Site icon Darulfunun El-Abbasiyah

Hukum Kewarisan Islam

Disampaikan pada Pengajian bulanan Komunitas Muslim Indonesia di Birmingham (Forum Jumat & Asy-Syifa), United Kingdom, 6 Februari 2016

Buya Afifi Fauzi Abbas

YAYASAN WAQAF DARUL FUNUN EL ABBASIYAH,  Padang Japang, VII Koto Talago Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat

Pengertian :

Beberapa terminology yang digunakan dalam wacana Islam ketika membahas masalah kewarisan dalam Islam :

Mawaris berarti warisan – jadi stresingnya mengkaji persoalan warisan; mulai dari harta warisan, yang mendapat warisan dan pembagian warisan masing, penyebab seseorang dapat warisan dll

Ilmu faraidl yaitu lebih menekankan tentang ketetapan pembagian warisan yang diterima oleh masing masing ahli waris, artinya tentang peruntukan masing masing ahli waris dan cara membaginya sampai pada teknis operasionalnya.

Tirkah lebih menekankan kajian tentang harta peninggalan artinya harta warisan – harta warisan yang bisa dibagi terutama setelah menunaikan wasiat dan membayar utang. Besaran wasiat yg harus ditunaikan dan pembayaran utang dikaitkan dengan harta peninggalan, dst.

Jadi pengertian dari hokum kewarisan Islam itu adalah :

Hukum Mempelajarinya :

Ulama sepakat untuk menyatakan hukumnya fardlu kifayah, hal ini didasarkan pada sebuah hadis :

Pelajarilah ilmu faraidl dan ajarkanlah  pada orang lain, sesungguhnya ilmu ini adalah separo dari semua ilmu, dan ilmu inilah pertama sekali kelak tercabut dari umatku. ( HR. Ibn Majah dan Daru Quthny)

Dasar Pewarisan :

Sebelum Islam :

a. Pertahanan kekerabatan (al-qarabah):

b. Janji prasetia (al-hilf wa al muaqqadah) ; janji setia saling mewarisi, bisa perorangan dan bisa juga kabilah.

c. Pengangkatn anak-adopsi (tabanny).

 

Pada masa awal Islam :

 

Masa Islam :

  1. Tajhizul jenazah : perawatan jenazah ; memendikan, mengafani, mensalatkan dan menguburkan
  2. Menunaikan wasiat si mati jika ada
  3. Membayar hutang hutang si mati

Ahli Waris :

  1. Nasabiyah; karena punya hubungan darah:
  2. Anak laki-laki – anak perempuan
  3. Cucu laki laki – cucu perempuan dr pihak anak laki-laki
  4. Ayah – ibu
  5. Kakek dr pihak Ayah – nenek dr pihak ayah
  6. Sdr laki laki sekandung – nenek dari pihak ibu
  7. Sdr laki laki se ayah         – sdr perempuan sekandung
  8. Sdr laki laki se ibu – sdr perempuan se ayah
  9. Anak laki laki dr sdr laki laki sekandung – sdr perempuan se ibu
  10. Anak laki laki dr sdr laki laki se ayah – Istri
  11. Paman sekandung – Mu’tiqah (irrelevan)
  12. Paman se ayah
  13. Anak laki laki paman sekandung
  14. Anak laki laki dr paman se ayah
  15. Suami
  16. Mu’tiq (irrelevan)
  17. Sababiyah ; perkawinan atau perjanjian
  18. Suami
  19. Istri

Macam macam pembagian :

  1. Ahli waris ashabusl furudl :
  2. 2/3 ; anak atau cucu perempuan jika berbilang dan tidak bersama anak atau cucu laki laki
  3. ½ ; anak atau cucu perempuan jika sendiri dan tidak bersama anak atau cucu laki laki
  4. 1/3 ; ibu atau nenek jika tidak ada anak, cucu atau sdr yg berbilang. 1/3 tambah sisa dalam kasus qarwain
  5. ¼ ; istri jika si ati tak punya anak
  6. 1/6 ; cucu jika bersama anak perempuan dan tidak ada cucu laki laki, bapak atau kakek jika ada anak laki atau cucu laki laki, dan ditambah sisa jika bersama cucu anak atau cucu perempuan ( kasus kalalah)
  7. 1/8 ; istri jika si mati punya anak
  8. ‘Ashabah ; pewarisan sisa ashabul furud yaitu buat anak laki atau cucu laki laki atau paman atau anak paman
  9. Zawil Arham ; ahli waris punya hubungan darah tapi menurut ketentuan al-Quran mereka tidak menerima warisan, mereka berfungsi sebagai ahli waris pengganti ketika ashabul furudl dan ahli waris sababiyah tidak ada.
Exit mobile version