JAKARTA— Pemberian beasiswa untuk mahasiswa asing di negara-negara berkonflik atau negara-negara kaya merupakan bagian dari diplomasi Indonesia. Beasiswa tersebut tidak hanya berguna bagi diplomasi tapi juga untuk akreditasi dan perankingan universitas.
Demikian salah satu kesimpulan dalam Diskusi Virtual terkait Prospek Beasiswa untuk Mahasiswa Asing yang digelar Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI pada Rabu (8/12).
Wakil Ketua Sub-Komisi HLNKI MUI, R Alpha Amirrachman, berharap agar acara ini dapat memperoleh informasi yang kredibel dalam memperoleh beasiswa. Terutama beasiswa untuk mahasiswa asing yang berada di negara-negara konflik.
Direktur Kerja Sama Pembangunan Internasional Kementerian Luar Negeri, Maria Renata Hutagulung, memaparkan terkait pemberian beasiswa sebagai instrumen diplomasi Indonesia.
Dia menjelaskan yaitu antara lain rencana strategis Kemenlu 2020-2024 untuk memperkuat strategi diplomasi publik Indonesia melalui kerjasama sosial kebudayaan, promosi kuliner, dan promosi nilai-nilai Indonesia, pemberian beasiswa, dialog lintas agama, people to people contact, jejaring diaspora Indonesia, dan Indonesianist.
Selain itu, kata Maria, mengelola dan memperkuat jaringan alumni asing penerima beasiswa Indonesia dan jaringan alumni WNI penerima beasiswa asing untuk memperkuat diplomasi publik.
Pada saat ini, menurut Maria, beasiswa belum menjadi bagian dalam direktorat hubungan internasional. Beasiswa untuk mahasiswa asing terdiri dari Kemitraan Negara Berkembang (KNB), Darmasiswa, Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI)/ International Arts and Culture Scholarship (IACS), dan beasiswa dari Perguruan Tinggi di Indonesia.
“Beasiswa darmasiswa adalah beasiswa yang ditawarkan untuk warga asing dari negara yg menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia dan mengenalkan bahasa Indonesia dan budaya. Dilaksanakan sejak 1974 inisiatif ASEAN, dan 1976 diperluas di luar ASEAN. Jumlah negara lebih dari 110 yang dikelola Kemendikbud Ristek, “ lanjut Maria.
Dia mengatakan, IACS dikelola sendiri Direktorat Diplomasi Publik, Kemlu, ditujukan untuk mempromosikan seni budaya Indonesia. Termasuk beasiswa non-gelar, program hanya dua bulan. BSBI ada sesi mengenalkan bahasa indonesia dan bermitra dengan berbagai sanggar dan PT seni di Indonesia.
Dia menambahkan IACS merupakan wujud komitmen Indonesia dalam menjalin hubungan diplomatik dan meningkatkan persahabatan. Kurikulumnya adalah bahasa, seni-budaya, kunjungan tempat sejarah.
Dia menuturkan, tawaran beasiswa dari perguran tinggi di Indonesia di antaranya dari Universitas Al-Muslim Aceh dan Universitas Islam Internasional Indonesia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan manfaat atau hasil pemberian beasiswa kepada mahasiswa asing: bentuk soft power diplomasi Indonesia, menambang jejaring pemuda yg disebut friends of indonesia. Lanjut Renata, “Saat ini belum ada program beasiswa yang secara spesifik diperuntukkan untuk negara-negara konflik di Timur tengah,” kata dia.
Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbud Ristek, Abdul Kahar, menjelaskan bahwa pada 2020 program beasiswa darmasiswa ditunda karena pandemi. Beasiswa masih fokus pada peningkatan SDM di lingkungan Kemendikbud Ristek. Untuk beasiswa yang diperuntukkan oleh WNA hanya darmasiswa.
Sementara itu, Direktur Beasiswa LPDP, Dwi Larso, menjelaskan, LPDP berfokus pada tiga layanan, yaitu beasiswa, pengembangan dana, dan riset. Untuk saat ini, LPDP telah memberikan beasiswa master sebanyak 18.833 kepada 9.024 mahasiswa di dalam negeri, dan 9.809 mahasiswa di luar negeri.
Untuk program doktoral, beasiswa telah diberikan kepada 6.590 di dalam dan luar negeri. Sebanyak 6.369 mahasiswa native on going yang saat ini menerima beasiswa dari LPDP (68,86 persen di dalam negeri).
Pada sesi diskusi, Rektor Uhamka, Prof Gunawan Suryoputro, menceritakan bahwa sejak 2005 swasta Muhammadiyah melalui Litbang sudah memberikan beasiswa kepada negara-negara konflik dimulai dari Thailand selatan, dan berjalan sampai sekarang.
Dia menjelaskan, terdapat dua kendala dalam melaksanakan program beasiswa untuk mahasiswa asing. Pertama, PTS hampir tidak memiliki program internasional, dan pilihannya tidak bebas.
“Kendala Dosen kami sedikit yang bisa bahasa Arab dan sedikit yang bisa bahasa Inggris. Kedua, keterbatasan pendanaan. Termasuk dormitory dan soal konsumsi serta jaminan kesehatan,” lanjutnya.
Solusi dan saran yang ditawarkan Prof Gunawan adalah perlunya predict future dan ada orientasi untuk program-program terlebih dahulu. Untuk perguruan tinggi swasta lebih diperhatikan, baik soal dormitory, dan makan.
“Jika LPDP bekerjasama dengan kementerian, MUI, dan lainnya memiliki skema untuk mahasiswa asing, saya rasa itu akan sangat membantu. Program pembinaan mahasiswa asing kurang signifikan karena jumlah universitas yang dijangkau,” jelas Prof Gunawan sembari menambahkan selain itu, kolaborasi dengan Dubes Indonesia yang ada di luar negeri juga sangat penting, dan MUI harus cekatan dalam mencari mitra, serta harus membuat skema dan roadmap yang detail.
Peserta lainnya, Imam Wahyudi dari Unisma Malang, menceritakan bahwa Unisma memiliki mitra alumni dari 34 negara, dan ada beberapa proram seperti degree dan non-degree sekitar 400 lebih mahasiswa internasional, ada yang program s1 dan s2.
Dia menyebutkan, setiap tahun UNISMA beri beasiswa kepada 42 mahasiswa inter untuk negara mana saja yang memenuhi persyaratan. Rektor memberikan kebijakan mahasiwa S1 maksimal selama empat tahun dan s2 maksimal selama dua tahun. Untuk mahasiswa dari Afghanistan ada mengikuti program master.
“Kami mengirimkan mahasiswa 30 orang ke Rusia dan begitu sebaliknya. Kami juga mengadakan webinar series selama sebulan,” lanjut Imam.
Sementara itu, wakil dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Dr Zirmansyah, menuturkan UAI belum pernah memberikan beasiswa untuk mahasiwa asing, hanya memberikan pertukaran mahasiswa dengan sejumlah perguruan tinggi di luar negeri. Perguruan Tinggi penting mendapatkan mahasiswa asing karena terkait akreditasi.
Mantan Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Kerajaan Spanyol, Yuli Mumpuni Widarsom, yang juga pengajar di kampus menceritakan pula bahwa tantangan mahasiswa asing ada pada prodi yang dibutuhkan dan bahasa. Olehnya itu, dia mengusulkan agar MUI memetakan potensi perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta dan negara-negara yang akan ditawarkan untuk itu.
Sementara itu, wakil dari UGM, Suharyadi, menjelaskan UGM memiliki mahasiswa asing cukup banyak dan tidak ada kendala untuk dormitory. Ada juga yang mahasiswa reguler karena ada kelas internasional. Untuk beasiswa UGM diselenggarakan sampai pada 2019 karena terkendala pandemi. Ada alokasi dana untuk mahasiswa-mahasiswa asing. “UGM siap untuk kontribusi dalam mendukung program yang digagas oleh MUI,” ujar dia.
Ketua Komisi HLNKI MUI, Bunyan Saptomo, menyampaikan closing statement tentang pentingnya diplomasi beasiswa, mewakili Ketua MUI Bidang HNLKI Prof Sudarnoto Abdul Hakim.
Bunyan menyatakan, diplomasi beasiswa MUI sebagai pelaksanaan dua peran MUI, yaitu himayatul ymmah (melindungi umat Islam via pendidikan) dan shadiqul hukumah (menjadi partner pemerintah dalam promosi Islam wasathiyah). (Rafa Basyirah/Ai Fatimah Nur Fuad/Yanuardi Syukur/Nashih).