Dalam buku yang juga tesisnya, “The Kaum Muda Movement”, Dr Taufik Abdullah menggambarkan perselisihan tajam antara kaum muda dan kaum tua, tetapi beliau sepertinya terlewat memberikan satu gambaran bagaimana toleransi itu muncul bukan dalam perang pemikiran berupa tulisan-tulisan yang mengkritisi pemahaman satu sama lain.
Di kampung ini, sekitar 100 tahun lalu hanya berjarak tidak lebih 5 kilometer surau-surau berdiri, masih dapat kita saksikan peninggalan sejarah ini, sebagai ibrah bagi kita toleransi bisa dibangun dengan interaksi.
Ketika meletus masa pergerakan kemerdekaan, para ulama muda dan ulama tua, bersatu pada berkumpul pada satu Majlis Tinggi Islam untuk mengerahkan pembelaan terhadap tanah air, dalam satu artikelnya “Orang Minang menghadapi Aggresor Belanda” Dr Suryadi memberikan satu dokumen penting terhadap sepakatnya para ulama ini dalam bela tanah air, yang dirumuskan dalam fatwa jihad melawan penjajah, kita dapat melihat nama-nama penggerak “Sumatera Thawalib” seperti Syekh Djamil Djambek, Syekh Abbas Abdullah, Syekh Mustafa Abdullah, dkk dan PERTI seperti Syekh Abd. Wahid Tabek Gadang.
Syekh Abbas Abdullah bersaudara seayah seibu dengan Syekh Mustafa Abdullah dan membina satu perguruan yang sama Darul Funun El-Abbasiyah, dan Syekh Abd. Wahid adalah saudara sepupu dengan kedua bersaudara tersebut.
Dalam keluarga Syekh Abbas dan Syekh Mustafa sendiri menarik untuk dicermati bagaimana perubahan keberagamaan terjadi hingga pembaharuan kegiatan dakwah terjadi, dan menginspirasi perubahan besar dalam kegiatan dakwah di Nusantara pada umumnya.
Kita berharap wacana keilmuan dalam keberagaman pemahaman baik agama, maupun pengetahuan umum seyogyanya tidak menimbulkan satu friksi yang tajam jika perkara ini adalah perdebatan yang khilafiyah, bukan perkara yang sudah menjadi ijma ulama dan muallim seperti dalam ilmu umum tentang bumi ini bulat.
Semoga Allah memberkahi kita dengan Ilmu kita.
Tanpa ilmu pengetahuan, amal tidak ada gunanya, dan tanpa amal, ilmu pengetahuan adalah sia-sia. (Abu Bakar ra)
Wallahu’alam
~ Abu Omar