Site icon Darulfunun El-Abbasiyah

Puasa dan Shalat Sunnah di Bulan Muharram

Panduan Ibadah Bulan Muharram 2:
Puasa dan Shalat Sunnah di Bulan Muharram

  1. Tanggal 9 Muharram disebut dengan Hari Tasu’a (tahun ini bertepatan dengan hari Jum’at, 28 Agustus 2020 M) dan tanggal 10 Muharram yang dikenal dengan Hari ‘Asyura /Suro (Sabtu, 29 Agustus 2020 M.) Pada Hari Tasu’a dan ‘Asyura ini umat Islam disarankan untuk berpusa. Pahala puasa ini dapat menghapus dosa-dosa selama satu tahun yang lalu.

Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dari sahabat Abu Qatadah :

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ. فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ. رواه مسلم

“Sahabat Abu Qatadah Radliyallah ‘Anhu berkata, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang fadlilah atau keutamaan puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram). Kemudian beliau menjelaskan, bahwa puasa pada hari ‘Asyura itu dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu”. (HR. Muslim).

Demikian juga sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abdullah ibn ‘Abbas RA :

لَئِنْ بَقَيْتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُوْمَنَّ اَلتَّاسِعَ

“Jika aku masih hidup hingga tahun depan, pasti aku akan melaksanakan puasa pada tanggal 9 Muharram”.

Tatacara pelaksanakan puasa Tasu’a dan ‘Asyura sama dengan puasa Ramadlan. Sedangkan niatnya adalah :

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ لِأَدَاءِ يَوْمِ التَّاسِعِ/اَلْعاَشِرِمِنْ شَهْرِمُحَرَّمْ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

“Saya niat melaksanakan ibadah puasa sunnat pada hari kesembilan/ kesepuluh bulan Muharram, semata-mata karena mengharapkan ridla Allah Ta’ala”.

  1. Melaksanakan Shalat Tasbih pada malam tanggal 10 Muharram (Jum’at malam Sabtu, 28 Agustus 2020 M).

Shalat tasbih adalah shalat sunnat yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Jika memungkinkan setiap hari, seminggu sekali, setiap bulan, setiap tahun, atau setidak-tidaknya dilakukan sekali seumur hidup. Shalat tasbih terdiri dari empat rakaat. Jika dilakukan pada siang hari, maka empat rakaat sekaligus satu kali salam. Jika dikerjakan pada malam hari sunnah dilakukan setiap dua rakaat salam. Niatnya adalah sebagai berikut:

Jika dikerjakan langsung empat rakaat

أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلَّهِ تَعَالَى

“Saya niat melaksanakan shalat sunnah tasbih empat rakaat semata-mata karena Allah Ta’ala”.

أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Saya niat melaksanakan shalat sunnah tasbih dua rakaat semata-mata karena Allah Ta’ala”.

Seseorang yang melaksanakan shalat tasbih, setiap rakaat disunnahkan membaca tasbih sebanyak 75 kali dengan rincian sebagai berikut :

a). Sesudah membaca surat al-fatihah dan surat lainnya sebanyak 15 kali.
b). Ketika ruku’ sesudah membaca do’a ruku’ sebanyak 10 kali.
c). Ketika i’tidal sesudah membaca do’a i’tidal sebanyak 10 kali.
d). Ketika sujud sesudah membaca do’a sujud sebanyak 10 kali.
e). Ketika duduk di antara dua sujud sesudah membaca do’anya sebanyak 10 kali.
f). Ketika sujud kedua sesudah membaca do’anya sebanyak 10 kali.
g). Ketika bangun dari sujud kedua (sewaktu duduk istirahat atau sesudah membaca tahiyyat sebelum salam) sebanyak 10 kali.

Dengan demikian, jika dilakukan empat rakaat maka jumlah tasbih yang dibaca sebanyak 300 kali. Adapun bacaan tasbihnya adalah sebagai berikut:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْم.

“Maha suci Allah dan segala puji adalah milik-Nya. Tiada tuhan selain Allah, Dia-lah Dzat Yang Maha Besar. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Dzat Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung”.

  1. Dianjurkan juga kita melakukan muhasabah (instropeksi dan evaluasi diri) terhadap amal perbuatan yang telah dilakukan selama ini, apakah sudah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan petunjuk Rasulullah SAW atau belum. Jika sudah, maka supaya bersyukur kepada Allah SWT disertai tekad untuk selalu mempertahankan, bahkan meningkatkan kualitas amal ibadah untuk meraih kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa amal perbuatan kita selama ini masih banyak yang menyimpang dari ajaran Islam serta tidak sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, maka hendaknya cepat-cepat bertaubat, memohon ampunan kepada Allah SWT disertai tekad untuk memperbaiki diri dengan menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Karena semua amal perbuatan kita diperhatikan, diawasi dan dicatat oleh Allah SWT. Sebagaimana telah difirmankan Allah SWT dalam surat al-Hasyar ayat 18 :

يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا اَتَّقُوْا اللهَ وَلْتَنْظُرْنَفْسٌ مَاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونْ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Setiap muslim dan muslimah harus melakukan evaluasi terhadap seluruh amal perbuatannya sejak memasuki usia dewasa (aqil baligh) hingga sekarang. Karena semua amal perbuatan tersebut akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT untuk menerima balasan kelak di akhirat. Sebagaimana telah difirmankan Allah SWT dalam surat al-Zalzalah ayat 6-8:

يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًّا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Pada hari itu (hari kiamat), manusia akan keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) perbuatan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.

Demikian juga telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Barzah :

لاَتَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ إِكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ عَمَلِهِ فِيْمَا عَمِلَ فِيْهِ

“(Kelak pada hari kiamat), manusia tidak akan bisa berberak kakinya sebelum dia mempertanggung-jawabkan empat perkara; tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang anggota badannya untuk apa dimanfaatkan, tentang harta bendanya dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang amal-amal yang telah dikerjakannya”.

  1. Berusaha meningkatkan kualitas amal ibadah kepada Allah SWT. Karena sebaik-baik manusia adalah orang yang semakin bertambah usianya, semakin bertambah pula kualitas amal ibadahnya. Itulah orang-orang yang beruntung. Sedangkan sejelek-jelek manusia adalah orang yang semakin bertambah usianya, semakin menurun kualitas amal ibadahnya, dan itulah orang-orang yang celaka. Sebagaimana telah dikatakan oleh salah seorang ahli hikmah :

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْراً مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحْ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ خَاسِرْ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرّاً مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُونْ

“Barangsiapa pada hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia termasuk orang-orang yang beruntung (karena bertambahnya usia diikuti dengan bertambahnya amal kebaikan). Barangsiapa pada hari ini masih sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang-orang yang merugi (karena usianya bertambah, sementara amal ibadahnya statis dan tidak meningkat). Barangsiapa pada hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka ia termasuk orang-orang yang celaka dan terkutuk (karena usianya bertambah, masa kematian semakin dekat, tetapi amal ibadahnya justru menurun)”.

Exit mobile version