Makassar, muisulsel.com – Sifat-sifat keburukan ada yang berkaitan dengan orang lain, ada pula yang berkenaan dengan keburukan diri sendiri. Menceritakan bahkan menyebarkan keburukan orang lain disebut ghibah, sedangkan menceritakan keburukan diri sendiri, terkadang diistilahkan dengan Isyaat al Faa-hisyaat.
Di saat ummul mukminin Aisyah ra diberi cobaan, difitnah ada hubungan dengan Shafwan ra, lalu disebarkan oleh orang-orang munafik sebagai tudingan. Hal itu direkam al-Qur’an dengan istilah Isyaat al faa-hisyat.
{إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَة} [النور: 19]
Sesungguhnya orang-orang yang senang atas tersebarnya (berita bohong) yang sangat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang sangat pedih di dunia dan di akhirat.
Syekh Syauqiy ‘Allaam, mufti Mesir mengutip pendapat imam Bukhariy dalam al Adabu al Mufrid bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, “Bagi pengumbar dan penyebar cerita-cerita buruk, sama besar dosanya.”
Atha’ bin Abi Ribah rahimahullah berkata, “Siapa saja yang menyebarkan luaskan cerita-cerita buruk dan keji, maka dialah yang pertama kali memikul dosa pencetus awal cerita buruk itu, meskipun cerita buruk itu memang betul terjadi.”
Kekhilafan dan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang akibat khilaf dan tergelincir dosa, bukan informasi yang perlu disebarkan, kecuali jika kemungkaran itu dilakukan nyata terang-terangan oleh pelakunya, dan terkait dengan maslahat banyak orang. Perbuatan salah dan khilaf seseorang hendaknya ditutupi dan tidak disebarluaskan.
Imam an Nawawi berpendapat bahwa haram hukumnya membuka aib diri sendiri ataupun aib orang lain. Dan haram pula menyebarluaskannya.
Dalam ajaran Islam, Allah swt senantiasa menutupi kesalahan hambanya di siang hari dan di malam hari. Setiap hamba diberi kesempatan untuk bertobat dari kesalahan yang dilakukannya di pagi hari, dan kesalahannya di malam hari. Nabi saw bersabda:
((كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إلا المُجَاهِرِينَ، وَإنَّ مِنَ المُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ باللَّيلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ عَلَيهِ،
فَيقُولُ: يَا فُلانُ، عَمِلتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصبحُ يَكْشِفُ ستْرَ اللهِ عَنْه)). مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Setiap umatku akan diampuni, kecuali mereka yang terang-terangan melakukan dosa. Meskipun begitu, mereka yang terang-terangan berdosa di malam hari tetap ditutupi aib dan dosanya hingga pagi hari. Namun ada yang justru menceritakan aib dan dosanya dan berkata: “Tadi malam aku melakukan ini dan itu. Allah telah menutupinya namun dirinya sendiri yang membuka aibnya itu.”
Paparan di atas memberikan pelajaran kepada kita agar tidak menyebar kesalahan orang lain, sebab Allah sendiri menutupi aib dari dosa itu. Termasuk dalam kaitan ini adalah agar kita tidak menyebar sendiri aib dan dosa yang telah kita lakukan, sebab Allah sendiri yang menutupnya untuk memberikan hikmah di balik dosa itu. Lalu kenapa kita yang membukanya di hadapan orang lain? (ISR)
والله اعلم وصباح الخيرات والاعمال الصالحات
The post GORESAN HATI: Jangan Menebar Aib dan Cacat Diri Sendiri appeared first on MUI Sul Sel.
Leave a Reply