Abawaahu: Sang Penjaga Fitrah Anak

Bahasa arab merupakan bahasa yang unik dan lentur sehingga memungkinkan satu kata memiliki bergagam makna namun tetap bisa dilihat benang merahnya. Dari redaksi hadis nabi tentang fitrah anak, maka yang bertanggung jawab terhadap kefitrahan anak adalah kedua orang tuanya -abawaahu(ابواه).

Kata abawaahu yang kemudian diterjemahkan sebagai kedua orang tuanya berasal dari kata abawaan(ابوان) bentuk mutsanna (dobel) dari kata abun(اب) yang berarti bapak. Sehingga kata abawaan pada dasarnya bermakna dua orang bapak. Digunakannya kata abawaan bukan waalidaan yang lazim digunakan dalam bahasa arab untuk merujuk orangtua ataupun lawan katanya waalidataan yang bermakna dua orang ibu menyiratkan makna bahwa seakan-akan rosulullah ingin menyampaikan pada kita bahwa tugas pengasuhan anak merupakan tugas yang amat berat yang tercermin dalam pemilihan kata dalam bentuk maskulin.

Dalam kitab almufrodaat fi ghoriibil quran karya Raghib Al Isfahani diuraikan bahwa kata abun -dalam berbagai bentuknya- dalam alquran tidak hanya bermakna bapak atau orang tua biologis melainkan juga terkadang berarti ulama yang memberikan pengajaran dengan ilmu atau pendidik. Hal ini tentu sangat sesuai dengan praktik yang terjadi di masyarakat dimana orang tua tidak sendirian dalam memberikan pengasuhan dalam rangka menjaga fitrah anak, melainkan bersama pendidik atau guru dalam lembaga formal maupun informal.

Baik orang tua maupun guru pendidik harus melakukan harmonisasi dalam tugas pengasuhan anak – tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Bukan seperti yang terjadi saat ini, seringkali tujuan pengasuhan anak di rumah dan di sekolah tidak seiring sejalan. Bahkan yang lebih parah seringkali orang tua abai dan seolah melakukan pembiaran dan menyerahkan sepenuhnya tugas pendidikan kepada guru. Oleh karenanya, jika orang tua tidak sanggup melakukan pengasuhan atau pendidikan secara mandiri, maka tugas orang tua untuk memilihkan lembaga pendidikan yang baik bagi ananda tercinta.

Perlu kita cermati juga kata abun yang tersusun dari alif dan ba sangat dekat dengan kata abbaa (ابا)yang bermakna segala sesuatu yang tumbuh dari permukaan bumi yang bisa diambil manfaatnya. Kalau kita kaitkan dengan kegiatan pengasuhan atau pendidikan anak,maka bukankah hakikat dan tujuan dari aktivitas menjaga fitrah -baik oleh orang tua maupun guru- adalah menjadikan anak bermanfaat bagi masyarakat juga lingkungannya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa fitrah anak terdiri dari fitrahnya sebagai hamba dan sebagai khalifah. Namun dewasa ini , kalau kita perhatikan, sebagian -kalau tidak mau dikatakan kebanyakan- fokus utama dari kegiatan pendidikan atau pengasuhan lebih tertuju kepada fitrah anak yang kedua yaitu menjadi khalifah di muka bumi serta cenderung menganggap remeh fitrah anak sebagai seorang hamba. Hal ini bertolak belakang dengan fokus utama pendidikan -menurut islam- yang tujuannya adalah menjaga fitrah anak sebagai seorang hamba. Coba perhatikan bagaimana ungkapan ya’qub a.s. ketika malaikat maut datang menjemput yang terekam dengan indah dalam alquran surat albaqoroh ayat 133, “wahai anakku apa yang akan kamu sembah sepeninggalku?”.

Disatu sisi anak adalah karunia terindah namun disisi lain ia menjadi cobaan bagi kedua orangtuanya -termasuk juga pendidik. Mudah-mudahan kita bisa fokus dan terus menerus mampu menjalankan peran kita sebagai orang tua maupun pendidik dapat menjaga kesucian fitrah anak yang menjadi amanah buat kita. Amin. Wallahu a’lam. (j.rosyidi)

http://www.insancendekia.org/grak/260-abawaahu-sang-penjaga-fitrah-anak



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia