Haid atau menstruasi merupakan keistimewaan bagi perempuan. Dimana salah satu keistimewaannya adalah diliburkannya perempuan dari aktivitas ibadah tertentu. Yakni seperti sholat, puasa, membaca Alquran, dan sebagainya.
Beberapa ibadah yang diliburkan saat haid ada yang harus diganti dan juga ada yang tidak. Seperti jika puasa Ramadhan, perempuan yang mengalami haid saat Ramadhan masih memilik kewajiban untuk mengganti puasa yang ditinggalkan di hari yang lain.
Lalu bagaimana dengan ibadah sholat yang ditinggalkan karena haid, apakah harus diganti/diqadha juga setelah datang masa suci? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan “iya” dan “tidak”, tergantung macam sholat yang ditinggalkan. Ada dua ketentuan qadha sholat bagi perempuan haid yaitu sebagai berikut:
- Tidak wajib qadha sholat
Tidak wajibnya bagi perempuan untuk mengganti sholat yang ditinggalkan berdasarkan pada hadits :
مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
Artinya: “Mengapa gerangan wanita yang haid mengqadha puasa dan tidak mengqadha sholat?” Maka Aisyah menjawab, “Apakah kamu dari golongan Haruriyah?” Aku menjawab, “Aku bukan Haruriyah,” akan tetapi aku hanya bertanya. Dia menjawab, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha sholat.” (HR Muslim).
Dari hadits ini kita bisa menyimpulkan bahwa secara mendasar, perempuan yang sedang haid dilarang untuk menunaikan sholat. Selain itu, perempuan juga tidak diperintahkan mengganti sholat yang ditinggalkan selama masa haid itu.
Namun, gugurnya kewajiban sholat ini hanya berlaku jika perempuan tersebut telah melakukan sholat secara sempurna (tidak menunda-nunda) sholat, sebelum akhirnya menstruasinya tiba. Bagaimana jika haid datang pada pertengahan waktu sholat? Atau haid selesai pada saat waktu sholat masih tersisa?. Dalam kriteria ini, maka sholat yang ditinggalkan wajib hukumnya untuk diqadha. - Wajib qadha sholat
Pertama, wajib qadha sholatnya perempuan apabila sudah masuk waktu sholat, kemudian haid datang saat si perempuan belum menunaikan sholatnya. Haidnya menjadi sebab gugur kewajiban sholatnya, namun karena ada durasi waktu di mana ia berada dalam keadaan suci, namun dia belum melaksanakan kewajiban sholatnya, maka dia memiliki qadha sholat yang harus ditunaikan saat sudah suci.
Misalkan, ketika seorang perempuan datang haid pada pukul 14.00 WIB sedangkan dia belum menunaikan sholat Zhuhur. Maka, sholat Zhuhur yang dia tinggalkan menjadi hutang yang kemudian harus diqadha di saat masa suci datang. Imam An-Nawawi menyebutkan:
وإن كان ذلك (الطهر) في وقت العصر أو في وقت العشاء، قال في الجديد: يلزمه الظهر بما يلزم به العصر ويلزم المغرب بما يلزم به العشاء. (المجموع شرح المهذب 3/ 64)
“Jika sucinya di waktu ashar atau waktu isya, maka Imam Syafii dalam qaul jadidnya mewajibkan perempuan untuk qadha dzuhur lantas shalat ashar, atau qadha maghrib lalu shalat isya.” (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 3/ 64).
Kedua, wajib qadhanya perempuan yang suci di waktu ashar atau isya. Jika sucinya di waktu di waktu ashar, maka setelah mandi dia wajib shalat Zhuhur dulu sebagai qadha lalu sholat Ashar.
Atau jika sucinya di waktu Isya sampai sebelum Subuh, maka setelah mandi dia wajib shalat maghrib sebagai qadha dahulu lalu sholat Isya. Imam An-Nawawi (w 676 H) menyebutkan:
وَنَصَّ فِيمَا إذَا أَدْرَكَتْ مِنْ أَوَّلِ الْوَقْتِ قَدْرَ الْإِمْكَانِ ثُمَّ حَاضَتْ أَنَّهُ يَلْزَمُهَا الْقَضَاءُ. (المجموع شرح المهذب، للنووي، 4/ 368)
Nash dari Imam Syafii, bahwa perempuan jika mendapati awal waktu sholat dan dia bisa sholat seharusnya, lantas haid. Maka nanti jika suci dia wajib qadha. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, hal. 4/ 368). (Nurul, ed: Nashih)