ketika kebaikan menjadi paling berarti. Disinilah lelah menjadi lilah, berhujung pahala bagi orang-orang yang sabar.

Keindahan dari berbuat baik adalah bahwa itu perbuatan baik itu menciptakan gelombang bawah sadar kebaikan. Satu tindakan kebaikan dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Seperti batu yang dilemparkan ke dalam kolam, efek dari satu tindakan dapat berdampak jauh lebih luas daripada yang bisa kita bayangkan. Disinilah kita paham arti bagaimana kebaikan yang berkah dapat menjadi shadaqah jariyah yang pahalanya berterusan.

Dalam menjaga semangat berbuat baik, kita juga harus berhati-hati untuk tidak terjebak dalam momentum negatif. Mudah untuk merasa kecewa atau sinis ketika kita melihat kebaikan yang kita lakukan tidak langsung mendapat respons positif. Namun, kebaikan bukanlah tentang hasil yang instan; kebaikan adalah tentang menanam benih yang akan bertumbuh seiring waktu.

Menghimpun suluh yang padam juga berarti terus bergerak bersama-sama dalam melakukan kebaikan, walaupun berbeda tempat dan waktu, tetapi tetap menjaga kebaikan yang tercerai berai akan ada waktunya untuk bergerak memberikan arti, selama dilakukan dengan cara yang baik dan juga dilakukan dengan penuh kesabaran.

Karena tindakan kebaikan yang dilakukan dengan cara yang salah, dengan tidak memberikan hak orang lain, dengan berjanji kemudian mengingkari, dengan berkata-kata dusta, dan jika dia memegang amanah dia khianati amanah tersebut. Hal ini tidak lain telah menjadikannya bersifat munafik bahkan cenderung zalim, yang artinya sangat jauh dari upaya melakukan kebaikan, bahkan menjadi pelaku kebaikan.

“Siapa saja menipu (berbuat curang) maka dia bukan dari golonganku.”

(HR Muslim)

Menghimpun suluh yang padam adalah perjalanan yang tidak akan pernah berakhir. Menghimpun suluh yang padam adalah tentang harapan. Harapan bahwa dengan terus berbuat baik, kita dapat mengatasi apapun yang datang menghadang. Harapan bahwa bersama, kita bisa membuat dunia yang lebih baik.

Peran utama seorang ayah dan ibu dalam mendidik anak-anaknya dengan nilai kebaikan adalah kunci dari upaya menghimpun suluh yang padam. Anak yang beradab akan mudah dididik oleh guru-guru yang terdidik, dan anak yang yang terdidik akan mudah dikordinasikan oleh para pejuang-pejuang kebaikan. Dan hanya kebaikan yang bersandar pada risalah ilahi yang akan membuat kegemilangan itu sekali lagi akan terwujud.

Menghimpun suluh yang padam bukanlah tugas yang mudah, tetapi adalah tugas yang paling berharga. Berapa banyak mereka yang tidak terkenang nama dalam perjuangan ini, berapa banyak mereka yang wafat tidak terkubur. Sekiranya pamrih dan nama menjadi tujuan, artinya kita telah tertipu oleh yang mereka yang berjuang yang menggunakannya untuk mengumpan dunia.

Perjuangan ini adalah panggilan untuk semua orang, tanpa kecuali, untuk berkontribusi dalam upaya menjaga dan menyalakan kembali semangat kebaikan di dunia ini. Karena hanya dengan cara itulah kita benar-benar dapat memaknai arti dari memperjuangkan kebaikan. Semoga kita menjadi bagian dari mereka yang berjuang dalam kebaikan.



Harapan Itu Masih Ada

close up photo of an opened religious book

☕ 𝐵𝑒𝑦 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ

Harapan itu masih ada, sebuah narasi yang selalu dimulai dari keyakinan bahwa setiap kesuksesan dimulai dari upaya memperbaiki diri, sebuah kontempelasi internal. Dalam setiap lembar sejarah yang kita balik, kita akan menemukan bahwa perubahan besar sering kali bermula dari keinginan individu-individu yang gigih untuk menjadi lebih baik. Dari keinginan itu, terciptalah gerakan, tercipta pergerakan, yang kemudian menjadi perubahan yang berdampak besar bagi banyak orang. Dan di titik inilah kita akan terus mengingat bahwa setiap manusia, tanpa terkecuali, memiliki potensi yang tak terbatas untuk menciptakan perubahan yang lebih baik.

Kebangkitan suatu bangsa dan kaum dimulai dari adanya harapan-harapan atas kebaikan. Harapan yang ditanam dalam setiap dada, yang mendorong setiap individu untuk tidak hanya memimpikan keadaan yang lebih baik, tetapi juga bergerak menapak menuju ke sana. Upaya-upaya kecil yang dilakukan setiap hari, oleh setiap individu, menjadi katalis yang pada akhirnya memberikan perubahan besar pada nasib bangsa tersebut.

Namun, berjalan menuju perubahan sudah pasti bukan lah jalan yang mudah. Ada tantangan dan hambatan yang akan selalu dihadapi. Dalam menghadapi tantangan, yang terpenting bukanlah seberapa cepat kita dapat mengatasi tantangan, tetapi seberapa konsisten dan istiqamah kita dapat bertahan dalam ujian dan cobaan di jalan kebaikan itu, dan juga tantangan yang tidak kalah beratnya adalah melaluinya dengan cara yang baik dan jujur untuk mengharap ridha Allah. Karena di sinilah, dalam konsistensi dan istiqamah itu, harapan akan terus bernafas dan berkembang.

Ketika kita berbicara tentang memperbaiki keadaan, kita berbicara tentang sebuah proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran. Proses ini tidak hanya tentang bagaimana mengubah apa yang ada di luar sana, tetapi juga tentang bagaimana mengubah diri kita sendiri. Kita harus bersedia melihat ke dalam, mengenali kekurangan dan kesalahan, dan berkomitmen untuk melakukan yang baik dan juga menjadi lebih baik.

Perubahan yang berkelanjutan datang dari pemahaman bahwa setiap tindakan kita memiliki dampak. Dengan menerima tanggung jawab ini, kita menjadi lebih sadar tentang pilihan-pilihan yang kita buat setiap hari. Pilihan untuk berbuat baik, untuk menghargai sesama, dan untuk memelihara lingkungan di sekitar kita adalah pilihan yang membentuk masa depan kita bersama.

Pada titik tertentu, kita mungkin merasa bahwa harapan adalah sesuatu yang sulit untuk dipertahankan. Di saat-saat seperti itu, penting untuk mengingat bahwa sejarah telah menunjukkan kepada kita berkali-kali: kegelapan terdalam sering kali mendahului fajar. Itulah mengapa kita tidak boleh kehilangan harapan, karena itulah yang membawa kita ke depan.

“Ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan kesulitan bersama kemudahan,”

(HR Tirmidzi)

Harapan memberi kita kekuatan untuk berdiri kembali setiap kali kita terjatuh. Ini adalah api kecil yang harus tetap dinyalakan, bahkan ketika segala sesuatu tampaknya melawan kita. Kita harus merawat api ini, memeliharanya, karena dari sinilah energi untuk terus bergerak maju berasal.

Dalam perjalanan memperbaiki diri dan bangsa, kita akan menemukan bahwa kesuksesan bukanlah tujuan akhir dari apa yang kita harapkan. Sebaliknya, kesuksesan adalah serangkaian langkah kecil yang kita perlu tempuh setiap harinya. Kesuksesan adalah sebuah milestone, catatan langkah dari upaya kita menghadapai tantangan. Setiap langkah, tidak peduli seberapa kecil, adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar menuju kebaikan dan keadilan.

Salah satu pelajaran terbesar dalam proses menjaga harapan ini adalah belajar untuk bersabar. Dalam dunia yang serba cepat ini, kesabaran menjadi semakin langka, namun semakin penting. Kesabaran mengajarkan kita untuk menunggu hasil dari usaha keras kita, untuk memahami bahwa segala sesuatu membutuhkan proses dan menunggu waktu yang tepat.

Kita juga belajar tentang pentingnya kebersamaan. Dalam perjuangan memperbaiki keadaan, kita tidak bisa berjalan sendiri. Kita membutuhkan dukungan, bantuan, dan kekuatan dari orang lain. Sahabat-sahabat yang terbaik adalah sahabat yang juga berdiri dalam misi kebaikan. Bersama, kita dapat mencapai lebih banyak daripada apa yang bisa kita lakukan sendiri.

Pendidikan memainkan peran kunci dalam membangun harapan dan mewujudkan perubahan. Melalui pendidikan, kita tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga belajar bagaimana menjadi kritis, empatik, dan inovatif. Pendidikan membekali kita dengan alat yang kita butuhkan untuk membangun masa depan yang lebih cerah. Pendidikan memberikan kita solusi untuk menghadapi tantangan dengan cara yang konstruktif, dimana tantangan tersebut adalah anak tangga untuk naik ke atas.

Selain pendidikan, teknologi juga menjadi faktor penting dalam mewujudkan harapan. Dengan kemajuan teknologi saat ini, kita memiliki lebih banyak alat dan sumber daya untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan lingkungan kita. Teknologi dapat menjadi alat yang ampuh untuk membawa perubahan positif, selama kita menggunakannya dengan bijak. Menguasai teknologi artinya mengetahui cara untuk mewujudkan harapan.

Harapan juga membutuhkan keberanian untuk berubah. Perubahan sering kali menakutkan karena akan membawa kita keluar dari zona nyaman kita. Namun, tanpa keberanian untuk menghadapi yang tidak diketahui, kita tidak akan pernah tahu seberapa jauh kita dapat pergi atau seberapa banyak yang bisa kita capai.

Kita perlu juga ingat bahwa memiliki harapan bukan berarti mengabaikan realitas yang keras atau punmenantang. Sebaliknya, memiliki harapan berarti mengakui kesulitan itu, namun tetap memilih untuk melihat adanya setitik kemungkinan dan potensi untuk perbaikan. Ini tentang seni menemukan cahaya, bahkan dalam kegelapan yang paling pekat.

Ketika kita berbagi harapan kita dengan orang lain, kita tidak hanya memperkuat harapan dalam diri kita sendiri, tetapi juga menyalakannya dalam hati mereka. Harapan dan optimisme yang ditularkan kepada orang lain adalah satu sedekah yang tidak ternilai harganya. Yang tidak jarang satu kata optimisme dari orang lain telah mampu menjadi bahan bakar bagi seseorang menempuh jalan yang jauh.

Kita juga harus belajar untuk merayakan dan mensyukuri kemenangan ataupun pencapaian yang kecil, karena ini adalah bukti nyata dari kemajuan dan usaha yang kita lakukan. Setiap langkah maju, tidak peduli seberapa kecil, adalah kemenangan dalam perjalanan memperbaiki keadaan dan harus dihargai.

Pada akhirnya, harapan itu tentang memilih untuk percaya bahwa masa depan dapat lebih baik dari masa lalu. Kontribusi kita diperlukan untuk menciptakan masa depan yang kita harapkan ini. Akhirnya semua ini tentang memilih untuk berinvestasi dalam upaya itu, baik secara pribadi maupun sebagai komunitas.

“… dan kata-kata yang baik (optimis) membuatku kagum”

HR Bukhari Muslim

Harapan itu masih ada, hidup dalam setiap tindakan kebaikan, setiap kata yang menginspirasi, dan setiap hati yang tidak menyerah. Karena selama kita terus berharap dan bertindak berdasarkan harapan tersebut, tidak ada yang benar-benar mustahil.



Sikap Ihsan Kepada Makhluk

Dari hadis Nabi SAW disampaikan;

عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

Dari Syadad bin Aus, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu, jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, dan jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang paling baik, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya serta tidak menyiksa kepada sembelihannya.” (Sahih Muslim No: 1955)

Pengajaran yang bisa diambil:

1.  Syariat Islam menuntut manusia untuk melakukan perbuatan ihsan (menyempurnakan sesuatu dengan baik) kepada setiap makhluk termasuk hewan.

2.  Islam mengajarkan tidak bolehnya kita menyiksa atau merusakkan tubuh badan sebagai sasaran dan tujuan kekerasan, kita tidak juga boleh menganiaya orang yang dihukum qishash.

3.  Jangan karena kita berbeda pandangan atau kumpulan, hal tersebut menjadikan hilangnya sifat ihsan kita terhadap orang lain.

4.  Termasuklah disebut sebagai ihsan, ketika kita juga berbuat baik terhadap hewan ternak dan mengasihinya. Kita tidak boleh membebaninya diluar kemampuannya serta tidak boleh juga menyiksa ketika menyembelihnya. Termasuk dengan menyepelekan dan merendah-rendahkan binatang saat menyembelihnya. Baik kita dan hewan beribadah dalam peran dan porsinya masing-masing.

5.  Kewajiban berbuat baik dalam membunuh ataupun mengambil nyawa musuh hendaklah dengan cara mengambil jalan yang paling ringan dan dibenarkan syariat, yakni dalam peperangan ataupun dihukum oleh pengadilan yang berwenang.

6.  Marilah kita berbuat ihsan dengan melakukan sesuatu urusan dengan menyempurnakan sebaik mungkin, bukan sekadar melepaskan batuk ditangga atau pun menzaliminya.



Urgensi Perda Perimeter Zona Bebas Rokok di Kawasan Pendidikan

Belum lama ini di Sumatera Barat lebih tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota viral video siswa (yang terlalu berumur untuk siswa SD) memaki dan membentak guru SD nya. Beberapa minggu setelah itu, kembali viral seorang guru di Jawa Barat dipukul dengan “ketapel” oleh orang tua siswa karena melarang anaknya merokok.

Kasus ketimpangan dan rasa hormat kepada penggiat pendidikan semakin berkurang, terlebih menurunnya marwah karena status “umar bakri”. Mengingat fenomena ini, perlu rasanya kita bersama-sama mempertimbangkan untuk mengemas kembali ekosistem pendidikan. Di Indonesia pengelolaan pendidikan tidak sepenuhnya dilakukan pemerintah, juga melibatkan swadaya masyarakat yang berbentuk institusi formal seperti yayasan. Pengelolaan ini selain memerlukan pendampingan dan dukungan biaya, juga diperlukan kebijakan-kebijakan yang melindungi penggiat pendidikan dari tekanan-tekanan pihak lain dalam pengelolaan.

Di sekitar penulis sendiri, walaupun tidak sampai viral, seorang guru diancam akan dilukai oleh orang tua siswa karena melarang siswa untuk pergi ke warung miliknya yang berada di sebelah dinding sekolah karena sering tertangkap siswa membeli rokok di warung tersebut. Yang lebih buruk lagi orang tua siswa pemilik warung ini menghasut anaknya untuk mengancam gurunya dengan “ladiang”. Walaupun peristiwa ini kemudian bisa dilerai, akan tetapi tindakan diluar batas etika masyarakat terhadap penggiat pendidikan harus menjadi catatan serius betapa riskannya penggiat pendidikan ketika mendidik.

Peristiwa ini tentu menjadi tamparan keras, dimana masyarakat dalam hal ini orang tua dan pemilik warung yang kita harapkan menjadi perisai bagi pendidikan, justru menjadi beban bagi dunia pendidikan. Disaat guru dan sekolah bekerja keras mendidik siswa, di sisi lain juga terdesak untuk mendidik masyarakat secara keseluruhan, sedangkan sumberdaya dan kekuatan yang serba terbatas.

Disaat-saat masih banyaknya perbaikan yang perlu dilakukan dalam dunia pendidikan, seperti biasa rutinitas pemilu “pesta rakyat” kembali datang dan akan sedikit banyaknya melupakan agenda yang sangat penting ini. Disaat ini lah perlu rasanya para calon-calon pemegang kebijakan untuk bertenggang rasa untuk berlomba-lomba menaikkan isu pendidikan, bukan justru memanfaatkan kredibilitas dunia pendidikan sebagai alat dalam berpolitik praktis.

Menteri Bpk. Muhajir menguatkan apa yang penulis sampaikan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, bahwa sebetulnya permasalahan utama pendidikan di Indonesia adalah pertumbuhan populasi penduduk yang massif dan ekonomi regional yang maish jauh dibawah UMR regional. Sektor-sektor informal tidak bertransformasi menjadi formal seperti yang diharapkan. Sehingga regional tertentu khususnya di daerah, masih dominan berharap pada anggaran APBD yang terbatas.

Jika kita bahas kedua topik ini tentunya akan sangat panjang, mari kita fokus kepada urgensi perimeter aman untuk siswa sekolah agar tidak menemukan warung yang menjual rokok ataupun produk-produk berbahaya yang mengancam perkembangan anak didik. Perimeter ini penting dikarenakan masih banyaknya warung-warung yang menjual rokok didepan sekolah. Ataupun juga perimeter ini sulit diwujudkan setidaknya, ada syarat khusus bagi warung-warung dalam perizinan yakni meletakkan informasi tidak menjaual kepada anak sekolah.

Urgensi atas perda rokok rasanya tidak berlebihan jika melihat masih rendahnya literasi dan tingginya tingkat pengangguran di Kabupaten ini dan juga pada umumnya daerah-daerah lainnya. Secara umum di beberapa kota besar lainnya dan negara-negara maju pembatasan rokok memang sebagiannya dilakukan oleh city council atau dalam hal ini pemerintah kota kabupaten. Sehingga rasanya memang tepat jika perda ini dapat disusun sebagai upaya menjaga ekosistem pendidikan.

Upaya perda rokok ini bukan berarti adanya pelarangan secara total, akan tetapi upaya melakukan penataan terhadap waktu merokok, tempat merokok dan sampah yang berserakan akibat aktifitas merokok. Beberapa kantor dan gedung yang telah melaukan penataan ini nampak lebih mampu menjaga estetika dan kedisiplinan kerja.

Perimeter yang memungkinkan bagi mendukung perkembangan ekosistem pendidikan sekurang-kurangnya minimal 500 meter untuk kawasan padat dan jika memungkinkan 1 kilometer untuk kawasan tidak padat. Kawasan tidak padat pada umumnya membolehkan siswa untuk membawa kendaraan  bermotor untuk pergi kesekolah, sehingga perimeter yang lebih luas tentu juga dperlukan.

Manfaat yang didapat dari adanya perda ini adalah guru dan siswa terlindungi dari budaya merokok yang kurang produktif dan kenakalan-kenakalan remaja yang berjangkit dari budaya merokok. Dengan adanya perlindungan terhadap dunia pendidikan, diharapkan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat tercapai. Dunia pendidikan juga tidak dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan kecil dan kedisiplinan akibat budaya ini.

Tantangan yang akan dihadapi adalah penolakan dari pemilik warung yang mungkin akan merasa dirugikan, yang sebetulnya pendapatannya dari penjualan rokok tidak terlalu signifikan. Sehingga upaya sosialisasi menciptakan standar hidup yang sehat dan produktif harus terus digalakkan, sehingga masyarakat dapat memahami usaha yang tengah dilakukan ini.

Jika sekolah sudah berusaha menjaga kondusifitas dunia pembelajaran di lingkungan sekolah. Setidaknya di luar sekolah mereka dilindungi dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung tumbuh kembangnya ekosistem pendidikan. Dengan upaya dan sinergi yang sama dilakukan antara pemerintah daerah dan ekosistem pendidikan kita harapkan terjadinya akselerasi kualitas dunia pendidikan menjadi lebih baik dan memiliki daya saing dengan kawasan-kawasan yang sudah lebih dahulu maju lainnya.



Ramadhan (28): Mengukur Ramadhan Kita

Bismillahirrahmanirrahim,

Menyoroti pentingnya nilai Ramadhan bagi kita, perlu rasanya bagaimana kita menilai sejauh mana berhasil dalam memanfaatkan bulan suci Ramadhan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan keimanan kita. Beberapa indikator dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil Ramadhan kita.

Salah satu indikator yang menunjukkan hasil Ramadhan kita adalah ketekunan dan ketawadhuan kita dalam menjalankan ibadah-ibadah sunnah, seperti salat tarawih, tahajjud, dan berdzikir. Semakin sering kita melaksanakan ibadah ini, tentu semakin baik dan puas kita dengan pencapaian Ramadhan kita. Semakin kita berharap kepada Allah atas semua hal, semakin kita merasakan cahaya-cahaya ketaqwaan mulai mengisi hati kita.

Kemajuan dalam membaca dan memahami Al-Qur’an juga menunjukkan sejauh mana kita berhasil dalam memanfaatkan Ramadhan. Bacaan yang terputus-putus, sudahkah lebih lancar kali ini. Pemaknaan yang kosong, apakah telah terisi kali ini. Menyelesaikan khatam Al-Qur’an dan merenungkan maknanya menunjukkan Ramadhan telah memberikan hasil yang positif dari ibadah kita selama bulan suci.

Derajat kedermawanan dan kepedulian kita terhadap sesama juga mencerminkan hasil Ramadhan kita. Semakin sering kita berzakat, bersedekah, dan membantu orang yang membutuhkan, semakin baik hasil yang kita peroleh selama Ramadhan. Jika menyisihkan harta itu belum dapat dilakukan, setidaknya rasa empati dan simpati sudah mulai tumbuh merambat dalam setiap niatan amal perbuatan kita. Kata-kata yang melunak, dan tegura-teguran yang lebih bersahabat menjadi upaya yang akan kita perbaiki seiring waktu.

Ketaatan dan kesungguhan dalam menjalankan puasa merupakan indikator penting dalam mengukur hasil Ramadhan kita. Menjalani puasa dengan tulus dan penuh kesabaran menunjukkan bahwa kita telah berhasil menghargai nilai Ramadhan. Adakah kita beranggapan puasa ini adalah satu beban bagi aktifitas kita, ataupun kita merasa menjadi hiperaktif dengan segala kegiatan di bulan ini, yang juga tidak memberikan nilai lebih dari upaya kita untuk bersikap pasrah dan rendah diri dengan ketidakberdayaan dan batasan-batasan yang semakin ketat selama Ramadhan ini.

Perubahan positif dalam karakter dan perilaku kita juga mencerminkan hasil Ramadhan yang kita jalani. Jika kita mampu mengendalikan hawa nafsu, menahan amarah, dan menjaga lisan, maka kita telah meraih kemajuan yang signifikan selama bulan suci. Konsistensi dalam beribadah selama Ramadhan menunjukkan hasil yang baik dalam menjalani bulan suci ini. Ketika kita tetap istiqamah dalam beribadah meskipun menghadapi tantangan, kita bisa yakin bahwa hasil Ramadhan kita sesuai dengan harapan.

Kedamaian dan ketenangan hati yang dirasakan selama Ramadhan menjadi bukti hasil ibadah kita. Ketika kita merasa lebih sabar dan tawakal dalam menghadapi kehidupan, itu menunjukkan bahwa Ramadhan telah memberikan dampak positif pada diri kita. Kepedulian kita terhadap keluarga, saudara, dan teman-teman juga menjadi indikator dalam mengukur hasil Ramadhan kita. Semakin harmonis hubungan kita dengan orang-orang di sekitar, semakin baik hasil Ramadhan yang kita raih.

Perayaan Idul Fitri pada puncaknya menjadi momen untuk menilai hasil Ramadhan kita. Kebahagiaan dan rasa syukur yang kita rasakan setelah berhasil menjalankan ibadah puasa dan amalan lainnya selama Ramadhan menunjukkan bahwa usaha keras kita dalam beribadah telah membuahkan hasil yang positif.

Mengukur hasil Ramadhan kita bukanlah tentang menghitung jumlah ibadah yang telah kita lakukan, melainkan tentang merenungi perubahan positif dalam diri kita. Semoga kita semua bisa menjadikan Ramadhan sebagai momentum untuk terus meningkatkan keimanan dan takwa kita, sehingga kita meraih hasil terbaik dari bulan suci ini dan mendapatkan keberkahan serta ampunan Allah SWT.

Wallahu’alam



Moderasi Penentuan Awal Bulan Yang Berkemajuan

Moderasi Penentuan Awal Bulan Yang Berkemajuan

Penulis termasuk yang beruntung besar ditengah-tengah buku-buku akademik milik orang tua yang memang akademisi. Perbincangan mengenai fikih bukan hal yang tabu, karena mungkin tidak sengaja diminta merapikan-rapikan tulisan pribadi dan naskah-naskah akademik rekan-rekannya.

Walaupun konsentrasi penulis di sains, nampaknya memang ada sedikit juga sedikit hasil dari didikan orang tua dan guru-guru agama yang berbekas. Insyaallah menjadi jariyah untuk para masyayikh semuanya. Alhamdulillah ada dua tulisan, semoga bisa memberikan sedikit kontribusi dalam khazanah ini.

https://osf.io/4q58m/
Panduan Ringkas Berpuasa di dalam Islam: Fiqh Puasa dan Metode Falak (Afifi Fauzi Abbas & Abdullah A Afifi)

http://pub.darulfunun.id/index.php/imam/article/view/12
Moderate Way Implementing Rukyah and Hisab to Determine A New Moon in Ramadan (Abdullah A Afifi & Afifi Fauzi Abbas)

Sejauh ini ada dua pandangan dominan tentang penentuan awal ramadhan:
1. Wujudul Hilal (Sudut 0 derajat)
2. Rukyatul Hilal (Maksimal sudut 2 derajat, yang terbaru negara Mabims per 2022 bersepakat menjadi 3 derajat)

Dengan dua metode ini sebetulnya sudah terlihat hasilnya akan berbeda. Baik metode satu dan metode dua sebetulnya valid, dan memiliki pendekatan.

Perhitungannya bagaimana? sama saja keduanya, zaman sekarang sudah banyak yang pakai aplikasi atau google. Yang berbeda adalah menyikapi hasilnya dengan menerapkan kondisi tambahan.

Sebagai orang awam (orang yang tidak memiliki otorisasi atau birokrasi terhadap kebijakan terkait) sebetulnya ada hal yang perlu dipahami sebagai tambahan, yakni terkait:

1. Perundangan pemerintah (syariah / hukum)
2. Otorisasi (orang / badan / majlis yang memberikan keputusan)

dan yang tidak kalah penting, sampai saat ini penetapan awal bulan diterapkan menggunakan konsep “wilayat al-hukm” (hukum berlaku di kawasan hukum terbatas), sebab itu diusulkan pendekatan baru yang disebut “rukyat hilal global”.

Jika mau menangkap ide ini digulirkan bukan berarti bulan terlihat di Mekkah serta merta di Indonesia juga sudah hilal. Tapi memberikan satu pendekatan kasus dimana ada satu daerah yang memiliki “wilayat al-hukm” berbeda tapi bersebelahan tapi mengikut keputusan pemerintah yang berbeda. Seperti sebagian pulau Sumatera yang memiliki lintang yang sama dengan semenanjung di Malaysia (untuk perhitungan bulan baru).

Solusinya rukyat hilal global arahnya akan menggunakan pembatasan “wilayat al-hukm” dan menggunakan referensi garis lintang dan bujur.

Contoh “wilayat al-hukm” yang sedikit sulit adalah di Indonesia yang memiliki 3 wilayah jam (WIB, WITA, WIT), yang setiap wilayah ini saja sudah melintang jauh dan berada di khatulistiwa. Yang artinya perubahan lintang beberapa derajat saja akan sangat menentukan.

Sebagai contoh waktu adzan di Kualalumpur dengan di Payakumbuh hanya terpaut beberapa menit saja, sedangkan Payakumbuh dengan Jakarta bisa terpaut hampir 30 menit. Dan yang menariknya juga, pada adzan yang bersamaan tersebut, di Kualalumpur jam 7.20 dan di Payakumbuh 6.20.

Kembali bagaimana menyikapi hal ini sebagai awam, yang termudah adalah mengikuti hukum yang berlaku di daerah domisili. Jika di Malaysia yang negara Islam keputusan akan satu walaupun tanggapan yang berbeda-beda akan ada pada sidang isbath.

Sedangkan di Indonesia yang bukan negara Islam tetapi negara Pancasila, dimana negara memfasilitasi ibadah tetapi tidak mengatur peribadatan secara mutlak, maka walaupun ada keputusan pemerintah sifatnya tidak mengikat dan ormas, kelompok, majlis, pondok pesantren, madrasah, bisa mempertimbangkan juga pandangannya sendiri jika mampu.

Tapi satu hal yang juga harus dipertimbangkan, jika menganut “wilayat al-hukm”, bukankah artinya titik prioritas pengamatan juga harus dipertimbangkan. Semakin ke barat artinya semakin valid karena melihat bayang-bayang yang datang terdahulu.

Selamat berlebaran.



Mengaca pada Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia: MAN Insan Cendekia Serpong Terbaik Nasional 2023

* Tan Abdullah A Afifi ST MT, Pimpinan PPM Perguruan Darulfunun dan juga alumni MAN Insan Cendekia Serpong angkatan ke-5, berdialog langsung dengan pak Habibie tentang pengembangan SDM Indonesia bersama ILC (IAIC Learning Center). Saat ini aktif mendorong inovasi pendidikan di Sumatera Barat, khususnya Payakumbuh dan Lima Puluh Kota.

Payakumbuh (16/04), MAN Insan Cendekia Serpong kembali menjadi peringkat pertama dari daftar 1000 sekolah terbaik versi LTMPT Kemdikbud berdasarkan nilai UTBK 2022.

Banyak orang tua yang mencari-cari pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya, tidak jarang di sekitar tahun 1980-1990 an sebagian masyarakat bahkan tidak jarang menyekolahkan anak-anaknya di sekolah terbaik di kota-kota tersebut yang tidak jarang adalah swasta kristen karena bagusnya pembelajaran di sekolah tersebut.

Sumber: https://top-1000-sekolah.ltmpt.ac.id/

Pada dasarnya orang tua ingin menjatuhkan pilihan SMA yang berbasis pendidikan Islam, tentunya orangtua berharap kelak anaknya selain pandai ilmu keduniawian juga pandai dalam ilmu keagamaan. Akan tetapi metode pembelajaran yang monoton dan kurangnya visi dalam pengembangan karir siswa yang riil menjadi salah satu keengganan orang tua untuk mengirimkan anak-anaknya ke sekolah tersebut.

Kondisi tersebut menjadikan sekolah-sekolah Islam harus berbenah cepat, walaupun memakan waktu hampir 10-20 tahun, beberapa sekolah Islam mulai bermunculan. Dimulai dari pengembangan sekolah model yang dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah di Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah. Pengembangan model sekolah ini juga adalah laboratorium pengembangan kurikulum dan metode belajar yang dilakukan oleh Fakultas Tarbiyah dari Universitas yang sama.

Walaupun begitu model pengembangan sekolah tingkat SMA masih belum memberikan hasil yang signifikan, hingga munculnya pengembangan sekolah model (magnet school) yang digagas oleh BPPT dan ICMI yang bernama SMU Insan Cendekia dibawah arahan langsung bapak BJ Habibie. Lokasi pengembangan sekolah ini berada di dua tempat, yang pertama adalah di Serpong dekat dengan Puspitek Serpong dan yang kedua adalah di Gorontalo, memanfaatkan hibah tanah dari keluarga BJ Habibie.

Angkatan pertama sekolah ini hanya berjumlah 1 kelas kurang dengan siswa dari berbagai Pondok Pesantren pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 2001 pengelolaan sekolah ini dialihkan kepada Kementerian Agama, dan kemudian menjadi MAN Insan Cendekia.

Setidaknya menurut penulis MAN Insan Cendekia telah memberikan satu revolusi besar dari sistem pengelolaan Pendidikan Islam yang didasari kepada:

  1. Sistem good governance, manajemen yang rapi
  2. Input siswa yang terselektif, kemampuan siswa yang cocok untuk sistem pembelajaran di MANIC
  3. Orang tua yang terselektif, orang tua yang percaya dan siap dengan konsekuensi pembelajaran di MANIC, termasuk dalam hal pembiayaan.
  4. Guru-guru yang siap, fokus dan berdedikasi dengan sistem pembelajaran di MANIC.
  5. Support system yang juga siap.
  6. Birokrasi yang independen, tidak mudah di intervensi oleh birokrasi walaupun dibawah kelembagan pemerintah.
  7. Fasilitas yang memadai
  8. Partisipasi kompetisi yang terselektif dan terstandarisasi tinggi
  9. Berasrama penuh, full boarding.
  10. dan lain sebagainya

Dengan pola pengembangan pembelajaran yang berasrama, kegiatan-kegiatan siswa dan guru lebih terfokus untuk mengejar visi dari sekolah, dan tidak mudah tersibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan sekolah ataupun pembelajaran. Dan yang tidak kalah penting adalah konsistensi dengan cara metode pembelajaran dan visi dari pengembangan pembelajaran.

Hasil dari pendekatan pengembangan pembelajaran MAN Insan Cendekia alhamdulillah sampai saat ini masih menjadi salah satu inspirasi bakal standarisasi pengembangan kurikulum Madrasah Nasional bersama sekolah-sekolah agama berprestasi lainnya. Tidak dipungkiri dalam kurun waktu 2 dekade belakangan ini, MAN Insan Cendekia telah menjadi model baru pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia.

Kita harapkan semakin banyak institusi-institusi pendidikan yang terinspirasi dan juga tidak kalah penting yang mampu memberikan alternatif pendidikan berkualitas kepada masyarakat, sehingga masyarakat yang maju adalah masyarakat yang beradab.

Tentunya masih banyak lagi pendekatan-pendekatan yang lebih detail yang dilakukan oleh MAN Insan Cendekia yang belum mampu penulis ulas dalam tulisan ini. Semoga dapat dilanjutkan dalam kesempatan berikutnya. Penulis juga menyampaikan takzim dengan seluruh civitas dan guru-guru di MAN Insan Cendekia yang pantang berputus asa dalam mendidik, semoga Allah beri ganjaran pahala yang berlipat ganda.



Ramadhan (22): Berharap Heningnya Malam I’tikaf

Bismillahirrahmanirrahim,

Itikaf dalam keheningan malam adalah salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh umat Islam yang bernilai Ibadah, terutama jika hal ini dilakukan pada bulan Ramadan yang mendapat keberkahan pahala berlipat ganda. Itikaf merupakan upaya untuk berdiam diri di Masjid sebagai bentuk ibadah, penghambaan kepada Allah SWT (dengan cara seolah-olah mengasingkan diri ke dalam masjid) untuk meningkatkan keimanan, khusyuk, dan ketakwaan dalam dzikir dan munajat kepada Allah.

Menjalankan itikaf di malam hari dan tetap berkomitmen bekerja di pagi hari adalah hal yang sangat menangtang. Penting untuk merencanakan jadwal yang seimbang. Hal ini penting agar kita dapat memaksimalkan manfaat itikaf dan menjaga keseimbangan kehidupan antara ibadah dan pekerjaan.

Dalam keheningan malam, seseorang bisa merasakan kedamaian dan kekuatan spiritual yang mendalam, sehingga memudahkan untuk merenungi kebesaran Allah dan memperoleh hidayah-Nya. Momentum ini adalah kesempatan berharga di malam-malam kita menanti lailatul qadar, baik di sudut kecil di rumah ataupun di masjid.

Sebelum memulai itikaf, persiapkan diri secara fisik dan mental. Pastikan tubuh kita cukup istirahat dan dalam kondisi yang baik. Sediakan pula perlengkapan ibadah seperti sajadah, Al-Quran, dan buku-buku islami lainnya yang dapat mendukung kegiatan itikaf kita. Tidak lupa persiapkan juga sedikit makanan dan minuman seperti kurma, air putih bahkan kopi.

Setelah melaksanakan shalat Isya dan shalat tarawih, kita dapat memulai itikaf. Pilih tempat yang nyaman dan tenang di dalam masjid, agar dapat berkonsentrasi dan merenung dengan baik. Berdoa kepada Allah untuk diberi kemudahan dalam menjalankan itikaf.

Dalam itikaf, gunakan waktu dengan bijak untuk melaksanakan berbagai amalan seperti membaca Al-Quran, berdzikir, dan berdoa. Jangan lupa untuk memohon ampunan atas segala dosa serta memohon perlindungan dari godaan setan yang dapat menggoda kita untuk menyerah, meninggalkan itikaf.

Membaca Al-Quran di malam dan pagi hari adalah cara yang paling efektif menjaga ritme i’tikaf dan juga sewaktu beraktifitas di siang hari. Jangan berlebih-lebihan, istirahat sebentar disaat merasa sudah terlalu lelah. Ritme dan kebiasaan i’tikaf ini insyaallah akan mampu merubah waktu tidur dan istirahat kita, sehingga setelah Ramadhan mudah bagi kita untuk terbangun di malam hari dan bermunajat kepada Allah di sepertiga malam terakhir.

Semoga dengan ketenangan dan kepasrahan diri kita berdzikir dan bermunajat dalam heningnya malam Ramadhan, mampu menjadikan diri kita berkontempelasi dan berintrospeksi betapa kecilnya kita dihadapan Allah SWT. Dan apa yang kita lakukan ini adalah upaya kita untuk mendapat ampunan dan ridha-Nya.

Wallahu’alam



Ramadhan (21): Berkah Malam-malam Terakhir

Bismillahirrahmanirrahim,

Malam-malam terakhir Ramadhan merupakan kesempatan emas yang tak ternilai harganya. 10 malam-malam terakhir pada bulan Ramadhan dimana Allah memberikan satu malam yang bernilai seribu bulan. Di saat-saat inilah berkah dan rahmat Allah melimpah ruah, menanti untuk dihantarkan kepada hamba-hamba-Nya yang dengan tulus beribadah. Sebagai umat yang beriman, kita harus memanfaatkan setiap kesempatan ini dengan penuh kegigihan, agar dapat merasakan nikmat berkah yang tak terhingga.

Mencari berkah di malam-malam terakhir Ramadhan adalah suatu keinginan dan keharusan, sebab di dalamnya terdapat malam yang penuh keagungan, Lailatul Qadar. Malam yang melebihi nilai dari seribu bulan ini, merupakan pintu menuju ampunan dosa dan ketentraman jiwa. Sebagai umat muslim, kita haruslah mencurahkan seluruh tenaga dan waktu untuk menghidupkan malam ini, bermunajat dengan ibadah yang ikhlas.

Salah satu cara mencari berkah di malam-malam terakhir Ramadhan adalah dengan memperbanyak amalan sunnah, seperti shalat tarawih, shalat tahajud, dan shalat witir. Selain itu, membaca Al-Qur’an dan berzikir menjadi sangat dianjurkan.

Memperbanyak doa dan istighfar menjadi sarana ampuh dalam mencari berkah di malam-malam terakhir Ramadhan. Dengan memohon ampunan dan mengharap rahmat Allah, kita akan merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Aisyah RA beliau bertanya kepada Nabi SAW: “Wahai Rasulullah, jika aku menjumpai satu malam merupakan lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan di malam itu? Nabi menjawab, ucapkanlah:

  اللْهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُعَنِّي

Allahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Annii…
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Zat Yang Maha Pemaaf dan Pemurah maka maafkanlah diriku” (HR. Ahmad 25384)

Salah satu yang juga dapat dilakukan adalah i’tikaf, mengasingkan diri sejenak di Masjid, atau mencari kekhusyu’an dengan beribadah di Masjid. Dengan menghabiskan waktu di masjid, kita akan lebih fokus dalam menjalankan ibadah dan merenungkan makna kehidupan. Kehidupan dunia yang fana akan terasa lebih jelas dan membuat kita lebih bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah.

Kita perlu sabar dan ikhlas dalam mencari berkah di malam-malam terakhir ramadhan, jika 2/3 ramadhan sudah kita lalui, maka ujian semengat itu adalah di 1/3 terakhir. Kita harus sabar dalam menjalani ibadah yang mungkin berat dan melelahkan, serta ikhlas dalam melaksanakannya. Hanya dengan tekad dan keikhlasan, kita akan merasakan manfaat dan keberkahan dari upaya kita menghidupkan malam-malam Ramadhan.

Mengajak dan menyamakan persepsi tentang ramadhan dan malam-malam Ramadhan dapat mempererat hubungan dengan keluarga, sehingga dapat bersama-sama mencari berkah di bulan Ramadhan dan malam-malam terakhir Ramadhan. Kita bisa menyempatkan waktu untuk bersama keluarga, saling mendoakan, dan saling mengingatkan akan pentingnya menjalani ibadah dengan sebaik-baiknya. Dalam kebersamaan tersebut, kita akan semakin merasakan merasakan kelegaan, keikhlasan, dan semoga menjadi nikmat berkah yang tak ternilai harganya.

Dengan semangat mencari berkah di malam-malam terakhir Ramadhan, semoga kita menjadi umat yang selalu mendapat petunjuk dan rahmat dari Allah. Dan selalu bersyukur dengan tantangan dan ujian yang kita hadapi sehingga akan membuat kita lebih merasakan larut dalam ibadah saling terhubung dengan aktifitas kita sehari-hari. Harapannya dari ramadhan ini kita memperoleh ampunan dari Allah SWT dan keberkahan dalam hidup, sehingga Allah senantiasa memberi ridhanya, membuka pintu rezeki dari arah yang tak terduga, dan mempermudah urusan kita di dunia dan akhirat.

Wallahu’alam



Ramadhan (20): Insan yang Berfikir

Bismillahirrahmanirrahim,

Manusia merupakan makhluk individu yang memiliki akal budi juga hati nurani. Dua hal ini adalah anugerah terbesar yang diberikan oleh Allah SWT, yang membedakan mereka dari makhluk lain di alam semesta. Akal budi yang telah dikaruniakan kepada manusia menjadi sarana utama untuk memahami, merenung, dan mengevaluasi segala hal yang ada di dunia. Melalui akal ini, manusia diberi kesempatan untuk mengenal Allah, memahami hikmah di balik ciptaan-Nya, serta menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan agama Islam.

Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berfikir dan merenung tentang penciptaan alam semesta, serta memahami hikmah dan kebijaksanaan Allah SWT di balik setiap peristiwa. Dalam Al-Qur’an, Allah berulang kali menyeru umat manusia untuk merenung dan menggunakan akal budi dalam memahami ayat-ayat-Nya.

Sebagai makhluk yang dikarunia akal, manusia dituntut untuk menggunakannya secara bijaksana dan bertanggung jawab. Dalam Islam, penggunaan akal budi sangat ditekankan, sebab dengan akal, seorang muslim dapat menggali kebenaran, memahami ajaran agama, serta mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupan. Oleh karena itu, seorang muslim sejati harus senantiasa berusaha untuk mengasah dan mengembangkan akal budi yang dimilikinya, agar menjadi insan yang benar-benar berfikir dan mampu menggapai ridha Allah SWT.

Dalam proses berfikir, manusia akan menemukan berbagai kebenaran dan hikmah yang terkandung dalam setiap ciptaan Allah dan juga takdir yang dilalui yang benuh asam dan manis. Dengan berfikir, seorang muslim mampu menilai segala tindakan dan perkataannya, membedakan antara yang hak dan yang batil, serta menghindari perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Berfikir juga menjadi anjuran bagi seorang muslim sehingga dapat selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah.

Seorang insan yang berfikir akan senantiasa mencari ilmu dan pengetahuan untuk memperdalam pemahamannya tentang kehidupan dan ajaran agama. Islam sangat mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, sebab ilmu merupakan kunci untuk membuka pintu kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan ilmu, manusia akan mampu menjalani hidup yang lebih baik dan bermakna.

Seorang muslim yang bijaksana akan menggunakan kemampuan berfikirnya untuk mengambil keputusan yang tepat, baik untuk dirinya maupun orang lain. Dalam hal ini, berfikir akan membantu seorang muslim menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama manusia dan lingkungannya, serta menciptakan kehidupan yang penuh kedamaian dan kasih sayang.

Dalam berfikir, seorang muslim harus senantiasa menjaga kebersihan hati dan jiwa. Hati yang bersih dan jiwa yang tenang akan mempengaruhi kualitas pemikiran seseorang. Seorang insan yang berfikir dengan hati yang bersih akan mampu melihat kebenaran dengan lebih jelas, dan mengambil keputusan yang bijaksana dalam mengarungi kehidupan.

Berfikir juga berperan penting dalam menghadapi cobaan dan ujian dalam kehidupan. Dengan berfikir, kita akan mampu menghadapi berbagai ujian dengan tabah dan sabar, serta menemukan solusi terbaik dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Dengan demikian, seorang insan yang berfikir akan senantiasa merasa dekat dengan Allah SWT, berikhtiar dengan serius, menerima takdir yang ditetapkan-Nya dan senantiasa menggantungkan harapannya hanya kepada-Nya.

Seorang muslim yang berfikir akan mampu memahami makna dan tujuan dari setiap ibadah yang dikerjakan. Seorang insan yang berfikir tidak menjadikan ibadah sekedar rutinitas yang menjadi ruang untuk berintrospeksi dan memperbaiki diri. Dengan demikian, ibadah yang dilakukan akan menjadi lebih khusyuk dan bermakna, serta mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan bagi pelakunya. Berfikir juga membantu seorang muslim untuk selalu menjaga kualitas amal ibadahnya, sehingga ia akan terus berusaha untuk meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Seorang insan yang berfikir akan mampu menilai dan memahami dampak dari setiap tindakan yang diambil, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, ia akan lebih bijaksana dalam bersikap dan bertindak, serta senantiasa menjaga agar tindakannya selaras dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang diajarkan Islam.

Dalam proses dakwah, berfikir menjadi penting untuk menjaga ajaran Islam, serta untuk menangkal segala bentuk pemikiran yang menyimpang dan menyesatkan. Insan yang berfikir mengambil tanggung jawab penuh atas tingkah lakunya, tidak membiarkan taklid dan kejumudan menjadi alasan atas langkah yang diambilnya. Sehingga insan yang berfikir memenuhi syarat kewajiban untuk menjadikan perbuatannya dinilai ibadah, yakni berakal.

Untuk menjadi seorang muslim yang taat dan bertaqwa, seorang insan yang berfikir akan mampu menjalani kehidupan yang lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih bermakna, serta menjadi teladan bagi umat manusia. Oleh karena itu, hendaklah kita senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang berfikir, guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Wallahu’alam



Ramadhan (19): Ilmu adalah Kunci Adab

Bismillahirrahmanirrahim,

Akhir-akhirnya kita dihadapkan dengan istilah populer “adab sebelum ilmu” sehingga seolah-olah adab dan ilmu adalah hal yang terpisah yang harus diprioritaskan satu dari yang lainnya. Tentunya pendapat ini sifatnya relatif, menarik untuk diurai dan dibahas supaya tidak terjadi pemahaman yang salah dan mematahkan semangat para pencari ilmu. Seandainya adab terpisah dari ilmu maka ilmu adalah hal kausalitas yang hanya mengandalkan hafalan dan kemampuan logis yang terukur tak bermakna. Jika dibandingkan dengan konsep pendidikan Islam yang semakin berkembang adab didapatkan ketika seorang manusia telah dididik dan disampaikan mengenai yang benar dan salah, sehingga dengan ilmu tersebut adab seorang manusia berkembang mengenai penilaian baik dan buruk.

Ilmu merupakan kunci mendapatkan adab dalam kehidupan seorang Muslim. Adab adalah hasil produk pemahaman keilmuan, karena dalam Islam tujuan puncak dari semua aktifitas adalah ketaqwaan kepada Allah SWT. Dalam ajaran Islam, ilmu dipandang sebagai salah satu aspek terpenting yang dapat membentuk karakter dan adab seseorang. Menuntut ilmu bukan hanya sekedar menambah wawasan, namun juga menanamkan nilai-nilai luhur dan membentuk pribadi yang baik. Dengan ilmu, seseorang dapat memahami hakikat hidup dan mencapai derajat kehormatan yang tinggi di sisi Allah SWT.

Ilmu adalah warisan yang sangat berharga bagi umat manusia. Rasulullah SAW bersabda:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ

“Barangsiapa yang menempuh jalan mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, agar mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan beradab.

Dalam konteks adab, ilmu memiliki peranan yang sangat vital. Adab adalah etika, sopan santun, dan perilaku yang baik, yang menjadi cerminan dari iman dan takwa seseorang. Ilmu menjadi dasar untuk membentuk adab yang baik, karena dengan ilmu, seseorang akan memahami cara berbicara, bertindak, dan bersikap yang sesuai dengan ajaran Islam. Istilah orang beradab yang kita senantiasa dengar adalah orang-orang ini adalah terpelajar.

Ilmu tidak hanya mencakup pengetahuan tentang agama, tetapi juga meliputi pengetahuan dunia. Dalam konteks ini, ilmu pengetahuan dunia juga menjadi bagian penting dalam membentuk adab seseorang, karena ilmu tersebut membantu kita memahami lingkungan sekitar, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan mengembangkan potensi diri.

Dalam menuntut ilmu, seseorang diharapkan memiliki sikap tawadhu’ atau rendah hati. Sikap ini penting karena ilmu yang didapat akan membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang lain jika digunakan dengan niat yang baik. Dengan tawadhu’, seseorang akan terbuka untuk belajar dan mengakui kekurangan diri, serta selalu merasa perlu untuk terus menambah ilmu.

Menuntut ilmu juga merupakan bagian dari ibadah. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar 39 : 9).

Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam, ilmu adalah kunci dari kefahaman dan adab kita terhadap kebenaran, sehingga menuntut ilmu merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Ilmu tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga bagi masyarakat luas. Dengan memiliki ilmu yang baik, seseorang dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan umat Islam. Ilmu dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan inovasi, dan mengembangkan kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, menuntut ilmu juga merupakan amanah yang harus diemban oleh setiap Muslim, agar mereka dapat menjadi agen perubahan yang baik dan membawa manfaat bagi banyak orang.

Ilmu juga memberikan landasan bagi seseorang untuk dapat menghargai orang lain. Dengan ilmu, kita akan memahami bahwa setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan, serta memiliki peran yang berbeda dalam kehidupan yang telah ditetapkan oelh Allah sesuai dengan ukurannya. Oleh karena itu, ilmu akan membantu kita menghormati perbedaan dan menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama, sesuai dengan adab yang diajarkan dalam Islam.

Salah satu aspek penting dalam menuntut ilmu adalah untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang Muslim yang memiliki ilmu harus menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan mereka, baik dalam ibadah, muamalah, maupun akhlak. Dengan mengamalkan ilmu, seseorang akan menjadi teladan yang baik bagi orang lain dan menunjukkan adab yang luhur.

Dengan keilmuan yang cukup maka sepatutnya seorang muslim dapat mencapai seperti yang diajarkan dalam doa nabi yakni: fiidunya hasanah wa fiilakhirati hasanah…

Selain itu, ilmu juga menjadi kunci untuk menghindari kebodohan dan kesesatan. Dalam ajaran Islam, kebodohan dan kesesatan merupakan penyebab utama kemunduran umat dan perpecahan. Dengan menuntut ilmu, seseorang akan menjadi pribadi yang cerdas dan bijaksana, sehingga mampu mengambil keputusan yang benar dan menghindari jebakan kesesatan.

Dalam kesimpulan, ilmu adalah kunci adab dalam kehidupan seorang Muslim. Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, karena ilmu akan membentuk karakter, mengembangkan potensi, serta membantu kita dalam menjalani kehidupan yang lebih baik dan beradab. Dengan ilmu, kita akan menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dekat dengan Allah SWT, serta dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan umat Islam secara keseluruhan.

Wallahu’alam



Ramadhan (18): Al-Quran Kunci Hikmah

Bismillahirrahmanirrahim,

Al-Quran, sebuah kitab hikmah yang melintasi zaman dan ruang, berbicara kepada hati dan pikiran manusia. Kitab Al-Quran merupakan wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT yang diantarkan oleh Jibril AS. Kitab ini mengandung pesan universal tentang nilai-nilai puncak etika, kebenaran, keadilan, dan kasih sayang.

Sebagai rahmat terbesar, ia membawa makna yang mendalam bagi umat manusia, mengajarkan kita tentang kehidupan yang penuh ketaatan kepada pencipta dan harmoni dengan sesama makhluk.

الر ۚ تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ

Alif laam raa. Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah. (QS. Yunus 10:1).

Mentadabburi keluasan makna dan ayat-ayat Al-Quran, kita akan merasakan gelombang kecintaan (mahabbah) dan kebijaksanaan (hikmah) yang mengalir dari setiap ayat. Proses membacanya memberikan inspirasi bagi kita untuk melangkah lebih jauh dalam menjelajahi misteri kehidupan. Dalam setiap kata yang tersusun, tersembunyi rahasia yang mendidik logika, membawa kita pada perjalanan menuju pencerahan dan mendorong kita untuk berperan untuk melakukan perbaikan, setidaknya kepada diri kita pribadi.

الر ۚ كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ

Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, (QS. Hud 11:1).

Al-Quran adalah kitab hikmah yang tiada tara, terkandung ajaran-ajaran luhur etika tentang kebaikan yang mampu mengubah dunia menjadi lebih baik. Semakin kita memahami makna di balik setiap kalimatnya, semakin kita menyadari betapa hebatnya rahmat yang diberikan-Nya kepada kita. Al-Quran adalah rahasia terbesar alam semesta yang Allah bentangkan kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertadabbur dan berfikir.

Dalam kitab hikmah ini, kita akan menemukan petunjuk tentang bagaimana mencapai kedamaian dan ketenangan batin yang hakiki. Al-Quran menunjukkan jalan menuju kebahagiaan, melalui kesadaran akan pengakuan ketuhanan kepada Allah SWT dan penerimaan terhadap takdir dan keputusan-Nya (qadha dan qadar). Dengan memahami setiap keteraturan dalam alam semesta memiliki ukuran-ukurannya masing-masing yang diciptakan oleh Allah SWT. Dengan demikian, kita akan mampu menghadapi tantangan hidup dengan penuh kepastian, percaya diri dan keteguhan hati akan optimisme dari takdir-Nya. Al-Quran berfungsi sebagai peta jalan bagi manusia, menuntun kita melalui kehidupan dengan bimbingan yang jelas dan pasti.

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS. Al-Baqarah 1:2).

Seperti matahari yang menyinari bumi, Al-Quran adalah pelita yang menerangi jalan kita, memberi kita kekuatan untuk menghadapi gelapnya dunia ini dengan cahaya keimanan. Kitab hikmah ini adalah sumber pengetahuan yang tak ada habisnya, mengajarkan kita tentang berbagai aspek kehidupan, baik spiritual maupun duniawi. Dari kisah-kisah para nabi hingga hukum-hukum alam semesta, Al-Quran memberikan wawasan yang mendalam tentang realitas yang ada di sekitar kita. Mempelajari Al-Quran bukanlah sekadar mengejar ilmu, melainkan juga merupakan cara untuk menghubungkan diri kita dengan Allah SWT, menciptakan ikatan yang abadi antara manusia sebagai makhluk dan Allah Sang Pencipta.

Dalam Al-Quran, kita akan menemukan rahmat dan keberkahan yang melimpah bagi mereka yang berusaha untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Kitab ini mengajarkan kita untuk selalu berjuang demi kebenaran, meskipun terkadang kita harus menghadapi rintangan dan kesulitan. Melalui perjuangan ini, kita akan menjadi manusia yang lebih tangguh dan tegar dalam menghadapi berbagai ujian hidup.

Salah satu rahmat kasih sayang terbesar yang Allah berikan dituliskan dalam Al-Quran kepada manusia adalah himbauan untuk selalu bertaubat dan kembali kepada jalan yang benar. Setiap ayat dalam kitab ini mengingatkan kita tentang kebesaran dan kemurahan Tuhan, yang selalu memberikan pintu maaf bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya.

Melalui ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Al-Quran, kita diajak untuk menjalin hubungan yang harmonis dan saling menghormati dengan sesama manusia, tanpa memandang perbedaan suku, ras, atau agama. Dalam Al-Quran, kita menemukan fondasi yang kokoh untuk membangun dunia yang damai, adil, dan makmur bagi semua umat manusia.

Sejak zaman dahulu, peradaban manusia telah memahami kesakralan kitab suci, termasuk Al-Quran, sebagai wahyu ilahi yang membawa pesan kebenaran dan petunjuk hidup. Kitab-kitab suci dianggap sebagai pengetahuan tertinggi yang diberikan oleh Tuhan kepada umat manusia, yang berfungsi sebagai pedoman bagi kehidupan yang harmonis dan bermakna. Oleh karena itu, banyak peradaban telah memperlakukan kitab suci dengan hormat dan penghormatan yang tinggi, menjadikannya sebagai landasan keyakinan dan kebijaksanaan spiritual.

وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ مِن كُلِّ مَثَلٍ لَّعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ 

Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (QS. Az-Zumar 39:27).

Dalam sejarah, mitos-mitos tentang kitab suci, termasuk Al-Quran, telah berkembang dan menjadi bagian dari kepercayaan dan tradisi masyarakat. Beberapa mitos yang berkembang di dalam masyarakat tanpa referensi yang shahih mengarahkan pada pengkultusan, dan pensakralan Al-Quran yang berlebihan. Tanpa upaya untuk membaca dan mentadabburi isi dan kandungan ayat-ayat didalam Al-Quran, hikmah dan keberkahan Al-Quran tidak menjadi konstruktif dan memberikan manfaat yang luas. Al-Quran adalah kitab hikmah yang didalamnya terdapat pembelajaran dari peradaban-peradaban manusia sepanjang zaman.

Peradaban manusia telah lama memahami kitab suci, seperti Al-Quran, dan mengakui peran pentingnya dalam membentuk nilai-nilai, kebijaksanaan, dan kehidupan spiritual umat manusia. Al-Quran adalah kunci hikmah yang terus menginspirasi dan membimbing jutaan manusia di seluruh dunia, menunjukkan betapa tak ternilainya Al-Quran sebagai rahmat yang Allah berikan ini bagi peradaban manusia. Tidak ada cara yang lebih baik dalam mengoptimalkan keberkahan Al-Quran selain dengan membaca dan mentadabburi isinya, supaya apa-apa yang Allah sebutkan dalam ayat-ayatnya menjadi pemahaman yang komprehensif dan kebijaksanaan bagi yang membacanya.

Wallahu’alam



Ramadhan (17): Ishlah sebagai Inspirasi Peradaban

Bismillahirrahmanirrahim,

Ishlah, yang bermakna upaya perbaikan, menjadi titik tolak penting dalam menggali potensi yang ada dalam masyarakat dan menciptakan perubahan yang konstruktif. Al-Ishlah memiliki dua makna. Makna pertama yang umum sering didengar adalah mendamaikan perselisihan sebagaimana dalam potongan surat Al-Hujurat ayat 9:

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.

Makna yang kedua adalah berbuat baik, melakukan perbaikan serta mengajak orang lain kepada kebaikan. Tak hanya itu, sebagai konsekuensi dalam melakukan perbaikan ia juga ikut berusaha untuk mencegah keburukan. Al-Ishlah adalah lawan dari kata Al-Fasad (korupsi ataupun kerusakan). Sehingga pelaku kebaikan dan yang menyeru kepadanya disebut Al-Muslih dan yang merusak disebut Al-Mufsid. Hal ini juga dapat kita jumpai dalam potongan surat Hud ayat 88:

إِنْ أُرِيدُ إِلَّا ٱلْإِصْلَـٰحَ مَا ٱسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِىٓ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Aku (Nabi Syu’aib) hanya bertujuan (malakukan) perbaikan dengan kesanggupanku. Dan tidak ada taufik (keberhasilan) bagiku, melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.

Dalam perjalanan sejarah peradaban manusia, Islah telah menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk merefleksikan dan memperbaiki diri dalam berbagai aspek kehidupan.

Sebagai individu, kita harus selalu berusaha untuk merefleksikan diri dan mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan dalam kehidupan kita. Hal ini dapat mencakup perilaku, etika, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu, kita harus berani untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam rangka mengimplementasikan perubahan yang diinginkan. Dengan begitu, langkah- perbaikan kita dapat menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitar kita untuk melakukan hal yang sama.

Selain sebagai individu, kita juga perlu berperan aktif dalam masyarakat untuk mendorong islah. Kita dapat berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan, komunitas, atau kelompok yang berfokus pada upaya islah dalam berbagai bidang. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan perubahan yang lebih signifikan dan menciptakan dampak yang lebih luas dalam masyarakat.

Dalam konteks kehidupan sosial, islah menjadi prinsip yang sangat penting untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Melalui upaya islah, individu dan kelompok diharapkan dapat saling menghargai, menjaga persatuan, dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi kehidupan bersama. Ishlah juga menjadi sarana untuk mengurangi kesenjangan sosial dan mengupayakan pemerataan kesempatan bagi setiap anggota masyarakat.

Pendidikan adalah salah satu kunci dalam mengupayakan islah (perbaikan). Islah dalam pendidikan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus mengasah kemampuan dan kecerdasan guna menjadi pribadi yang lebih baik, berkarakter dan memiliki nilai guna (value beneficial). Pendidikan adalah akses untuk mengasah dan menciptakan potensi, memberikan nilai tambah dalam setiap aktifitas yang dilakukan, khususnya aktifititas yang produktif.

Ishlah dalam pendidikan mencakup upaya untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat. Dalam konteks ini, Islah diaplikasikan melalui perbaikan kurikulum, metode pengajaran, dan fasilitas pendidikan. Ishlah dalam pendidikan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus mengasah kemampuan dan kecerdasan guna menjadi pribadi yang lebih baik dan berkarakter.

Sebagai orang tua, guru, atau anggota masyarakat, kita perlu mendukung sistem pendidikan yang berkualitas dan memastikan bahwa anak-anak dan generasi muda mendapatkan akses pendidikan yang layak. Semua usaha perbaikan ini tentu tidak mudah, akan memakan banyak tenaga, banyak fikiran, dan juga banyak biaya, inilah yang harus kita hadapi secara bersama-sama, baik melalui kontribusi aktif maupun sumbangan pikiran untuk mendukung pihak-pihak yang secara riil mengupayakan perbaikan ini.

Ishlah dalam bidang ekonomi berarti upaya untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil dan inklusif bagi seluruh anggota masyarakat. Hal ini mencakup perbaikan kebijakan fiskal, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan pengurangan ketimpangan ekonomi antara kelompok masyarakat. Ishlah dalam bidang ekonomi juga termasuk memberikan akses pemodalan, sehingga dapat bertemu antara pemilik tenaga (pekerja) dan pemilik modal (pengusaha) untuk membangun sektor produksi. Ishlah dalam ekonomi juga menjadi inspirasi bagi para pengusaha dan pekerja untuk menjalankan usaha dan pekerjaan secara etis dan bertanggung jawab.

Akhirnya, Islah sebagai upaya menginspirasi peradaban mengajarkan kita pentingnya menjaga keseimbangan dan kontinuitas perbaikan baik kemajuan materi secara fisik dan nilai-nilai moral yang semakin sesuai dengan etika Islamiyah. Dalam mengupayakan perbaikan di berbagai aspek kehidupan, kita harus tetap menjunjung visi jauh kedepan demi kemaslahatan umat manusia, fiiddunya wal akhirat (dunia dan akhirat). Dengan demikian, perbaikan-perbaikan yang kita lakukan kita dapat menginpirasikan dan menciptakan peradaban yang sejahtera, adil, dan harmonis bagi seluruh umat manusia.

Wallahu’alam



Sumatera Barat Perlu Membangun Industri Manufaktur

person using forklift

Pembangunan manufaktur di Sumatera Barat merupakan langkah strategis yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan infrastruktur di Indonesia telah menjadi fokus utama pemerintah. Namun, pembangunan infrastruktur saja tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pengembangan industri manufaktur di Sumatera Barat sangat perlu dilakukan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memacu pertumbuhan ekonomi.

Pada umumnya Sumatera Barat dan daerah-daerah di Indonesia tertopang oleh distribusi APBD dalam APBN. Untuk menjadi daerah yang berkembang hal ini tidak cukup, harus ada pertumbuhan dan pergerakan ekonomi secara signifikan. DI negara berkembang dan stabil pada umumnya bersandar pada industri-industri manufaktur yang padat karya dan juga memiliki nilai keberlanjutan (sustainability).

Pembangunan sustainable manufaktur di Sumatera Barat akan menciptakan bukan hanya lapangan kerja juga ekses teknologi yang bisa membantu peningkatan kualitas literasi dan teknologi di tengah-tengah masyarakat. Penyediaan lapangan kerja akan membantu mengurangi tingkat pengangguran di wilayah tersebut dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, industri manufaktur juga dapat meningkatkan keterampilan pekerja lokal melalui pelatihan dan pengembangan.

Industri Manufaktur di Sumatera Barat akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan regional. Dengan adanya industri manufaktur, nilai tambah produk lokal akan meningkat, sehingga meningkatkan daya saing produk dalam pasar domestik dan internasional. Hal ini akan berdampak positif pada peningkatan pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja lokal.

Pengembangan industri manufaktur di Sumatera Barat akan membantu mengurangi ketergantungan wilayah ini terhadap impor barang manufaktur yang umumnya datang dari daerah-daerah industri, juga barang-barang impor dari pulau di sebelah. Dengan adanya manufaktur lokal, masyarakat akan lebih mudah mengakses produk berkualitas tinggi dengan harga yang lebih terjangkau. Hal ini akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga.

Setidaknya ada beberapa tahapan pengembangan yang dapat diterapkan:

  1. Melakukan kajian terhadap sumber material, sumber daya manusia dan lokasi strategis.
  2. Kebijakan dan strategi pengembangan yang terintegrasi
  3. Meningkatkan invesitasi dalam penelitian dan inovasi
  4. Pengembangan industri pendukung
  5. Pengembangan sumber daya manusia
  6. Pengembangan ekosistem kewirausahaan sebagai feeder
  7. Penerapan green teknologi
  8. Promosi dan membangun marketing chain

Langkah pertama dalam pengembangan industri manufaktur di Sumatera Barat adalah melakukan kajian terhadap potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah ini. Hal ini penting untuk menentukan sektor manufaktur yang paling sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah tersebut.

Langkah kedua adalah menyusun kebijakan dan strategi pengembangan industri manufaktur yang komprehensif dan terintegrasi. Kebijakan ini harus mencakup berbagai aspek seperti insentif fiskal, kebijakan investasi, infrastruktur, dan pengembangan sumber daya manusia.

Langkah ketiga adalah meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) di bidang industri manufaktur. Hal ini penting untuk mendorong inovasi dan peningkatan produktivitas, sehingga produk manufaktur Sumatera Barat dapat bersaing di pasar global.

Langkah keempat adalah membangun kolaborasi antara pemerintah, industri, dan institusi akademik untuk mengembangkan klaster industri manufaktur di Sumatera Barat. Pembentukan klaster industri akan memfasilitasi jejaring dan sinergi antara perusahaan manufaktur dengan pemasok, peneliti, dan institusi pendidikan, sehingga mendorong inovasi dan efisiensi dalam proses produksi dan pengembangan produk.

Langkah kelima adalah pengembangan infrastruktur pendukung industri manufaktur, seperti jaringan transportasi, energi, dan komunikasi yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang baik akan memudahkan akses dan distribusi produk manufaktur Sumatera Barat, baik di pasar domestik maupun internasional.

Langkah keenam adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program pelatihan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan industri manufaktur. Pendidikan vokasi dan teknik harus ditingkatkan agar lulusan dapat memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri dan mampu bersaing di pasar tenaga kerja.

Langkah ketujuh adalah mendorong adanya ekosistem inovasi dan kewirausahaan di sektor manufaktur. Pemerintah perlu menyediakan dukungan seperti akses ke modal, mentorship, dan fasilitas penelitian untuk membantu pengusaha lokal dalam mengembangkan produk manufaktur yang inovatif dan berdaya saing.

Langkah kedelapan adalah penerapan teknologi ramah lingkungan dalam industri manufaktur. Penggunaan teknologi hijau akan membantu mengurangi dampak negatif industri manufaktur terhadap lingkungan dan menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, perusahaan yang menerapkan teknologi ramah lingkungan akan memiliki citra yang baik di mata konsumen dan pasar.

Langkah kesembilan adalah menggencarkan promosi produk manufaktur Sumatera Barat di pasar domestik dan internasional. Pemerintah, asosiasi industri, dan pengusaha harus bekerja sama dalam mengembangkan strategi pemasaran yang efektif untuk meningkatkan penjualan produk manufaktur Sumatera Barat dan menarik investasi asing.

Kesimpulannya, pembangunan industri manufaktur di Sumatera Barat memiliki potensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja yang lebih baik. Dengan langkah-langkah pengembangan yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi, manufaktur di Sumatera Barat dapat menjadi motor penggerak ekonomi wilayah yang inklusif dan berkelanjutan.



Ramadhan (16): Menembus Batas Potensi

Bismillahirrahmanirrahim,

Sebagai hamba Allah, kita dituntut untuk senantiasa berusaha keras, menggali dan memaksimalkan potensi, mengembangkan diri kita guna menggapai ridha Allah SWT dan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Salah satu cara efektif untuk mencapai hal ini adalah melalui bulan Ramadhan dimana didalamnya kita berpuasa, yang memiliki banyak hikmah dan keutamaan yang luar biasa.

Berpuasa di bulan Ramadhan, selain menjadi ibadah wajib yang penuh hikmah, juga memberikan kita kesempatan untuk menjalani proses transformasi rohani dan emosional. Dalam kondisi lapar dan haus, kita akan lebih mampu mengendalikan diri, menjaga lisannya, serta memperbanyak dzikir dan doa. Hal ini akan membantu kita untuk lebih mudah mengenal diri sendiri dan menggali potensi yang terpendam di dalam jiwa.

Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk senantiasa mengembangkan potensi diri dalam bidang ilmu pengetahuan. Berpuasa di bulan Ramadhan memberikan kita kesempatan untuk lebih fokus pada pembelajaran dan tadabbur ayat-ayat Al-Quran, sehingga pengetahuan yang kita peroleh disaat bulan Ramadhan akan semakin meningkat dan kita akan menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam hal ini, puasa di bulan Ramadhan menjadi salah satu bentuk ibadah yang memiliki efek positif terhadap peningkatan potensi dalam bidang pengetahuan dan pemahaman kita terhadap ayat-ayat Allah.

Setiap orang memiliki potensi yang berbeda, dan menggali serta mengoptimalkan potensi tersebut akan membawa kita menuju pribadi yang lebih baik dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Salah satu cara untuk mengembangkan potensi diri adalah berada dititik kritis secara emosional dan mental. Sehingga upaya yang kita lakukan adalah upaya untuk menyelamatkan diri dan bertahan dengan hal-hal yang prioritas. Hal ini akan memungkinkan kita untuk menghadapi berbagai aspek kehidupan dan mengambil keputusan yang bijaksana.

Mengembangkan potensi diri juga memerlukan keberanian untuk keluar dari zona nyaman dan menghadapi rintangan. Dalam proses ini, kita akan belajar untuk mengatasi ketakutan, mengendalikan emosi, dan mengambil risiko yang diperlukan. Setiap pengalaman yang kita peroleh akan menjadi pembelajaran berharga dalam memperluas wawasan dan mengasah kemampuan kita.

Dalam mengembangkan potensi diri, penting untuk menetapkan tujuan yang jelas dan realistis. Tujuan ini akan menjadi panduan dalam menjalani kehidupan dan memberikan arah bagi kita untuk terus berusaha dan berkembang. Dengan memiliki tujuan yang jelas, kita akan lebih termotivasi untuk mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri kita. Puasa di bulan Ramadhan memberikan kita situasi dalam hal itu, disaat kita dapat terlena dengan persoalan dunia, kita juga harus fokus dalam urusan yang menentukan akhirat kita.

Kemudian rasa syukur yang pantas atas nikmat yang kita peroleh akan membuat kita mampu menghargai setiap pencapaian dan kemajuan yang telah kita raih, sekaligus menyadari bahwa masih banyak hal yang perlu ditingkatkan. Sikap positif akan membuat kita lebih semangat dalam menghadapi tantangan dan lebih percaya diri dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, kita akan lebih mudah untuk mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri kita.

Ketekunan dan kedisiplinan juga diuji didalam bulan Ramadhan yang merupakan kunci penting dalam mengembangkan potensi diri. Kita harus konsisten dalam melaksanakan rencana dan menjalani proses pembelajaran serta pengembangan diri. Ingatlah bahwa kesuksesan tidak akan datang dengan mudah, dan kita perlu bekerja keras untuk mencapai potensi terbaik yang kita miliki. Upaya ketekunan dan kedisiplinan kita akan diuji dalam kondisi yang kritis secara emosional dan psikis.

Melalui ibadah dan amalan yang kita biasakan disaat bulan Ramadhan dan kemudian di bulan-bulan berikutnya, kita akan memiliki kekuatan spiritual yang membantu kita dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Berdoa dan memohon petunjuk dari Allah SWT akan membantu kita dalam mengambil keputusan yang tepat dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik.

Jangan pernah takut untuk gagal dan teruslah belajar dari setiap kesalahan. Keputusan yang diambil disaat kondisi keterbatasan adalah keputusan yang dihadapkan kepada upaya bertahan sehingga kesalahan yang terjadi dalam setiap keputusan merupakan bagian dari proses pembelajaran dalam mengembangkan potensi diri. Dengan menerima, memahami dan bertanggung jawab terhadap kesalahan tersebut, kita akan lebih mudah untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan menjadi lebih baik dalam menghadapi tantangan di masa depan.

Dengan ini semua kita akan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri kita. Proses ini tentu memerlukan waktu, usaha, dan ketekunan, seperti bulan berpuasa di bulan Ramadhan yang menguji kita tahap demi tahap, dengan segala urusan emosional dan psikis. Namun pada akhirnya hasilnya akan sangat berharga bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat, sebagaimana bulan Ramadhan di akhiri dengan kemenangan, itulah arti dari Iedul Fitri. Semoga kita selalu diberikan keberkahan, hidayah, dan kekuatan dalam mengembangkan potensi diri sebagai umat Islam yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Wallahu’alam



Ramadhan (15): Menjaga Ghirah Ramadhan

Bismillahirrahmanirrahim,

Minggu ini kita sudah menjalani minggu kedua di bulan Ramadhan, menjadi satu pencapaian yang baik jika kita mampu menghasilkan sesuatu capaian yang signifikan. Menjaga ghirah Ramadhan adalah suatu upaya yang sangat penting. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah, di mana umat Islam berlomba-lomba untuk meningkatkan amal ibadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan memperbaiki diri secara keseluruhan. Sangatlah penting untuk memastikan bahwa kita bisa meraih pahala maksimal dari bulan suci ini.

Ramadhan adalah bulan puasa, bulan penghematan bagi diri kita dan juga orang-orang sekeliling kita, bulan menahan diri dari hal-hal yang berlebihan. Jika betul kita menahan lapar dan haus tentu akan ada penghematan. Penghematan ini mencakup pengurangan konsumsi makanan, minuman, dan kebutuhan dunia lainnya. Patut kita bertanya kepada diri kita apakah dari hari-hari Ramadhan yang kita lalui hal ini sudah nampak hasilnya? ataukah justru yang terjadi adalah sebaliknya, pengeluaran pribadi kita semakin membengkak, semakin habis untuk makan. Sungguh ironi di bulan Puasa makan justru kita tidak dapat menahan diri untuk berhemat dalam pemakanan. Jika berhemat makan saja kita gagal bagaimana kita dapat lebih fokus pada ibadah dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Mari kita sama-sama mengintrospeksi diri dalam menjaga ghirah Ramadhan.

Al-Quran yang sudah terbaca selama Ramadhan merupakan salah satu ibadah yang utama di bulan Ramadhan. Ramadhan adalah bulan Al-Quran, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan adalah yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).

Dengan membaca Al-Quran, kita tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga memahami petunjuk hidup yang Allah berikan kepada kita. Oleh karena itu, menjaga ghirah Ramadhan juga berarti memastikan bahwa kita konsisten dalam membaca Al-Quran selama bulan suci ini. Pencapaian kita dalam membaca dan mentadabburi Al-Quran adalah pencapaian Ramadhan kita. Mengupayakan setiap harinya membaca Al-Quran artinya mengupayakan setiap harinya kita mendapat hidayah, ide dan gagasan tentang kebaikan.

Amal ibadah yang sudah dilakukan selama Ramadhan menunjukkan betapa pentingnya ghirah Ramadhan terjaga. Selain puasa, kita juga dianjurkan untuk melaksanakan shalat tarawih, qiyamul lail, dan ibadah sunnah lainnya yang bisa mendekatkan kita kepada Allah SWT. Kedekatan ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan diri kita untuk kemudian melakukan hal-hal yang benar, dan mencegah hal-hal yang salah.

Jika harus boros, maka selama bulan Ramadhan ini kita dilatih untuk boros dalam bersedekah. Sedekah yang sudah tersalurkan adalah pembuktian nyata terhadap nilai-nilai yang kita pegang dalam berislam. Menjaga ghirah Ramadhan berarti menjaga semangat untuk terus beramal kebaikan, bersedekah dan membantu orang yang membutuhkan, sehingga amal kita bisa bersaksi atas keyakinan kita sehingga mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Menjaga ghirah Ramadhan adalah dengan terus mengingatkan diri tentang tujuan utama berpuasa, yaitu untuk mencapai taqwa. Taqwa adalah kesadaran dan ketakwaan kepada Allah SWT yang tercermin dari perbuatan dan perilaku kita sehari-hari. Dengan semakin tumbuhnya kesadaran, kita akan semakin dekat dalam mencapai taqwa tersebut.

Kemudian terakhir, menjaga ghirah Ramadhan merupakan suatu proses yang harus terus diusahakan sepanjang bulan suci ini. Kita harus selalu melakukan introspeksi dan evaluasi dari apa-apa yang sudah kita lakukan. Kita perbaiki upaya kita dengan cara yang lebih baik dan tujuan yang lebih fokus. Kita juga harus saling mengingatkan, saling mendoakan, dan saling mendukung dalam menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Semoga dengan menjaga ghirah Ramadhan, kita dapat meraih pahala yang berlimpah dan kelak diterima di sisi Allah SWT sebagai hamba-Nya yang bertaqwa.

Wallahu’alam



Beban Anggaran Seremonial

a busy street in jakarta indonesia

Pemerintah dan lembaga (baik lembaga terafiliasi dengan pemerintah maupun swasta) perlu mengurangi anggaran seremonial karena alasan utama yaitu efisiensi pengeluaran. Biaya yang dikeluarkan dari kegiatan seremonial rasanya cukup signifikan mengingat sumber daya yang dialokasikan untuk kegiatan ini bisa dialihkan untuk membiayai program-program prioritas yang lebih berdampak langsung pada kehidupan masyarakat ataupun keperluan pelanggan, seperti persoalan riil dalam perbaikan (maintenance) dan juga inovasi kualitas.

Dari mulai perayaan kenegaraan, perayaan keagamaan hingga peresmian dan penutupan suatu program, semua pengeluaran kegiatan seremonial yang melibatkan banyak tenaga, banyak pihak, waktu yang tidak sedikit dan juga anggaran yang terbatas. Di satu sisi kita dihadapkan dengan permasalahan serius yang semakin kritis, dari kemiskinan dan kelaparan, ekonomi yang stagnan, pendidikan yang tidak terfasilitasi hingga ketersediaan sumber daya untuk konsumsi.

Penulis pernah tinggal di salah satu negara di Eropa yang memiliki GDP cukup tinggi, yang mengejutkan harga 1 kg ayam lebih murah dari pada di Indonesia. Ini menunjukkan negara dengan GDP tinggi mengkonsumsi makan berprotein lebih banyak dari negara GDP yang rendah. Persoalan ini cukup menggelitik jika kita melihat ketersediaan potensi di Indonesia. Dan sudah banyak diaspora Indonesia dibelahan dunia lain juga mengatakan hal yang sama. Harga yang juga menarik adalah harga 1 kg daging yang lebih murah dari pada di Indonesia, sebagai contoh harga daging impor (halal) dari India atau Asia Tengah dibandingkan dengan harga harga daging lokal yang dapat melambung khususnya menjelang hari raya. Ada yang kurang tepat dengan pengelolaan mekanisme pasar dan jalur supply.

Kembali kepada anggaran seremonial. Pengurangan anggaran seremonial juga dapat membantu pemerintah ataupun lembaga untuk lebih fokus pada penyediaan infrastruktur dan pelayanan publik yang berkualitas. Dengan mengalokasikan dana seremonial ke sektor-sektor yang lebih kritis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, pemerintah ataupun lembaga akan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara lebih nyata.

Mengurangi anggaran seremonial akan memberikan sinyal positif kepada masyarakat bahwa pemerintah dan lembaga serius dalam menerapkan prinsip good governance. Hal ini akan menciptakan citra yang lebih baik di mata publik, serta menunjukkan perubahan fokus pada kinerja dan hasil daripada hanya sekadar tampilan.

Di era digital saat ini, kegiatan seremonial yang menghabiskan banyak biaya sebenarnya bisa digantikan dengan metode yang lebih hemat dan efisien. Pengurangan anggaran seremonial juga akan mengurangi kesenjangan sosial. Kegiatan seremonial yang mewah seringkali menciptakan persepsi bahwa kita lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan masyarakat. Dengan mengurangi anggaran untuk kegiatan ini, pemerintah ataupun lembaga akan terlihat lebih inklusif dan peduli terhadap kebutuhan masyarakat yang lebih luas.

Anggaran seremonial yang lebih rendah akan membantu mengurangi korupsi dan penyalahgunaan keuangan. Biaya seremonial yang tinggi cenderung meningkatkan potensi penyalahgunaan anggaran, karena lebih sulit untuk mengawasi dan melacak pengeluaran. Dengan mengurangi anggaran, kita akan memperkecil celah untuk tindakan koruptif.

Mengurangi anggaran seremonial akan memberikan peluang bagi kita untuk meningkatkan anggaran dalam penanggulangan bencana dan mitigasi risiko. Indonesia merupakan negara yang rawan bencana, dan dana yang dialokasikan untuk penanggulangan bencana seringkali masih kurang. Pengalihan anggaran seremonial ke sektor ini akan membantu kita lebih responsif dalam mengatasi bencana ataupun hal-hal yang bersifat prioritas.

Pengurangan anggaran seremonial akan mendorong pemerintah ataupun lembaga untuk menciptakan kebijakan yang lebih inovatif dan efisien dalam menyelenggarakan kegiatan. Sebagai contoh, kita dapat mencari cara untuk mengintegrasikan teknologi dalam kegiatan seremonial, sehingga biaya yang diperlukan menjadi lebih hemat dan hasil yang diharapkan tetap tercapai.

Mengurangi anggaran seremonial juga akan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran. Dengan mengurangi anggaran untuk kegiatan seremonial, lembaga akan dapat lebih terbuka dalam menjelaskan alasan penggunaan anggaran tersebut dalam pembeliaan teknis dan kegiatan bernilai tambah dan bagaimana dana tersebut memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.

Pengurangan anggaran seremonial akan membantu juga pemerintah dalam skala yang lebih besar berkolaborasi dengan lembaga-lembaga lain dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang telah disepakati oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu prinsip utama dalam SDGs adalah “tidak ada yang tertinggal” (no one left behind), yang berarti pemerintah dan lembaga harus memprioritaskan program-program yang memberikan dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat, dan bukan hanya untuk sekelompok orang tertentu.

Hingga akhirnya upaya untuk mengurangi anggaran seremonial akan membantu meningkatkan kepercayaan terhadap program-program yang berkualitas. Penerima layanan akan melihat bahwa lembaga-lembaga ini lebih responsif memfasilitasi kebutuhan yang prioritas dan lebih fokus pada pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini akan menciptakan relasi konstruktif yang lebih baik serta mendorong partisipasi aktif semua pihak dalam pembangunan regional dan nasional.

Abdullah A Afifi
*penulis adalah peneliti kebijakan publik & kolaborasi antar lembaga di IDRIS Darulfunun Institute



Ramadhan (14): Membangkitkan Jiwa yang Malas

Bismillahirrahmanirrahim,

Selama satu bulan penuh, umat Islam menjalani puasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Namun, terkadang kita merasa malas dan kurang semangat dalam menghadapi berbagai ibadah di bulan suci ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membangkitkan jiwa yang malas agar kita dapat memanfaatkan kesempatan emas ini dengan sebaik-baiknya. Kita tidak sedang bersaing dengan siapa-siapa, hanya diri kita yang lebih baik di masa yang akan datang.

Salah satu cara untuk membangkitkan jiwa yang malas di bulan Ramadhan adalah dengan memahami hikmah dan keutamaan puasa. Puasa tidak hanya membantu kita mendisiplinkan diri, tetapi juga menjernihkan hati dan pikiran. Semakin kita memahami tujuan dari puasa, semakin mudah bagi kita untuk mengatasi rasa malas dan menjalani ibadah dengan lebih optimal.

Tidak kalah pentingnya, menjaga kesehatan tubuh juga memiliki peran besar dalam membangkitkan jiwa yang malas. Menjaga kebugaran fisik dan pola tidur yang cukup merupakan kunci untuk menghindari kemalasan. Badan yang kurang tidur, penat akibat aktifitas yang berlebihan juga menyebabkan ketidaknyamanan dan seringnya membuat buntu fikiran. Mengonsumsi makanan yang cukup saat sahur dan berbuka puasa menjadi sangat penting, hindari makan terlalu kenyang yang menyebabkan badan harus bekerja lebih mengolah makanan dan memberikan efek mengantuk. Ketika tubuh kita sehat, jiwa pun akan lebih mudah untuk termotivasi untuk beraktifitas kreatif dan menjalani ibadah di bulan Ramadhan.

Membangun rutinitas dengan kegiatan yang positif dan berjangka waktu tertentu di bulan Ramadhan juga dapat membantu mengatasi rasa malas. Kegiatan seperti membaca Al-Qur’an, melakukan shalat tarawih, dan mengikuti pengajian dapat memberikan kita kekuatan spiritual yang akan memotivasi kita untuk lebih semangat dalam menjalani ibadah. Target bacaan, target hafalan, dan qiyamul lail dengan sesekali diselingi dengan beristirahat dan merenggangkan badan juga sangat membantu menghindari kebosanan dan aktifitas yang monoton.

Menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung ibadah juga bisa membantu membangkitkan jiwa yang malas. Rancang suasana rumah atau lingkungan yang membuat kita merasa nyaman dan khusyuk dalam menjalani ibadah. Pastikan untuk menjauhkan diri dari gangguan yang bisa mengalihkan perhatian, seperti perangkat elektronik atau hiburan yang tidak mendukung.

Mendapatkan teman yang sefrekuensi atau keluarga yang juga memiliki semangat tinggi dalam menjalani ibadah di bulan Ramadhan dapat menjadi cara efektif untuk membangkitkan jiwa yang malas. Dengan saling mengingatkan dan mendukung satu sama lain, kita akan lebih mudah untuk menjalani ibadah dan menghadapi tantangan yang ada.

Rasa malas terkadang disebabkan oleh pikiran yang terlalu banyak memikirkan hal-hal duniawi. Oleh karena itu, cobalah untuk fokus pada amalan yang bernilai ibadah dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Membayangkan amalan dan kegiatan baik dengan ganjaran keduniaan akan sangat melelahkan, sehingga penting untuk menyandarkan amalan baik dengan niat lillahi ta’ala, supaya alam bawah sadar kita mengharapkan ganjaran pahala dari amalan tersebut. Dengan fikiran yang tidak lelah kita akan memiliki lebih banyak waktu dan energi untuk menjalani ibadah di bulan Ramadhan.

Berdoa kepada Allah SWT juga merupakan cara yang ampuh untuk membangkitkan jiwa yang malas. Memohon pertolongan dan kekuatan dari-Nya agar kita bisa menjalani ibadah di bulan Ramadhan dengan penuh semangat dan keikhlasan. Ingatlah bahwa Allah selalu ada untuk memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang meminta.

يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

“Wahai Zat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas jalan-Mu.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ

“Ya Rabb, janganlah Engkau jadikan hati kami ragu (condong kepada kesesatan) sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran 3:8).

Memahami keterbatasan waktu dan betapa singkatnya Ramadhan, seperti yang kita sampaikan sebelumnya, dapat menjadi pendorong bagi kita untuk membangkitkan jiwa yang malas. Setiap tahun, kita hanya diberikan satu bulan penuh untuk meraih pahala yang berlipat ganda dan ampunan dari dosa-dosa kita. Oleh karena itu, menyadari tersedianya kesempatan ini dan mencoba berusaha untuk mengoptimalkan setiap momen yang ada adalah langkah bijak yang tidak akan kita sesali.

Selain itu, luangkan waktu untuk merenungi dan mengintrospeksi diri. Evaluasi keberhasilan dan kegagalan kita dalam menjalani ibadah di hari-hari sebelumnya. Dengan mengidentifikasi apa yang bisa diperbaiki, kita akan lebih mudah untuk mengatasi rasa malas dan memperbaiki diri demi meraih keutamaan di bulan Ramadhan.

Terakhir, jangan lupa untuk bersyukur atas kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT untuk menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Kesadaran akan nikmat ini akan membantu kita untuk lebih menghargai setiap momen yang ada dan berusaha sekuat tenaga untuk membangkitkan jiwa yang malas. Kesempatan ini mungkin tidak akan datang lagi hingga tahun depan, sehingga setiap detik yang kita lewati sangat berharga untuk meraih keberkahan di bulan suci ini.

Wallahu’alam



Ramadhan (13): Kesalehan Sosial dan Pembentukan Karakter

Bismillahirrahmanirrahim,

Dalam Islam kesalehan sosial mencakup perilaku dan nilai-nilai yang dianut oleh individu dalam berinteraksi satu sama lain yang memberikan nilai tambah (konstruktif), karena akar kata saleh sendiri adalah islah, yang berarti perbaikan atau lebih baik. Sedangkan proses pembentukan karakter mencakup pengembangan sifat dan perilaku yang baik dalam diri individu. Konsep ini saling berkaitan dan berkontribusi dalam menciptakan peradaban yang adil, harmonis, dan damai. Berkontribusi dalam pembentukan karakter sebagai umat pertengahan, ummatan wasatha, umat yang menengahi, umat yang memoderasi kemajuan.

Kesalehan sosial dianggap sebagai bagian penting dari agama seseorang dalam bab Ihsan. Dalam Islam sebagaimana dalam hadits yang menerangkan bagaimana Jibril AS bertanya tentang Iman, Islam dan Ihsan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga dalam Islam totalitas beragama harus memiliki ketiga aspek ini: diyakini kebenarannya dengan tekad yang kokoh (Iman), dipahami dengan keilmuan yang luas (Islam), dan harus ditunjukkan semua itu dengan perbuatan baik Ihsan.

Seorang Muslim diharapkan untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan merekonstruksi kemajuan dimana pun dia berada, menolong mereka yang membutuhkan dan dan memoderasi untuk senantiasa memberikan dampak positif, serta menjaga hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar. Kesalehan sosial merupakan manifestasi dari iman yang kuat dan cinta kepada Allah, serta tanda keimanan yang sempurna.

Proses pembentukan karakter dalam Islam melibatkan pengembangan akhlak mulia dan perilaku yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Proses ini melibatkan pendidikan dan latihan yang berkesinambungan, sehingga individu dapat menginternalisasi nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari.

Kesalehan sosial dan proses pembentukan karakter tidak hanya berkaitan dengan interaksi antarmanusia, tetapi juga mencakup hubungan dengan semua makhluk, alam dan lingkungan. Islam mengajarkan pentingnya menjaga keharmonisan dan menjaga lingkungan untuk keberlangsungan hidup generasi mendatang. Hal ini sejalan dengan prinsip khalifah fil ardh, yaitu manusia sebagai pengelola dan penjaga bumi.

Kesalehan sosial dan proses pembentukan karakter erat kaitannya dengan konsep taqwa, yaitu kesadaran dan ketakwaan kepada Allah SWT. Taqwa menjadi landasan bagi individu dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan sesama. Seorang Muslim yang bertakwa akan senantiasa menjaga perilaku positif dan memberikan nilai tambah, sebagai upaya mengaktualisasikan Islam dengan baik.

Islam mengajarkan konsep amar ma’ruf nahi munkar, yaitu menyuruh kepada yang ma’ruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (jahat). Dalam konteks kesalehan sosial, hal ini mencakup kepedulian terhadap kemaslahatan umum, serta berani menegakkan kebenaran dan keadilan, meskipun harus menghadapi tantangan dan rintangan.

Dalam proses pembentukan karakter, pendidikan agama memiliki peran yang sangat penting sebagai sumber etika dan kebaikan. Pendidikan agama membantu individu memahami ajaran Islam secara mendalam, sehingga mereka dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama juga mengajarkan etika dan budi pekerti yang menjadi dasar dalam interaksi sosial.

Salah satu contoh kesalehan sosial dalam Islam adalah konsep ukhuwah, atau persaudaraan di antara umat Muslim. Ukhuwah mengajarkan pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan sesama, saling membantu, dan menghormati perbedaan yang ada. Konsep ini mencerminkan semangat tolong-menolong dan solidaritas yang menjadi inti dari ajaran Islam.

Selain itu, keluarga dan lingkungan sosial juga berperan penting dalam proses pembentukan karakter dan kesalehan sosial. Lingkungan yang kondusif, seperti pesantren, madrasah, masjid, majelis taklim, dan komunitas yang berbasis keagamaan, dapat membantu individu dalam mengembangkan akhlak dan karakter yang baik. Sebaliknya, lingkungan yang kurang kondusif dapat menghambat proses pembentukan karakter yang sesuai dengan ajaran Islam.

Media massa dan teknologi juga memiliki dampak signifikan terhadap pembentukan karakter dan kesalehan sosial. Oleh karena itu, kita harus bijaksana dalam memanfaatkan teknologi dan media massa untuk meneguhkan ajaran agama, serta menjaga diri dari dampak negatif yang bisa merusak nilai-nilai keislaman. Sebagai contoh, kita bisa memilih konten yang positif dan mengedukasi, serta menjaga etika dalam berkomunikasi di media sosial.

Kesimpulannya, kesalehan sosial adalah hasil dari proses pembentukan karakter yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan seorang Muslim. Keduanya saling melengkapi dan memberikan kontribusi dalam penciptaan masyarakat yang harmonis, adil, dan damai. Dalam menjalani kehidupan ini, setiap Muslim harus senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama, menjalankan ajaran Islam dengan baik, dan berupaya untuk terus mengembangkan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Wallahu’alam



Ramadhan (12): Puasa dan Produktifitas

Bismillahirrahmanirrahim,

Pada dasarnya, puasa adalah suatu proses melatih diri untuk menahan lapar dan haus selama periode tertentu. Selama bulan Ramadhan, umat Muslim di seluruh dunia menjalankan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Proses ini membantu mengajarkan disiplin diri dan konsentrasi, yang merupakan kunci utama dalam meningkatkan produktivitas kerja. Salah satu manfaat yang sering diabaikan adalah bagaimana puasa dapat meningkatkan produktivitas kerja. Tentu ini adalah pembahasan yang menarik, bagaimana puasa dan kondisi yang tersedia disaat puasa adalah kondisi ideal dengan segala keterbatasannya justru membuat manusia lebih produktif dan berkualitas dalam bekerja.

Salah satu cara puasa membantu meningkatkan produktivitas kerja adalah dengan membantu seseorang lebih fokus pada urusan yang penting. Saat berpuasa, kita akan lebih menyadari bahwa waktu adalah sesuatu yang berharga dan tidak boleh disia-siakan. Oleh karena itu, kita akan lebih berusaha untuk menggunakan waktu secara efisien, termasuk dalam pekerjaan.

Aktifitas kerja dan kegiatan manusia pada umumnya adalah dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, ini umum dimana saja dimana pun tempat dibelahan dunia. Puasa mengajarkan kita untuk lebih menghargai dan memanfaatkan waktu dengan baik. Saat berpuasa, umat Muslim akan lebih menyadari bahwa waktu adalah sesuatu yang berharga dan tidak boleh disia-siakan baik disaat bekerja ataupun beraktifitas sehari-hari.

Ketika berpuasa, tubuh akan mengalami perubahan metabolisme yang membuat seseorang lebih hemat energi. Hal ini dapat membantu seseorang lebih fokus dan konsentrasi pada pekerjaannya. Dengan konsentrasi yang lebih baik, produktivitas kerja pun akan meningkat.

Puasa juga dapat mengajarkan kita untuk berbicara dan berdiskusi secara efisien. Ketika berpuasa, energi yang tersedia lebih terbatas sehingga seseorang akan lebih selektif dalam menggunakan energi tersebut. Hal ini menciptakan kebiasaan untuk berbicara dan berdiskusi hanya pada hal-hal yang penting dan relevan dengan pekerjaan, sehingga menghemat waktu dan energi. Puasa juga mengajarkan kita berbicara secukupnya dan tidak menggosip ataupun menyebarkan berita yang tidak benar, sehingga di saat puasa kita bisa mengalami suasana kerja yang kondusif, dimana semua kolega kerja kita juga fokus dengan kualitas pekerjaannya.

Puasa juga membantu meningkatkan ketahanan mental dan emosional. Ketika seseorang berhasil menahan lapar dan haus, mereka akan merasa lebih kuat secara mental dan emosional. Hal ini tentunya akan berdampak positif pada produktivitas kerja, karena karyawan yang memiliki ketahanan mental dan emosional yang baik cenderung lebih tahan terhadap stres dan bekerja lebih efisien.

Puasa juga membantu kita dalam mengatur waktu istirahat dan tidur. Saat berpuasa, umat Muslim akan lebih menghargai waktu tidur dan istirahat yang cukup, sehingga mereka akan lebih bersemangat dan berenergi saat bekerja. Hal ini tentunya akan berdampak positif pada produktivitas kerja.

Selama bulan Ramadhan, umat Muslim dianjurkan untuk menjalankan shalat Tarawih. Shalat Tarawih juga menjadi kesempatan untuk merenung dan meresapi hikmah-hikmah yang terkandung dalam Al-Quran, yang akan memberikan inspirasi bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bekerja. Kesempatan shalat tarawih adalah waktu yang dapat membantu umat Muslim untuk lebih tenang dan rileks, menyisihkan waktunya untuk beribadah, dan menariknya kondisi ini juga mengharuskan kita untuk siap untuk menghadapi pekerjaan di hari berikutnya.

Puasa juga memberikan kesempatan untuk mengasah kreativitas seseorang. Keterbatasan energi dan waktu saat berpuasa mendorong individu untuk mencari cara-cara baru dan efisien dalam menyelesaikan pekerjaan. Dorongan pahala dalam beribadah, dan kewajiban dalam bekerja menjadikan kita harus berkreasi dan menata semua rencana kegiatan dan jadwal kegiatan. Sehingga seseorang yang tertib puasa dan tertib kerjanya, dia mendapat dua manfaat dalam puasanya. Yakni pahala dari ibadahnya dan imbalan dari kualitas kerjanya. Di waktu puasa, orang yang berpuasa ibarat pejabat sibuk yang harus teratur rencana kegiatannya dari bangun malam, sahur, hingga berbuka dan menghidupkan ibadah malam setelahnya.

Puasa juga membantu meningkatkan kemampuan berempati dan bekerja sama dengan rekan kerja. Ketika berpuasa, seseorang akan merasakan bagaimana rasanya lapar dan haus, sehingga mereka akan lebih mudah untuk memahami perasaan dan kebutuhan orang lain. Hal ini akan membantu menciptakan suasana kerja yang lebih harmonis, yang tentunya akan meningkatkan produktivitas kerja.

Selama bulan Ramadhan, umat Muslim juga dianjurkan untuk memberi sedekah dan berbuat kebaikan kepada sesama. Kebiasaan ini dapat mengajarkan seseorang untuk lebih peduli dan empati terhadap keperluan dari rekan kerja dan lingkungan sekitar. Semangat kebersamaan dan gotong royong yang tumbuh dari praktik ini akan membantu menciptakan suasana kerja yang lebih kondusif dan produktif.

Secara keseluruhan, puasa memiliki banyak manfaat yang dapat meningkatkan produktivitas kerja seseorang. Dari meningkatkan fokus, berbicara dan berdiskusi secara efisien, memanfaatkan waktu dengan baik, hingga mengasah kreativitas dan kemampuan berempati, puasa menjadi peluang bagi umat Muslim untuk mengembangkan diri secara holistik dan mencapai hasil yang lebih baik dalam pekerjaan.

Wallahu’alam