All posts by Abdullah Arifianto

Refleksi Ceramah Dakwah Menjadi Kontraproduktif

*refleksi ceramah dakwah kontraproduktif karena mendapat penolakan dari masyarakat, pengamatan beberapa peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi

Kami dibesarkan di kalangan Muhammadiyah dan mendapat pertentangan di kawasan, dahulu Muhammadiyah tidak sebesar sekarang. Walaupun begitu yang bisa menjadi alasan kuat adalah kami tinggal disana, sehingga waktu juga yang membuktikan konsistensi dan mengobati luka yang ada.

Begitu sulitnya berdakwah lintas batasan, bahkan setelah lama merantau pun kembali berdakwah di daerah asal juga tidak semudah yang dikira.

Bahasa menjadi kendala, budaya menjadi halangan, satu dua hujjah tentang keadaan tidak akan merubah situasi, jika Allah yang memberikan hidayah, kemudian ikhtiar adalah bagian kita.

Bukan artinya kita diam, artinya dalam berdakwah dan ikhtiar kita perlu strategi dan pendekatan.

Mengatakan “saya” dikatakan arogan, menggunakan “adeen” dikatakan kasar, menggunakan “ambo” dikatakan gaya, menggunakan “ana” kearab-araban, begitulah yang diributkan bukan konten dari permasalahan, tapi berputar-putar di tepi kemudian kusut.

Salah satu yang terpenting dahulu ketika diberi kesempatan dalam training future leaders, mereka muda-muda sekali. Adalah jika berkarir sebagai pemimpin maka penting untuk memiliki kompetensi, dan lebih dari itu adalah memiliki segmented market, kaum atau masyarakat yang jelas. Siapa orangnya, bagaimana kondisinya, dsb.

Akan kurang produktif ketika kita berbicara wacana tetapi kita bukan eksekutor, akan kontra produktif ketika kita melempar ide tetapi mendapat penolakan dari cara.

Walaupun legitimasi memberikan otorisasi, yang dalam hal tentu patut diberlakukan, seperti saya di undang, saya memiliki hak sebagai pemimpin, saya ditunjuk, dsb. Tetapi ianya bukan satu-satunya jalan yang terus dipakai, karena ada emosi dan sentimen yang akan berlaku.

Cara yang terbaik dan efektif adalah menyampaikan kebenaran, kebaikan, perbaikan itu sendiri, dengan agen/orang/anggota masyarakat itu sendiri.

Doing good from the start.

Satu kisah sahabat dari Ghifar yang masuk Islam di awal kenabian, seorang revolusioner, ketika ditanya apa yang berikutnya perlu dia lakukan, kata nabi kembali kaummu.

Kemudian dia berkata saya tidak akan kembali sampai saya menyampaikan kebenaran di hadapan penduduk Mekkah, kemudian dia pergi ke depan Ka’bah dan berteriak, dan berakhir dipukuli oleh orang-orang. Begitu juga yang dialami oleh sahabat Omar.

Nabi sudah menyampaikan strategi dan rencana, tetapi maksud hati memang sudah dilawan, maka hadapi akibatnya.

Begitu juga pelajaran dari nabi, rasul, tokoh dakwah dahulu, umum dari mereka adalah anggota dari kaum yang mereka dakwahi. Ataupun jika tidak, anak-anak didik mereka yang akhirnya berdakwah untuk kaum tersebut.

Belum lagi faktor umur, penampilan, anak siapa, kaum apa dan sebagainya. Ibnu Khaldun menguraikan lebih panjang lebar dan terperinci mengenai hal ini.

Belajar dari banyaknya upaya dakwah kita yang berkonflik, ada rasanya kita insaf dan mempertimbangkan faktor-faktor yang kami sebut diatas, . Fokus kepada masyarakat yang memang kita memiliki kuasa pengaruh didalamnya. Apalagi dengan kondisi kita yang memberikan gap ruang dengan keadaan masyarakat, baik pendidikan, ataupun ekonomi.

Jika hidayah adalah milik Allah, maka ikhtiar bangkit adalah milik manusia. Semoga kita dilindungi dari kesalahpahaman dan konflik diantara sesama muslim.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11).

Wallahualam



Indonesia Problem on China US Trade War

After success with ASIAN Games, Rupiah crash to 15,000 per US dollar, the lowest point in Jokowi cabinet. In 2012 rupiah start with optimistic value 12,000 per US dollar, some analyst said that was an effect of optimistic market with Jokowi 2012 cabinet, and then what happen now?

With current low value of rupiah most analyst explained this condition unlikely crisis on 1998, even though some people in different region of Indonesia already show uncomfortable with this situation, even some of them already make demonstration. But gladly after few days, rupiah continue to strength, until now rupiah value is 14,740 per US dollar.

In local press conference, cabinet stated that this condition as result by financial crisis on some countries like Turkey, Argentina, etc., they suffer a lot more inflation than Indonesia, and most local analyst agree with that. Just a few local insight that mention this condition was a result a global shifting and trade war between China and US., and it is quite obvious cabinet never stated this.

Indonesia as one of country that receive global investment made by China. A significant increase from $2.66 billion in 2016 to $5.5 billion in 2017 (combine China and Hongkong investment). This make China as second higher Foreign Direct Investment list after Singapore with $8.4 billion in 2017. (refer to Asia Nikkei‘s article).

With China’s One Belt One Road vision and put Indonesia as one of their hub port project, this trade war situation will drift and pressure Indonesia economic a lot. Many of Infrastructure project was hold by this condition since they funding was support by China’s FDI. This condition was also getting worse by China another option to persuade Thailand to open wide Mekong river to allow bigger cargo ship cross through it. And if this happen we gonna see how China investment gonna be slowing down and make Indonesia economic unstable.

Indonesia must realize more on global condition about One Belt One Road optional strategy in ASEAN made by China. Now day as Malaysia Government also hold some of China big project in Malaysia, and they are holding Mega Infrastructure project that have correlation with China investment, make Indonesia as the next hub after. as one of Malacca straits operator become more uncertain.

As for back up plan that Indonesia should prepare, alternative development plan on infrastructure project that backup by China investment should support with national projection plan, and Indonesia need to setup alternative fund from local investor.

Indonesia already had experience with unfinished mega project on Soekarno era that affected by trade and influenced war between China and US a long time ago, bring economic crisis, more debt and bound with non beneficial funding aggreement, one of it is Freeport. On that day, this mega infrastructure that not functional and not significant to solve public issues like monuments and sports center.

This current day, we hope for different approach, even the FDI (Foreign Direct Investment) is too good to be refused, we need more alternative from local funding.



Menuju Pendidikan Massal: Apa Yang Kita Pelajari dari Persaingan Global

Di awal kemerdekaan Indonesia corak pengembangan pendidikan memang sangat berat kepada “elite education”, artinya pendidikan dipandang sebagai hak kaum elit, baik elit karena berada dalam lingkar kekayaan ataupun elit karena dalam lingkar kekuasaan.

Seiring dengan tuntutan perubahan zaman, juga tertuang dalam Undang-Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003, upaya menuju pendidikan massal yang berbeda dengan corak pendidikan elitisme rasanya masih jauh dari realita.

Untuk mencapai tujuan pendidikan massal tersebut diperlukan stimulus, pergerakan dari masyarakat dan pelaksana pendidikan, baik pemerintah maupun swasta, untuk merumuskan tentang pendidikan massal, yang mampu memberikan warna terhadap publik kebanyakan, masyarakat umum bukan yang hanya sebagian.

Dalam konteks lingkungan sekolah, simbol-simbol peringkat perlu diperhalus kembali, seperti rangking satuan ke rangking skala, ujian-ujian dan kurikulum sekolah perlu dievaluasi kembali apakah standard yang diberikan melampau dari keperluan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi, dan sebagainya.

Kemudian yang perlu dicermati adalah beban materi, dan berbagai kegiatan tambahan lain yang kemudian apakah pendidikan massal ini reliable dengan kondisi perekonomian masyarakat. Walaupun saat ini dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), apakah masih diperlukan lagi SPP tambahan untuk dibebankan kepada masyarakat?

Dalam penyelenggaraan pendidikan sudah sepatutnya anggaran APBN dan APBD yang diperuntukkan untuk pendidikan dialokasikan untuk keperluan operasional, sedangkan pembangunan infrastruktur yang mengambil porsi juga sama banyak tidak mengurangi hak-hak warga negara dalam mendapatkan pendidikan yang layak.

Dengan ini pola penyelenggaraan pendidikan memerlukan reformasi yang signifikan. Di beberapa negara terdepan dalam pengelolaan pendidikan, akan dapat dilihat bagaimana hal yang penulis kemukakan diatas adalah strategi yang paling efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan pendidikan massal.

Pendidikan massal yang terukur juga harusnya menjadi satu titik poin yang perlu dikedepankan, terukur bukan berarti dengan banyaknya ujian atau target yang terlalu tinggi, tetapi terukur dalam artian satu tahapan ke tahapan yang lain diperlukan standar yang bisa dilalui secara massal.

Hal ini juga dapat diamati di negara yang maju dalam penyelenggaraan pendidikan, ujian kenaikan adalah satu evaluasi, bukan hanya bagi siswa didik, terutama bagi penyelenggara pendidikan. Sehingga dapat di pahami, kewajiban memberikan hak belajar adalah sesuai dengan umur dan kapasitas yang ada untuk mengejar jika tertinggal.

Hal ini bertolak jauh kebelakang dengan sistem pendidikan yang ada di Indonesia, momok “tidak naik kelas” adalah salah satu kesia-siaan jika kita melihat bagaimana waktu dan biaya yang dikeluarkan, baik oleh siswa, orang tua dan juga penyelenggara pendidikan. Saat ini bukan hanya kerja keras dan pembangunan fisik dalam melihat tantangan kedepan, tetapi juga solutif, dengan meningkatkan kualitas apakah kita akan mengorbankan sebagian dari pelajar untuk gagal dan tertinggal.

Wallahu’alam.



Tidak ada kekerasan dalam Islam tanpa Jurisdiksi

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

[Al-Baqarah 2:256]
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Seorang kawan Jamaican preacher (pendakwah) pernah mengajukan persoalan serupa ketika dalam perantauan saya di Inggris, yang menjadikan saya perlu memberikan penjelasan yang bisa dipahami oleh kawan tersebut, saya sampaikan kembali semoga berguna bagi kawan-kawan yang lain.

Kekerasan yang dimaksud memang di sah kan sebagai pendekatan syariat dalam Agama, jika kita melihat Taurat (Old Testament), terdapat syariat yang keras berbuat dosa makan bertaubat dengan menghukumi diri dengan bunuh diri (harakiri), menambah jumlah rakaat dalam shalat yang banyak, menambah jumlah ibadah, dsb.

Untuk kita yang suka membaca sejarah Musa maka akan menemukan hal ini, baik dalam Old Testament maupun kisah-kisah lain yang diangkat kembali dalam Al-Quran, yang sebagian besar ayat yang di klaim oleh para orientalis (peneliti non muslim) sebagai hujjah kekerasan dalam Islam. Yang ayat ini pada umumnya bercerita tentang kisah Bani Israel pada masa sebelumnya, seperti ayat qisas, seperti ayat telinga untuk telinga, mata untuk mata, tangan untuk tangan.

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

[Al Maidah 5:32]
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَافٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

[Al Maidah 3:33]
Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.

Menariknya ketika risalah Nabi Isa turun, pendekatan syariah hukum ini jauh bertolak belakang, pendekatan lunak pun diperkenalkan, tidak salah jika orang-orang yang membaca Injil (New Testament) memahami pendekatan kasih sayang dalam risalahnya, walaupun dalam segi ibadah masih dalam kuantitas yang cukup besar.

Kemudian apa menariknya pada Islam? ini pertanyaan berikutnya yang ditanyakan kawan saya. Saya sampaikan yang dikukuhkan dalam Islam adalah Wasathiyah, yakni salah satunya dapat dipahami pendekatan baik keras (seperti kaum Nabi Musa) maupun lunak (seperti kaum Nabi Isa) hanya bisa dijustifikasi dalam bentuk pelembagaan keadilan, semua pendekatan tsb hanya bisa disahkan dalam yurisdiksi, keputusan ketua, pemimpin, sidang hakim, jumhur dan musyawarah.

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ

[Al Baqarah 2:143]
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.

Mengakui kekerasan dalam Islam sama seperti kita mengakui kekerasan dalam pendidikan, dalam pengasuhan anak, dalam keseharian. Dimana dalam realita selalu ada oknum dan individu tapi tidak pernah diakui secara formal dan dituangkan secara hukum legal, setidaknya begitu saya melihat peradaban bangsa di eropa, dan bagaimana cahaya Islam mewarnai cara berfikir tokoh-tokoh terdidik mereka berabad-abad jauhnya.

Mereka memaki, mereka menghardik anak-anak juga tidak jauh lebih baik daripada kita disini, tetapi mereka tidak pernah mengakui kekerasan dalam pendidikan mereka, setidaknya dalam konsep legal dan akademik mereka.

Pun begitu hendaknya kita sebagai Muslim, maupun sebagai entitas lainnya.

Mengakui keerasan itu seperti mundur beribu langkah ke dalam zaman batu yang belum menerima risalah, seperti narasi Kartini “Habis gelap terbitlah terang”, maka apa yang jelas terlihat dalam terang sulit disampaikan jika obor selalu dibiarkan padam dalam kegelapan.

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

[Al An’am 6:151]
Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لاَدَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ وَلَكِنَّ الْيَمِينَ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ ‏”‏ ‏.

[Shahih Muslim No. 1711]
“Jika semua orang diberi hak (hanya) dengan dakwaan (klaim) mereka (semata), niscaya (akan) banyak orang yang mendakwakan (mengklaim) harta orang lain dan darah-darah mereka. Namun, bukti wajib didatangkan oleh pendakwa (pengklaim), dan sumpah harus diucapkan oleh orang yang mengingkari (tidak mengaku)”.

Begitulah aturan ditegakkan dalam Islam, kekerasan hanya dapat dilakukan dengan yuridiksi, pembenaran, dimana pembenaran ini didapatkan dengan cara mencari keadilan, dan keadilan ini hanya dapat ditegakkan oleh orang-orang yang diberi hak amanah hakim, dan juga pemimpin, karena orang-orang yang diberi amanah ini mengambil tanggung jawab memberikan keadilan dari Allah, sehingga Allah yang akan meminta pertanggung jawabannya.

Wallahu’alam

Abdullah Arifianto
Peneliti di The IDRiS Institute