Pendiri: Syekh Abbas Abdullah
Nama: Yayasan Darul Funun el-Abbasiyah
Akta Notaris: No. 61 tahun 1987 Notaris Drs. Saadus Sjahar, SH.
Luas Tanah/Bangunan: 8870 M2 / 1260 M2
Pembina Yayasan:
Buya Dr. H. Afifi Fauzi Abbas, MA
Penasihat Yayasan:
Buya H. Ismed Abbas, BA
Datuk Azizi Fauzi Abbas, ST MTP
Ketua Yayasan:
Tan Abdullah A Afifi, ST MT
SEJARAH
Dirintis pada tahun 1854 oleh Syekh Abdullah Dt Jabok (1830-1903) dengan konsep pengajian atau halaqah, kemudian dikenal dengan nama pengajian Surau Godang Dt Jabok (revisi sebelumnya 1875 M)
Syekh Abdullah adalah anak dari Tuanku nan Banyak Dt Perpatih nan Sabatang, seorang Hakim dan Urusan Pengadilan wakil dari Tuanku nan Bonjol bersama-sama dengan Tuanku nan Biru Dt Bandaro nan Itam yang mengurus Pemerintahan.
—-
Setelah meninggalnya Syekh Abdullah, Surau Gadang diasuh oleh Syekh Abbas Abdullah, yang berkampung di Padang Japang setelah kepulangannya dari perantauannya di Mekkah Al-Mukarramah. Kedua saudaranya yang lain seperti Syekh Muhammad Shalih mengurus surau beliau di Pariaman dan Syaikh Mustafa Abdullah mengurus surau beliau di Sei Kamuyang.
Perubahan konsep halaqah menjadi konsep kelas (kelasikal) dimulai pada tahun 1910 oleh Syekh Abbas Abdullah dari kunjungannya ke pusat peradaban Islam pada masa itu di kota Istanbul, Turki Ottoman.
Pengorganisasian gerakan dakwah dimulai sekitar pada tahun 1920 dengan nama Sumatera Thawalib dengan tokoh-tokohnya pelopor Syekh Abbas Abdullah, HAKA (ayah Buya HAMKA), Syekh Muhammad Jamil Jambek, Syekh Ibrahim Musa Parabek, dsb.
Perintisan pengembangan konsep Sains dan Islam oleh Syekh Abbas Abdullah dimulai pada tahun 1928, (yang banyak dipengaruhi oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh), diperkenalkanlah ilmu matiq (matematika), geografi, sejarah, tata negara, biologi dan bahasa asing selain bahasa arab.
Pada tahun 1931-1932 nama Sumatera Thawalib diganti menjadi Darul Funun el-Abbasiyah oleh Syekh Abbas Abdullah dikarenakan perubahan orientasi Sumatera Thawalib menjadi politik praktis yang di usung oleh murid-murid Sumatera Thawalib, termasuk dari Padang Japang. Perubahan ini adalah sikap tegas dan peringat keras terhadap murid-murid Sumatera Thawalib dikarenakan terlalu condong pada politik.
Dirintis sekolah untuk kaum wanita pada tahun 1930an oleh Syekh Abbas Abdullah, dimana anak kemenakannya menjadi salah satu siswa pertama pada pencerahan pendidikan kaum wanita pada masa tersebut. Pada masa itu nama kelas perempuan juga bernama Darulfunun kelas perempuan.
Tingkat pendidikan dibagi menjadi 2, tingkat Ibtidaiyah (I-IV) dan tingkat Tsanawiyah (V-IX).
Dibentuk Badan Waqaf Darul Funun el-Abbasiyah pada tahun 1954. Setelah meninggalnya Syekh Abbas Abdullah pada tahun 1957 Darul Funun diasuh oleh Buya H Fauzi Abbas, Lc BA yang merupakan anak Syekh Abbas Abdullah yang juga diangkat menjadi wakil pimpinan oleh Syekh Abbas Abdullah. Buya Fauzi Abbas adalah lulusan dari American University of Cairo yang merupakan salah satu perguruan tinggi modern di Mesir pada saat itu, selain itu beliau juga menjadi mustami’ di Al-Azhar. Langkah ini dilakukan karena pada saat itu program pengajaran di Al-Azhar masih belum sistematis dan dominan halaqah.
Sepeninggal Syekh Abbas Abdullah, kepengurusan Badan Wakaf dilanjutkan oleh kepengurusan yang dipimpin oleh Buya Fauzi Abbas, dibantu organisasi otonom yang mendukung yakni, Organisasi Bekas Pelajar Darul Funun dan Nahdatun Nisaiyah (perhimpunan perempuan, bekas siswa perempuan Darul Funun).
Setelah perang berkepanjangan yang menguras tenaga, materi dan mental, dan krisis nasional, pada tahun seiring dengan lahirnya orde baru pada tahun 1968. Darulfunun dikordinatori oleh Buya H Fauzi Abbas bersama masyarakat mempelopori pendirian Madrasah (Negeri) oleh pemerintah di Padang Japang untuk menyelamatkan kegiatan belajar mengajar siswa dan kegiatan operasional guru.
Dengan SK Menteri Agama RI No.68/1968 . tanggal 13 April 1968 direstui untuk pembangunan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Negeri, sehingga dengan ini dialihkan siswa dan guru untuk mendukung operasional madrasah, dan untuk sementara dipergunakan komplek Darul Funun dengan 4 gedung dan 1 kantor.
Pada tahun 1970 dibangunlah gedung madrasah negeri dengan dana waqaf dari masyarakat VII Koto Talago, dan pada tahun 1975 dibangun 5 gedung untuk mendukung kegiatan belajar dan mengajar.
Dengan dialihkannya kegiatan Madrasah, maka pada tahun 1970an Darulfunun menginisiasi pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Syariah dengan menginduk kepada STAIN Bukittinggi.
Seiring dengan kegiatan belajar mengajar Darul Funun juga melakukan pengembangan masyarakat, baik dengan mempelopori penanaman bibit padi unggul, membawa bibit ikan mujair dari Bogor,
Pada tahun 1984 setelah H Fauzi Abbas meninggal Perguruan Darul Funun diamanahkan kepada anak, kemenakan, dan masyarakat yang dipimpin oleh H Afifi Fauzi Abbas, yang kemudian pada tahun 1987 menyepakati merevisi yayasan menjadi Yayasan Darul Funun el-Abbasiyah.
Sejak tahun itu pula murid-murid senior Darul Funun yang bermukim di Padang Japang sekali lagi menjaga visi dan semangat perubahan terus menyala.
DFA membuka kembali perguruan dengan kelas pondok (berasrama) untuk tingkat pendidikan Madrasah Tsanawiyah pada tahun 1997 dan Madrasah Aliyah pada tahun 2002, yang perintisannya diamanahkan oleh Buya Afifi Fauzi selaku Ketua Umum Yayasan kepada H Bermawi Mukmin (unsur ketua), dan pengelolaannya diamanahkan kepada H Adia Putra.
DFA mengadakan tambahan kelas untuk Aliyah pada tahun 2013, pembangunan Asrama Putra di Baruah pada tahun 2014, dan Pembangunan Asrama putri 3 lantai, bantuan dari Kementerian Perumahan Rakyat pada tahun 2015. Hingga kini setiap tahunnya diperlukan tambahan ruang kelas dan sarana prasarana untuk memfasilitasi penambahan murid yang terus bertambah.
Pada tahun 2018, untuk menjaga amanah, Buya Afifi Fauzi bersama Buya Ismed Abbas membentuk kepengurusan baru dengan menunjuk ketua Buya Abdullah Afifi yang pada saat itu masih merantau di Inggris dan Malaysia. Buya Abdullah Afifi merupakan generasi ke-4 dari zuriyat Syekh Abbas Abdullah. Pada tahun 2021 Buya Afifi Fauzi meninggal dunia dan kemudian disusul oleh Buya Ismed Abbas setahun berikutnya.
—
Semoga kita dapat terus menjaga obor perubahan ini terus menyala.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11