Muhammad Fakhruddin/anggota Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Pusat
Dinding tebal menjulang setinggi 2 meter mengitari area seluas kurang lebih 3 hektar. Tampak urat-urat bata dari kulit dinding yang terkelupas di sejumlah ruas sisinya.
Kendati tampak kusam namun tidak menghilangkan kesan kokoh sebuah benteng yang telah menjadi saksi bisu kejayaan Islam di tanah jawara. Benteng bernama Surowowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan.
Namun, ketika melongok ke dalam hanya menyisakan runtuhan dinding dan fondasi berbentuk puluhan persegi empat. Reruntuhan yang dipercaya sebagai Keraton Surosowan.
Keraton ini berdirinya setelah Maulana Hasanuddin berhasil merebut Banten dari Kerajaan Padjajaran pada 1526. Kala itu, Padjajaran merupakan satu-satunya kerajaan Hindu yang masih eksis di Pulau Jawa.
Kerajaan Banten bercorak Islam didirikan karena Kesultanan Cirebon mendengar informasi adanya perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Padjajaran yang berencana membangun benteng di Sunda Kelapa (Jakarta). Konon, Portugis dan Padjajaran berniat untuk menghambat penyebaran Islam di bagian barat Pulau Jawa.
Pasukan gabungan dari Kesultanan Demak dan Cirebon bersama laskar marinir yang dipimpin Maulana Hasanuddin menyerbu Kadipaten Banten Girang yang bercorak Hindu. Pasukan gabungan berhasil mengalahkan Prabu Pucuk Umun sebagai adipati Banten Girang kala itu.
Setelah penaklukan tersebut, pada 1526 lahirlah Kadipaten Banten yang bercorak Islam di bawah naungan Demak dan Cirebon. Maulana Hasanuddin dinobatkan sebagai adipatinya.
Semenjak Banten Girang berhasil dikalahkan oleh penguasa Islam, terjadilah peralihan kekuasaan. Kekuasaan Islam bertambah jaya ketika pusat Kesultanan Banten dipindah ke Banten Lama yang terletak di kawasan pesisir pantai utara Pulau Jawa bagian barat, tepatnya di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten.
Pemindahan ini merupakan suatu pilihan penting untuk mengembangkan perdagangan, sehingga bandar Banten di pesisir yang berfungsi pusat politik maupun ekonomi berkembang dengan pesat. Pemindahan kota pusat kerajaan itu dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara Pulau Jawa dan pesisir Sumatra bagian barat melalui Selat Sunda dan Samudra Indonesia.
Leave a Reply