Kemajuan teknologi di zaman ini, membawa banyak kemudahan bagi Umat Islam. Salah satu kemudahan yang bisa kita dapatkan melalui teknologi adalah dengan hadirnya financial technologi atau fintech.
Saat ini, hal tersebut sedang marak dilakukan banyak masyarakat khususnya umat Islam dengan meminjam uang melalui aplikasi atau tawaran-tawaran pinjaman melalui pesan yang masuk ke ponsel kita yang biasa disebut pinjaman online (Pinjol).
Banyak masyarakat yang tergiur dengan hal itu. karena dirasa sangat mudah untuk mendapatkan uang dan dengan cepat bisa mengatasi keperluanya. Namun, di balik itu, kita sering juga mendengar bagaimana negatifnya akibat meminjam uang dari Pinjol ini. Lantas, bagaimana pandangan dan hukum Islam terkait dengan Pinjol ini?
Anggota Komisi Fatwa MUI, menjelaskan dalam prinsip Hukum Islam, dikenal dengan ‘’mengupayakan banyak yang maslahah dan meninggalkan yang mudharat’’. Artinya, berusaha untuk melakukan perbuatan yang memberikan manfaat, ketimbang melakukan yang mendatangkan keburukan atau kerugian.
Dia menyebutkan, dalam berbagai kasus yang terjadi di Pinjol ada nasabah yang meminjam lewat Pinjol sebesar Rp 2 juta. Tetapi, dalam beberapa bulan dan dikalkulasikan dengan bunganya bisa berlipat-lipat. “Sehingga, yang tadinya Rp 2 juta, bisa menjadi Rp 20 juta bahkan bisa lebih,” tutur dia kepada MUI.OR.ID, Selasa (15/6).
Jadi, kata Kiai Nurul, jika pinjaman tersebut berkembang biak banyak seperti itu, pasti akan ada pihak yang dizalimi. Padahal, di ujung ayat tentang riba antara lain QS Al Baqarah 279 disebutkan لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ: ‘’latazlimuna wala tuzlamun’’ mereka tidak melakukan kezaliman dan mereka tidak dizalimi.
“Jadi, kalau ada unsur zalim dan menzalimi. Itu berarti ada dharar. Padahal, prinsip anjaran Islam ‘’adh dharar yuzal’’ atau setiap yang membawa mudharat, harus dihilangkan.
Kiai Nurul memprediksi, pinjaman online yang saat ini sedang marak akan hilang karena seleksi alam. Dia juga menambahkan, bahwa saat ini yang sangat penting untuk dilakukan adalah dengan mengedukasi masyarakat agar tidak menggubris atau bila perlu langsung menghapus pesan tawaran pinjaman online. “Karna pinjaman online, kecenderunganya sudah pasti merugikan dan mendzalimi pihak yang meminjam,” kata dia.
Oleh karena itu, berdasarkan prinsip hukum Islam, الضرر يزال adh dhararu yuzal, kemudharatan harus dihapuskan. Sedangkan, جلب النفع ودفع الضرر jalbun naf’i wadafu adh dharar, menarik yang manfaat dan menghindarkan mudharat harus diutamakan.
Maka, pinjaman online itu, menurut pandangan Kiai Nurul harus dihapuskan. Karena mudharatnya akan jauh lebih berbahaya. Adapun pinjaman online berbasis syariah, dia menuturkan bahwa itu pun hampir sama praktiknya. Baginya, pinjamin yang bunganya berkembang biak sangat besar merupakan kezaliman dan tindak kejahatan cyber crime yang pelakunya harus diusut. “Ini salah satu tindak pidana, pelakunya mesti dihukum tapi pihak berwajib (perlu) untuk melacak satu akun atau person tertentu yang melakukan kejahatan bidang cyber crime,” kata dia. (Sadam Al Ghifari/ Nashih)
Leave a Reply