muisumut.com. Panyabungan, Persulukan atau orang Mandailing Natal (Madina) menyebutnya Parsulukan, merupakan tempat belajar dan mendalami agama Islam.
Kamis, 3 Februari 2022 Tim Majalah Media Ulama MUI Sumut berkunjung ke Parsulukan atau pondok Huraba pada tahun 1902 yang dipimpin Syekh Haji Husin Nasution (1866-1932) lahir di Huraba Kecamatan Siabu.
Syekh Husin Nasution menikah dengan gadis asli Melayu di Perak, bernama Zainab. Mereka dianugrahi dua orang putera bernama Abdul Malik dan Ahmad Zein. Kaum kereabat Syekh Husin Nasution datang ke Perak untuk mengajaknya kembali ke kampung halaman Huraba.Isterinya tidak bersedia ikut. Setelah bermukim lima tahun di Perak, Syekh Husin Nasution kembali ke Huraba, kemudian menikah dengan gadis sekampungya, Masdaur, yang melahirkan seorang putera dan tiga orang puteri, masing-masing: Asmah, Halimah dan Abdul Jawad Nasution.
Pada tahun 1890 naik haji dan belajar di Masjidil Haram selama tujuh tahun. Setibanya di Huraba pada tahun 1902, Syekh Husin Nasution mendirikan Pondok Huraba. Muridnya datang dari berbagai tempat seperti Siabu, Barumun dan Padang Sidimpuan. Setelah mengasuh Pondok Huraba selama 24 tahun. Syekh Husin Nasution pindah ke Padangsidimpuan dan mengajar di Masjidil Raya Lamo. Beberapa orang di anatar muridnya anatar lain: Haji Abdul Wahab, Ratal, Haji Abdul Gani, Haji Kari, Haji Shomad dan Syekh Abdul Manan Siregar.
Dr. Akmaluddin Syahputra M. Hum mengatakan kunjungan ini bertujuan untuk mengetahui jejak pendidikan Islam di Kab. Madina
“Ini penting bagi kami, sebab Majalah Media Ulama ini akan kami terbitkan dengan tujuan memberitahu kepada khalayak bahwasanya di Madina ini banyak tempat-tempat yang menjadi sejarah bagi agama Islam”, ungkapnya.
Ali Azmi Nasution, selaku keturunan pendiri Parsulukan mengungkapkan bahwa kegiatan di Parsulukan ini bertujuan untuk mendalami ilmu tentang Islam khususnya Tauhid dan menjadikan tempat Halaqah
“Dulu ini dibuat leluhur kami untuk wadah orang-orang yang ingin mendalami ilmu Tauhid, di sini belajarnya”
Selain Ali, H. Damri Pulungan, Lc yang juga keturuanan pendiri Parsulukan mengungkapkan bahwa masih ada bukti sejarah yang tertinggal yakni bangunan teras Masjid as Sakinah yang bernuansa Melayu Kuno dan masih adanya tiang Masjid pertama yang menjadi pondasi Masjid tempat beribadah para jamaah parsulukan 120 tahun silam
“Atap mesjid yang di teras merupakan bukti sejarah, karena leluhur kami dulu belajar agama Islam sampai ke Malaysia sana. Masjid ini sedang di Renovasi, namun untuk pondasi tiang tengahnya tetap kami buat tiang yang pertama kali saat Masjid ini berdiri”, ungkapnya.
Damri mengaku, sejak leluhurnya yang merupakan pendiri Parsulukan berdomisili ke Padangsidempuan,Tapanulis Selatan, Parsulukan ini mengalami penurunan jama’ah sehingga akhirnya vakum dan tidak beroperasi
“Sejak leluhur kami menikah dan berdomisili di Padangsidempuan, vakum lah pesantren ini karena kajian-kajian Islam jarang di syiarkan lagi”, akuinya.
Rustam Pakpahan, MA selaku Pemimpin Redaksi Media Majalah MUI Sumut menyampaikan harapannya terkait Parsulukan As-Sakinah untuk dihidupkan kembali sebagai wadah belajar umat Islam
“Sangat disayangkan sekali jika Parsulukan ini harus Vakum. Mungkin banyak di sini tempo dulu orang belajar di sini, semoga para leluhur dapat menghidupkannya kembali agar wadah belajar Umat Islam di Madina ini terus bertambah”, harapnya.
Leave a Reply