All posts by Dr Arman Husni

Muhasabah Diri (121): Ilmu Yang Menyelamatkan

Perlu kita ketahui, bahwa kebaikan yang bersumber dari perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya akan mengantarkan pelakunya pada kebahagian dunia dan akhirat. Begitu juga mengikuti alur untuk apa syariat diturunkan, karena syariat itu sendiri buat kemaslahatan umat manusia. Untuk memahaminya mengilmui tentang itu adalah kuncinya. Ilmu akan mengantarkan kepada keselamatan dan kebodohan akan menggelincirkan kejalan yang salah.

Penentangan yang dilakukan sebagian kaum Quraisy terhadap dakwah Rasullullah Saw adalah bentuk ketidaktahuan mereka. Apa yang terjadi disaat ilmu sampai ke mereka?. Disaat itulah terjadi pergulatan keyakinan di diri mereka. Sedikit demi sedikit cahaya iman mewarnai qalbu dan hidayahpun mengajak lisan mereka bersyahadat. Subhanallah, indahnya kebenaran jadi topik perbincangan masyarakat sekitar Ummul Quro. Cahaya petunjukpun menjalar dari satu pribadi ke pribadi lainnya, dari satu rumah ke rumah lainnya. Cahaya petunjukpun menyinari masyarakat Makkah. Begitu dahsyat…karena umat sudah jenuh dan muak dengan tradisi kebodohan. Meskipun perseteruan masih saja terjadi. Kebenaran ilmu dan kebatilan sampaikan kapanpun akan tetap bertentangan.

Sahabat…
Kelelahan dalam mencari ilmu yang benar akan mengantakarkan kepada kebahagiaan. Menjemputnya akan mendatangkan hidayah. Kondisi masyarakat jahiliah yang dulu mereka adalah para penentang, tapi dalam Islam berbalik arah menjadi penyeru dan pengajak kebaikan. Indah memang, jika nuansa ilmu sudah mewarnai berbagai aktivitas. Apalagi setelah hijrah ke Madinah, suasana tatanan masyarakat madanipun tercipta. Saling menghargai, menyantuni bahkan jadi sampel tasamuh yang sebenarnya pun terjadi. Bagi yang merasakan gelapnya kebodohan akan tahu bahwa ilmu itu cahaya yang akan menerangi kehidupannya.



Muhasabah Diri (120): Kemana Ilmu Kita Bermuara?

Disaat pandangan kita dilayangkan, banyak terlihat bukti-bukti kekuasaan Ar-Rahman. Disaat keangkuhan hati ditundukan, amat terasa kelembutan Ar-Rahim. Manusia amatlah lemah didepan kekuasaan Al-Qadir. Tidak pantas berlagak sombong, sampai-sampai menyebut hasil karya manusia dengan ungkapan tak pantas disematkan padanya. Dulu ada fenomena Titanic yang secara bahasa berarti raksasa perkasa. Tak mampu mengahadapi keperkasaan Yang Maha Perkasa, karam dilautan lepas. Selanjutnya pesawat ulang alik NASA yang dinamai Chalenger yang berarti penantang, hancur berkeping-keping yang terjadi akhir Januari 1986. Manusia amatlah lemah dengan keterbatasan ilmu dan tidak layak disandingkan dengan ilmu-Nya Yang Maha Aliim.

Para ulama dan ilmuwan senantiasa berikhtiar untuk memaksimalkan karya-karya mereka. Memperbaiki, momoles kekurangan konsep sebelumnya untuk tampil lebih baik. Keberhasilan mereka sudah banyak tercatat dalam lembaran-lembaran buku yang ada di berbagai perpustakaan. Berbagai rekaya keilmuan, eksperimen pengembangan teori-teori baru dilakukan agar muncul nuansa baru dan kebaruan dalam dunia ilmu pengetahuan. Hari ini kita saksikan kemajuan teknologi, yang beberapa dasawarsa yang lalu hanya berupa khayalan yang hari ini nyata bukti eksperimen ilmu manusia berkembang dan berubah. Yang perlu dipertanyakan adalah, apakah semua ini kebaikan bagi manusia? Perlu dikaji dan direnungi, ilmu apakah yang jadi pahala jariah sebagaimana disebut hadits nabi?.

عَنْ اَبي هُـرَيْـرَةَ رَضِـَي اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذاَ ماَتَ ابْنُ اٰدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَث: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَه

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anak cucu Adam telah mati, terputuslah amalannya kecuali 3 perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya”. (HR Muslim)

Ilmu pengetahuan perkembangannya amatlah dahsyat, pertanda manusia memaksimalkan potensi intelektualitasnya dibidang ini. Kemajuan ilmu tetap saja ada sisi-sisi baik dan buruknya. Akan baik bila dikelola oleh pribadi-pribadi shalih dan mushlih sekalian. Umat Islam hari ini banyak yang berkecimpung diseputar keshalihan pribadi tapi minim dalam berbuat untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Akhirnya kita tertinggal dilandasan impian yang tak terwujud. Dilemanya jika kemajuan ilmu pengetahuan dipegang kendalinya oleh pribadi-pribadi yang tidak baik bisa jadi kerusakan yang ditimbulkannya lebih besar.

Sahabat…
Semua yang kita lakukan berawal dari ilmu yang kita ketahui. Semuanya akan dipertanggungjawabkan diakhirat kelak. Apakah ilmu kita mengantarkan kita ke sorga-Nya?. Atau malah menjadikan kita melarat di neraka yang penuh dengan siksaan… Bermuara hanya pada dua pilihan, sorga atau neraka. Jadi kitalah yang berikhtiar untuk itu.



Muhasabah Diri (118): Merasa Kerdil Dengan Ilmunya

Tidak semua yang kita inginkan berarti baik buat kita. Begitu juga sebaliknya, tidak semua yang baik kita jadikan tujuan hidup. Menuntut ilmu adalah kebaikan. Tapi tidak semua kita mencarinya. Berbagi ilmu adalah kebaikan, tapi juga tidak semua kita melakukannya. Kadang-kadang kita pelit dengan kebaikan, boros dengan keburukan. Bahkan ada yang bangga dengan maksiat yang dilakukan. Sampai-sampai ada yang pamer maksiat melalui media yang mampu dia bayar. Padahal kebanggaan seperti itu hanyalah sesaat dan diakhirat penyesalan yang didapati jika tidak bertaubat sebelum ajal datang mendekat.

Yang berjibaku berbagi kebaikan tetap ada. Pewaris ilmunya nabi, senantiasa introspeksi diri. Berbagi ilmu bagi mereka adalah tradisi. Suatu saat kebiasaan ini terkikis sedikit demi sedikit pertanda dunia sudah diujung waktu. Ilmu eemakin dibagi, semakin terasa bahwa manusia hanyalah buih diatas samudera lepas. Bahkan tidak ada apa-apanya… Kecil, kerdil tidak patut ada secuil kebanggan dan keangkuhan dihadapan kekuasaan Yang Maha Rahman.

Siang hari menebar kebaikan dengan menghiasi jatah usia mereka dengan berbagi aktivitas kebaikan. Malam hari diisi dengan muhasabah dan istighfar, segala sesuatunya atas kehendak Allah SWT. Selayaknya begitulah yang dilakukan para pewaris nabi. Semakin berilmu, semakin tunduk dan takut pada Allah SWT.

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28)

Tetap produktif dalam menghiasi perjalan waktu, itulah motto para pewaris nabi. Mengaukui manusia adalah kecil didepan samudera ilmu yang luas…



Muhasabah Diri (113): Hal-Hal Yang Mesti Diketahui

Pernahkan kita mempertanyakan bahwa amalan yang kita lakukan dalam keseharian ini sudah benar?. Benar tidaknya sebuah amalan tentu ada patokannya, apalagi amalan yang berhubungan dengan ibadah mahdhah yang tatacaranya diatur sedemikian rupa dalam aturan syariat. Manusia makhluk mulia yang diciptakan Allah SWT banyak menjalankan peran yang akan ditunaikan. Sebagai makhluk sosial ada tuntutan kewajiban yang harus ditunaikan dan sebagai imbalannya ada hak yang akan diperolehnya. Begitu juga sebagai pribadi muslim, ada tuntutan amalan yang harus dikerjakan sebagai konsekwensi keislaman seseorang. Ada juga tuntutan keimanan yang merupakan pembeda kualitas seseorang dihadapkan Khaliqnya.

Ada batas-batas minimal yang seharusnya diketahui oleh seorang muslim. Menyedihkan, jika seorang muslim tidak tahu hakikat penciptaannya untuk apa?.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (QS: Az-Zariat:56)

Sebagai pribadi muslim, dia harus tahu, apa saja amalan yang tidak boleh ditinggalkan sebagai muslim yang beriman pada Allah SWT. Tapi kenyataannya betapa banyak diantara umat Islam tidak tahu bagaimana cara shalat, tidak tahu seluk beluk zakat. Bahkan ada yang tidak kenal bagaimana seharusnya berpuasa dibulan Ramadhan, haji dan lain sebagainya. Satu persatu, ilmu tentang bagaimana menjadi seorang muslim mulai pudar dalam kehidupan kita. Banyak yang tidak risih dengan fenomena muslim tapi tidak islami. Kadang-kadang warna pembeda muslim sebenarnya dan muslim yang hanya identitas di selembar kertas hampir tidak kelihatan lagi.

Dengan perjalanan waktu yang dilalui, krisis identitas semakin marak terjadi dikalangan generasi muslim. Keberhasilan brain washing, cuci otak yang diarahkan kepada meraka semakin menjadi-jadi. Target awal pelaku perang identitas memang tidak langsung terang-terangan memurtadkan generasi muda muslim, tapi langkah awal bagaimana menjadikan mereka generasi yang pudar identitas keislamannya. Itu yang jadi target awal. Jika itu sudah terjadi, langkah berikutnya akan mudah mereka tempuh. Ujung-ujungnya tanpa disadari seseorang semakin tidak jelas lagi untuk apa dia hidup, apa saja yang mesti dilakukan. Hilang patokan, hilang arah dan terakhir hilang identitas. Itulah yang terjadi…

Sahabat…
Yang bisa menyelamatkan kita nanti diakhirat adalah kondisi keberislaman kita didunia secara benar, tidak asal-asalan, jelas tujuannya yaitu keridhaan Allah SWT.



Muhasabah Diri (113): Bertanyalah Kepada Ahlinya

Sukses, adalah satu kata yang banyak manusia mengidamkannya. Bahkan kata itu sering jadi patokan luasnya pertemanan. Pada masyarakat yang senang merantau, berat hati untuk balik ke kampung halaman sebelum dapat meraih kesuksesan. Rata-rata ukuran kesuksesan yang kita temui masih bernuansa duniawi. Perlu diketahui bahwa kebahagiaan yang tidak ada kesedihan setelahnya adakah kesuksesan di akhirat. Harapan itu sering terucap dalam doa-doa kita.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.

Termasuk hal yang wajar jika kita tetap berikhtiar mencari yang terbaik. Dalam Islam permasalahan tetap ada solusinya. Dermawannya orang-orang kaya, kemudahan buat kaum faqir miskin. Disaat kebuntuan terhadap permasalahan ilmu, maka para ulamalah dan ahli ilmulah yang dicari sebagai jawaban. Jika suatu ditanyakan bukan pada ahlinya bisa jadi hanya akan memperumit permasalahan.

{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [النحل: 43]

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (QS. An Nahl: 43)

Betapa banyak sudah, peristiwa terjadi gara-gara solusi yang tidak tepat. Menyerahkan sesuatu yang bukan ahlinya adalah musibah. Isyarat dalam Islam sudah jelas, tanyalah kepada ahlinya dan serahkanlah sesuatu pada pakarnya.



Muhasabah Diri (112): Berguru Itu Penting

Coba lihat aktivitas anak-anak kita seharian. Belajar disekolah, bermain, mengaji dan banyak lagi yang mereka lakukan. Kita akan senang dan nyaman disaat mereka serius belajar atau mengaji dengan guru. Tapi bisa jadi perasaan kita berbeda disaat mereka bermain bersama teman-teman sebayanya, apalagi disaat mereka belajar daring. Cemas dan khawatir jika ada hal-hal yang tidak baik akan melekat pada dirinya. Kekhawatiran itu wajar muncul, karena akhlak buruk amat mudah menyebar lewat pertemanan, atau virus amoral begitu cepat mewabah via gadget yang mereka otak atik. Dengan adanya guru kekhawatiran itu akan lenyap sedikit demi sedikit.

Proses pembelajaran yang dicontohkan sosok pendidik umat Rasulullah Saw kepada generasi sahabat, meninggalkan banyak pelajaran buat kita selanjutnya akan hakikat pentingnya berguru. Disaat malaikat Jibril hadir ditengah-tengah sahabat mencontohkan bagaimana cara berguru yang baik.

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Suatu ketika, kami duduk di dekat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba datang seorang laki-laki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Tak terlihat padanya ada tanda-tanda bekas melakukan perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak disembah dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata, “Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya. Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk, ” ia berkata, “Engkau benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi menjawab, ”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!” Nabi menjawab, ”Jika seorang budak wanita telah melahirkan majikannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.” Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, ”Allah dan RasulNya lebih mengetahui, ” Beliau bersabda, ”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian”. (HR Muslim)

Pembelajaran melalui guru amat berkesan, karena ada sisi etika yang tidak bisa dipelajari kecuali dengan berguru. Apalagi lagi tentu hal-hal penting dalam Islam patut dipelajari dengan guru. Otodidak dalam urusan ilmu agama, akan banyak melahirkan kekeliruan. Maka wajar muncul ungkapan, “لو لا المربي ما عرفت ربي” Artinya: “Kalau bukan karena seorang guru/ pendidik, aku tidak mengenal Rabbku”.

Semoga guru-guru yang telah menorehkan semua kebaikan pada diri kita, mendapatkan pahala jariah yang tetap mengalir pada mereka… Wahai para guru kami…



Muhasabah Diri (111): Jalan Juang Para Pemburu Ilmu

Ikhtiar adalah sebuah kata yang dengan mengucapkannya saja sudah ada unsur kesungguhan. Apalagi menerapkan maknanya dalam hidup kita, dituntut keseriusan. Serius dalam berikhtiar mencari yang terbaik. Yang terbaik diantaranya adalah mencari ilmu. Dengan ilmu akan banyak kemudahan. Bahkan dengan ilmu juga akan membuka pintu-pintu kebaikan. Dan dari situlah terbuka jalan menuju surga-Nya.

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Uletnya para sahabat dalam berjibaku mencari ilmu, banyak diabadikan dalam warisan hadits-hadits Rasulullah Saw. Diantaranya adalah permintaan nabi kepada sahabat untuk mempelajari bahasa asing.

عَنْ خَارِجَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِيهِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَتَعَلَّمَ لَهُ كَلِمَاتِ كِتَابِ يَهُودَ. قَالَ « إِنِّى وَاللَّهِ مَا آمَنُ يَهُودَ عَلَى كِتَابٍ ». قَالَ فَمَا مَرَّ بِى نِصْفُ شَهْرٍ حَتَّى تَعَلَّمْتُهُ لَهُ قَالَ فَلَمَّا تَعَلَّمْتُهُ كَانَ إِذَا كَتَبَ إِلَى يَهُودَ كَتَبْتُ إِلَيْهِمْ وَإِذَا كَتَبُوا إِلَيْهِ قَرَأْتُ لَهُ كِتَابَهُمْ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Artinya: Dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit, dari ayahnya; Zaid bin Tsabit, ia berkata: “Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menyuruhku untuk mempelajari kata-kata (bahasa) yang ada dalam suratnya orang Yahudi, beliau berkata: “Demi Allah, aku tidak merasa aman dari pengkhianatan Yahudi atas suratku”. Maka tidak sampai setengah bulan aku sudah mampu menguasai bahasa mereka. Ketika aku sudah menguasainya, maka tatkala Rasulullah menulis surat untuk yahudi maka aku yang menuliskan untuknya. Dan ketika mereka menulis surat untuk beliau maka aku yang membacakannya kepada nya.” (HR. At Tirmidzi)

Kesungguhan sahabat Zaid bin Tsabit dalam mempelajari bahasa asing terlihat pada kepiawaian beliau menguasai bahasa Ibrani begitu juga bahasa Suryani (Syriac Language). Berbagai makar yang datang dengan memanfaatkan bahasa asing mampu dibongkar oleh para sahabat yang mulia. Begitu juga sahabat Abu Hurairah, dengan kesungguhannya mampu menghafal hadits lebih limaribu. Hafalannya yang begitu kuat, sehingga disaat ada yang menguji hafalannya, tidak ada satu katapun yang hilang. Generasi unik yang dididik oleh Rasulullah Saw sebagai generasi percontohan bagi umat.

Semangat itu dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Sehingga pusaran ilmu pengetahuan ada pada pihak umat Islam. Dengan gigihnya para ulama berburu ilmu dan kita hari ini dapat berkahnya. Kita masih leluasa menelaah hadits-hadits yang dikumpulkan Imam Bukhari, masih bisa membolak-balik lembaran kitab-kitab turats yang ditulis oleh ulama mujtahidin. Atau kitab-kitab tafsir diantaranya tafsirnya Ibnu Katsir, kitab-kitab Akidah, Fiqh dan ushulnya, Fiqh Sirah juga yang banyak dikembangkan para penulis dan banyak lagi karya para ulama. Hasil karya para ulama dalam berbagai disiplin ilmu dengan mudah kita dapati. Dan dengan leluasanya kita bisa mengoleksi berbagai karya para ulama terdahulu dalam pustaka online milik kita. Masya Allah kemudahan hari ini adalah hasil jerih payah masa lalu. Semoga semangat itu selalu jadi inspirasi buat kita semuanya.



Muhasabah Diri (110): Agar Ilmu Tidak Sia-Sia

Dari mulai terbit matahari, terus muncul siang yang terang benderang berlanjut ke sore dan malam yang gelap gulita. Itulah siklus pergantian siang dan malam yang dipergilirkan oleh Allah SWT untuk manusia. Ada masa buat beraktivitas disiang hari, dan rehat dimalam hari. Sehingga ada keseimbangan buat manusia. Apa yang terjadi jika senantiasa beraktivitas tanpa waktu jeda buat istirahat, sudah bisa ditebak itu tidak mungkin. Manusia ciptaan yang berbeda dengan malaikat, punya sisi rohani, fikri dan jasadi. Kesemua itu ada kebutuhannya.

Tujuan penciptaan manusia sudah jelas dalam Al-Qur’an, untuk beribadah kepada Allah SWT. Banyak hal yang dikerjakan manusia, semuanya bisa bernilai atau sia-sia. Keikhlasan adalah kuncinya. Tapi apakah cukup dengan ikhlas saja? Ternyata ada syarat lainnya, yaitu mengikuti contoh. Tentu yang kedua ini berhubungan dengan amalan yang ada tatacaranya. Dan itu ada pada apa yang diwariskan Rasulullah Saw buat umatnya. Begitu juga dalam hal ilmu kita. Ilmu yang bermanfaatlah yang menyelamatkan kita, dan jadi pahala jariah yang tetap mengalir.

Banyak godaan memang dalam mencari ilmu. Dalam rangka mencapai apa yang dituju, amat banyak ujian dan cobaan. Sejarah sudah memberikan hikmah buat kita, bahwa yang sudah dianggap mapan dari sisi amalan dan ilmu masih ada yang gagal dalam ujian ilmunya. Sosok Abdah bin Abdurrahman yang hafidz Al-Qur’an, dan banyak menguasai bidang ilmu, tapi tidak sanggup menghadapi godaan gadis Romawi yang beramput pirang. Ketertarikan dia pada sosok gadis Romawai, dia tinggalkan keyakinannya demi hasrat meminang wanita tersebut, akhirnya dia murtad dari Islam. Na’uzubillaah min zalik. Berbagai usaha para sahabat memberikan nasehat kepadanya dan terakhir dimintalah Abdah bin Abdurrahman ini mengingat dan membacakan kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang dia hafal dulu. Menyedihkan semua hafalannya hilang kecuali hanya 2 ayat yang masih dia ingat. 2 ayat dalam surat Al- Hijr.

رُّبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْ كَانُوا۟ مُسْلِمِينَ (الحجر٢) ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا۟ وَيَتَمَتَّعُوا۟ وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (الحجر٣)

Artinya: “Orang kafir itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan, sekiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang Muslim. Mereka (di dunia) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)”. (QS Al-Hijr : 2-3)

Semua akan sia-sia, jika tidak pada jalur yang benar. Hidup hanya sejenak, diakhirat sudah menunggu kehidupan abadi yang tidak berujung. Semoga ilmu yang kita cari, ikut menyelematkan kita dari pedihnya azab diakhirat kelak.



Muhasabah Diri (109): Jebakan-Jebakan Ilmu

Semakin banyak yang diketahui, semakin sedikit terasa yang kita miliki. Luasnya ciptaan Allah SWT, tidak akan mampu manusia menelusurinya. Semakin dicari dan digali malah semakin terasa kerdil wujud kita dihadapan kekuasaan-Nya. Begitulah karakteristik ilmu, berkembang dan luas, apalagi ilmu yang bersentuhan dengan ayat-ayat kauniah. Dengan kemampuan nalar manusia sesuatu yang dulu belum diketahui, sekarang terbuka lebar.

Tapi perlu diingat standar benarnya ilmu tidak bisa berseberangan dengan wahyu. Disaat muncul pertentangan, pasti ada yang salah. Makanya teori Darwinisme yang bertolak belakang dengan wahyu yaitu Al-Qur’an, akhirnya terbukti bahwa teori yang dikemukakan oleh Charles Darwin tersebut tidaklah benar dan berseberangan dengan temuan baru. Kadang-kadang masih ada saja yang kalangan ilmuwan yang terjebak, bersikukuh mempertahankannya. Teori bumi datar (Flat Earth/ FE) juga begitu, bertolak belakang dengan Al-Qur’an, maka tertolak sendiri oleh ilmu pengetahuan. Bahkan ada yang mendukung teori bumi ini berbentuk donat… Ada-ada saja cara orang cari sensasi di belantara ilmu pengetahuan.

Allah SWT memberikan kelebihan buat manusia yaitu alat berpikir. Daya nalar manusia tetap terbatas dan butuh panduan. Panduan ini yang meluruskan cara berpikir manusia. Berbentuk apakah panduan untuk manusia tersebut?. Disinilah semakin terang bahwa panduan itu adalah wahyu. Manusia dituntut untuk mengembangkan cara berpikir mereka, tapi karena keterbatasan itu maka dipandu oleh wahyu.



Muhasabah Diri (108): Tantangan Referensi Umat

Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal diminta khalifah Abu Ja’far Al-Manshur untuk menyeragamkan bentuk ibadah umat. Sehingga tidak ada lagi perbedaan dalam pelaksanaannya. Memang terkesan bagus dalam menyikapi kondisi umat, tapi perbedaan adalah sunnatullah. Sehingga Imam Ahmad menolak permintaan tersebut, karena tidak mungkin dilakukan. Bisa jadi akan berakibat fatal, karena dalam masalah furu’ memang sudah ada perbedaan.

Tantangan ulama memang berat. Terpeleset sedikit saja lisannya akan berakibat fatal, karena ulama adalah referensi umat. Diantara ulama ada yang domisilinya pindah-pindah, sehingga kondisi yang mereka hadapi juga tidak sama. Sehingga fatwa mereka juga sesuai dengan kondisi umat. Bukan berarti plin-plan.

Warisan Rasulullah Saw untuk umat adalah ilmunya. Sisi-sisi ilmu beliau juga banyak yang perlu dikaji. Tidak hanya dari sisi hukum, tapi juga pola penerapannya. Ada sisi metode penyampaian dan dakwah, semuanya tentu lebih luas lagi bisa dilihat dalam Sirah Nabawiyah secara komprehensif.

Pendekatan tertentu yang dipakai dalam rangka menyampaikan ilmu tanpa mempertimbangkan sisi lain akan menimbulkan masalah lain pula. Apalagi banyak hal yang berkembang, butuh kebersamaan mengkajinya.

Setiap masa ada masalahnya. Begitu setiap tempat ada ciri khasnya. Sekali lagi, duduk bersama adalah solusinya. Permasalahan-permasalahan umat tidak bisa dihadapi sendiri-sendiri. Kerja kolektif akan meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.

Seorang mukmin akan kuat bersama saudaranya seiman. Perpecahan adalah hal yang diinginkan bagi mereka yang tidak mendambakan kedamaian…

Semoga…



Muhasabah Diri (107): Tidak Semuanya Mesti Digubris

Luasnya cakupan ilmu, dan wajar tidak semuanya mampu dipahami. Ada berbagai bidang ilmu atau sain yang hanya dipahami oleh orang-orang tertentu. Saking detailnya jangkauan ilmu, perlu waktu dan sarana yang memadai untuk memahaminya. Bahkan ilmu selalu berkembang dan juga temuan ilmu pengetahuanpun bermunculan. Sehingga hasil pikiran para ulama dan ilmuwan banyak menghiasi lembaran-lembaran buku yang mereka tinggalkan.

Ilmu semakin digali, semakin nampak kekuasaan Yang Maha Kuasa. Semakin dikaji semakin terbukti kekerdilan diri dihadapan luasnya ilmu Allah SWT. Mentadabburi ayat-ayat qauliah dan mentafakkuri ayat-ayat kauniah akan menambah keimanan kepada Sang Pencipta.

Luasnya cakupan ilmu kadang-kadang menjadikan seseorang penasaran dan menimbulkan keinginan bertanya. Bahkan ada nyiyir menanyakan sesuatu yang tidak urgen. Para ulama disaat mereka dihadapkan dengan beberapa pertanyaan, tidak semuanya mesti dijawab. Perlu kearifan menyikapi tipe orang yang banyak bertanya. Kadangkala banyak bertanya berakhir dengan hal-hal yang memberatkan. Diantara yang dibenci oleh Allah SWT adalah كثرة السؤال/ nyinyir bertanya, bahkan terjebak kepada hal-hal yang tidak patut ditanyakan.

إِنِّ اللهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثاٌ : قِيلَ وَقَالَ ، وَإِضَاعَةَ المَالِ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla membenci tiga perkara : menyebarkan desas-desus, menghambur-hamburkan harta, banyak pertanyaan yang tujuannya untuk menyelisihi jawabannya”. (HR: Bukhari Muslim)

Begitu juga disaat kita dihadapi berbagai bentuk masalah, tidak semuanya mesti digubris. Didepan kita banyak hal yang mesti disikapi, ada yang amat penting tentu ini prioritas, ada yang urgen, bahkan ada yang kurang penting, tentunya juga ada hal-hal yang tidak penting sama sekali. Mengomentari hal-hal yang tidak penting sama sekali, hanya akan membuang energi dan waktu kita. Banyak pekerjaan yang mesti kita tuntaskan. Apalagi diera digital ini, ada-ada saja bentuk masalah yang sengaja dimunculkan. Untuk itu kita jangan terjebak berkutat disitu. Tidak menjawab pertanyaan yang tidak penting adalah penting. Karena memang kita hidup untuk itu. Contoh lain, membicarakan keghaiban yang kita tidak ada ilmu tentang itu, atau mempertanyakan zat Allah hanya akan menyita waktu dan pembahasan tidak akan selesai karena memang tidak dianjurkan untuk itu.

Semakin berilmu, semakin muncul ketakutan pada Allah SWT, kalau terjadi sebaliknya pasti ada yang salah. Ketawadhu’an adalah ciri-ciri orang berilmu, sebaliknya kesombongan muncul dari salah iktikad dan tekad awal yang dimiliki.

Semoga hari-hari kita penuh dengan semangat mencari ilmu yang baik dan menghindari sesuatu yang tidak bermanfaat dalam hidup kita. Jangan bebani diri kita dengan sesuatu yang tidak ada manfaatnya buat kita.



Muhasabah Diri (106): Dosa Kitman, Hindari

Disaat belum mampu membahagiakan orang lain, bagaimana perasaan kita?. Sedih atau biasa-biasa saja?. Semuanya itu tergantung kita. Jika kita adalah tipe orang-orang peduli, sedih rasanya jika belum bisa berbuat apa-apa terhadap orang lain. Tapi jika kita termasuk tipe pribadi-pribadi egois, bisa jadi kita tidak mau tahu apa yang terjadi disekitar kita.

Banyak hal terjadi sekitar kita yang perlu respon cepat. Kepedulian memang dituntut karena manusia adalah makhluk sosial. Kadangkala lingkungan sekitar membutuhkan kita. Jika tidak tenaga, minimal pemikiran dari kita yang diharapkan.

Sahabat…

Berbagi kebaikan adalah tuntutan hidup kita, karena hidup tidaklah sendiri-sendiri. Berbagi ilmu juga begitu, perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Bahkan laknat Allah akan didapatkan bagi orang yang tidak mau berbagi ilmu. Rasulullah Saw dalam haditsnya bersabda:

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya (tidak menjawabnya), Allah akan mengekangnya dengan kekangan api neraka pada hari kiamat nanti”. (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Ilmu yang kita dapati akan berkah, disaat kita tidak pelit untuk berbagi. Menyembunyikannya adalah bentuk kebodohan badan kebakhilan, karena ilmu akan bermanfaat dan berkembang dengan mentransfernya kepada orang lain. Ada hak-hak sosial dalam ilmu kita. Perasaan ingin tahu sendiri bukanlah cara nabi, karena beliau sudah wariskan ilmunya buat umatnya. Tentu yang dibagi adalah ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kebaikan dan maslahat buat umat.

Selamat berbagi…



Muhasabah Diri (105): Godaan-Godaan Para Pencari Ilmu

Kesempatan adalah sesuatu yang amat berharga yang dimiliki manusia. Bila ia berlalu, mustahil untuk kembali dan tidak tergantikan. Para ulama terdahulu amat khawatir kalau ada yang terlewatkan dari perjalan waktu yang mereka lalui. Mereka bergegas secepat mungkin memanfaatkan peluang dalam rangka menghiasi diri mereka dengan ilmu. Sehingga dengan kesempatan yang pendek mereka masih saja mampu berkarya. Produk ilmu yang mereka hasilkan diwariskan dalam bentuk berjilid-jilid buku. Dari generasi ke generasi, ilmu mereka masih hidup dan dipelajari serta dimanfaatkan oleh umat setelahnya. Hari ini semangat itu mulai pudar, melemah dan berkurang, seakan-akan dimanjakan dengan berbagai bentuk-bentuk kemudahan.

Pola hidup instan berpengaruh besar dalam mencari bekal ilmu. Fenomena mengandalkan pihak lain sering terjadi tatkala bersentuhan dengan keahlian bidang tertentu. Padahal mencarinya ada yang bersifat fardhu ain. Kewajiban individu, yang tidak bisa dialihkan ke orang lain. Ada yang tidak segan-segan mengupahkan amalan pribadi ke yang lain tanpa alasan yang masuk akal. Disaat ajal menjemput seseorang, pihak keluarga kadang-kadang kelabakan dan kebingungan apa yang mesti dilakukan. Karena tidak punya bekal untuk hal-hal yang mestinya kita bisa dan mampu melakukannya.

Godaan dalam mencari ilmu memang besar. Ketidak siapkan menghadapi ujian meskipun ujian itu belum jelas bentuknya. Kecengengan kerap kali jadi halangan bagi seseorang untuk tidak berbuat. Padahal ilmulah yang membuat seseorang bermartabat.

Banyak hal yang membuat kita terlena dan lengah dari kesempatan mencari ilmu. Sesulit apapun kondisi yang kita hadapi, ilmu tetap dibutuhkan. Sulit dan senang, tetap menghadapinya dengan ilmu. Sedih dan bahagia juga butuh ilmu. Apalagi dihadapan kita banyak urusan dan permasalahan besar, otomatis ilmu tantangannya. Mensiasati dunia harus dengan ilmu, apalagi menjemput dan menghadapi akhirat kita pasti dengan ilmu juga. Artinya setiap sesuatu ada ilmunya… Bak ibarat pepatah:

فاقد الشيء لا يعطيه

Artinya: “Yang tidak punya apa-apa tentu tidak bisa memberi”.Semoga semangat untuk mencarinya hidup kembali…



Muhasabah Diri (104): Cacat Orientasi

Ada kegembiraan tersendiri disaat kita meraih sesuatu yang didambakan. Bahagia disaat mampu berbagi apa yang didapatkan. Tentunya sangat senang sekali jika mampu membahagiakan saudara seiman. Banyak celah untuk berbuat kebaikan disaat ada kemauan dan kelapangan. Semua itu jika dilakukan dengan keikhlasan, akan jadi tabungan kebaikan disisi Ar-Rahman.

Ikhlas tatkala amal dikerjakan karena Allah SWT dan sesuai yang dicontohkan Rasulullah tentunya. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk kebaikan dunia dan akhirat. Meskipun panduan sudah terang benderang, masih ada dan banyak yang terjerumus. Salah menempuh jalan, keliru terhadap hakikat penciptaan.

Fenomena menempuh cara hidup menyimpang sudah banyak memenuhi sejarah perjalanan kehidupan manusia. Penyimpangan terjadi karena orientasi hidup yang keliru. Terpesona dengan target hidup sesaat, jangka pendek, seakan-akan hidup hanya saat ini saja, buta akan abadinya akhirat.

Banyak fenomena musang berbulu domba dalam kehidupan manusia khususnya dalam tubuh umat Islam. Manusia-manusia penjerumus ambisius berkeyakinan bahwa setelah kematian semuanya akan berakhir, tidak ada hisab dan pertanggungjawaban. Masih ingatkah kita dengan sosok Snouck Hurgronje? Sosok yang bersungguh-sungguh mempelajari Islam tapi salah kaprah, sang orinetalis ini mati menggenaskan. Apakah tidak cukup dijadikan pelajaran buat kita hari ini?. Sehingga ada diantara umat Islam hari ini masih juga menjadi sosok pembenci pada agamanya dengan berbagai iming-iming keduniaan. Akan banyak hadir sosok New Snouck Hurgronje lainnya dalam aktivitas ke-Islaman yang diperankan oleh umat Islam sendiri. Menyedihkan…cacat orientasi.

Ujian yang bertubi-tubi datang menimpa umat Islam, diantara hikmahnya adalah untuk membersihkan umat dari parasit perusak yang ada ditubuhnya. Mudah-mudahan itu yang kita sadari, sehingga ada keinginan untuk kembali kejalan yang sesungguhnya. Jalan keselamatan yang sudah dibentangkan oleh panutan umat lebih 14 abad yang lalu…

Semoga kita tidak tertipu… Hidup hanya sesaat, hiduplah yang bermartabat, bukan sebagai penebar laknat ditubuh umat.

Selamat beraktivitas…



Muhasabah Diri (103): Ilmu Itu Dari Siapa Saja, Adopsi Dan Adaptasikan

Banyak pelajaran dari perjalanan hidup bisa kita petik. Perjalanan waktu juga meninggalkan hikmah-hikmah dari kejadian. Setiap hikmah memberikan ruang buat kita untuk introspeksi diri. Banyak ilmu didapati, bahkan tidak sedikit juga diperoleh dari orang lain yang tidak seiman. Jika baik dan bermanfaat boleh diambil. Karena pada hakikatnya ilmu itu barang yang hilang dari orang mukmin, dimanapun didapati dia berhak mengambilnya. Mengambilnya dengan cara yang benar tentunya. Dalam hadits juga disinggung tentang ini. Hadits ini termasuk katagori lemah tapi secara makna benar adanya. Diriwayatkan oleh Zuhair bin Harb dalam kitabnya Al-‘Ilm no.157, dan Abu Nu’aim dalam kitabnya Hilyatul Auliyaa 3/354; Abdullah bin Ubaid berkata:

الْعِلْمُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ، كُلَّمَا أَصَابَ مِنْهُ شَيْئًا حَوَاهُ وَابْتَغَى ضَالَّةً أُخْرَى

Artinya: “Ilmu itu suatu yang hilang dari seorang mukmin, setiap kali ia mendapatkan sesuatu darinya maka ia mengambilnya, kemudian ia mencari lagi yang lainnya”

Sejarah kenabian mengajarkan pada kita bahwa, ilmu bermula dari keimanan. Dan manusia beriman pertama kali adalah nabi Adam As. Dari situ ilmu turun temurun dan berkembang. Periode nabi dan Rasul datang silih berganti. Setiap ada penyimpangan Allah SWT mengutus nabi berikutnya. Jika penyimpangan sampai pada tingkat kerusakan akidah yang diutus oleh Allah adalah Rasul dari kalangan nabi. Penyimpangan pertama kali terjadi dalam masalah akidah dengan munculnya kesyirikan maka Allah SWT mengutus rasul yang pertama yaitu nabi Nuh As. Begitulah selanjutnya sampai rasul yang terakhir nabi Muhammad Saw. Amat banyak jumlah nabi yang diutus oleh Allah SWT dalam rangka memperbaharui iman dan ilmu. Ada 124.000 jumlah nabi, dan 315 diantara mereka adalah para rasul. Betapa banyak ilmu yang diwariskan oleh mereka. Dan mereka adalah orang-orang Islam dan beriman. Karena para nabi bersaudara dalam satu agama.

Banyak ilmu berceceran dimana-mana. Ada yang diamalkan oleh orang lain bukan pengikut nabi. Maka ilmu tersebut adalah haknya orang-orang beriman untuk mengambilnya kembali. Diantara ilmu tersebut ada yang sudah dimodifikasi sesuai kondisi orang-orang yang mendapatkannya. Kewajiban kita adalah melakukan filterisasi ilmu tersebut apalagi ada yang bersentuhan dengan ranah keyakinan. Inilah yang dilakukan ulama dan ilmuwan muslim disaat kejayaan ilmu pengetahuan diabad pertengahan. Mengadopsi ilmu dari mana saja, dan mengadaptasikannya dengan syariat Islam. Ambil yang baik, tinggalkan yang jelek, itulah yang dilakukan para ulama. Gerakan penterjemahan ilmu pengetahuan masa itu berada pada puncak kemajuannya. Begitu terbukanya suasana keilmuan dalam Islam sehingga peradaban ilmu pengetahuan waktu itu berada ditangan kaum muslimin, tidak hanya di jazirah Arabia tapi juga merambah ke berbagai benua termasuk Eropa. Berbeda yang terjadi hari ini, ilmu dibuat gado-gado, dicampur adukan, sehingga karakteristik aslinya pudar bahkan hilang. Ada yang mengkaji Al-Qur’an dengan pisau analisis Bibel… Anehkan…

Ayok… kembalikan kejayaan ilmu dan iman, agar selamat dunia dan akhirat…



Muhasabah Diri (101): Tidak Semuanya Mesti Diungkapkan

Era digital memberikan banyak peluang untuk mengekpresikan apa saja yang kita maui. Banyak manfaat yang didapati. Apalagi bagi yang mampu mengikuti perkembangannya, dahsyat memang. Terasa ketinggalan jika tidak mengikutinya. Diantara manfaatnya, ilmu yang terserak di berbagai sumber, bisa dengan mudah dan cepat diakses.

Banyak sumber ilmu yang bisa kita manfaatkan. Dan juga banyak informasi yang bisa kita serap dari berbagai peristiwa. Ada yang harus disampaikan dari apa yang kita ketahui kepada orang lain dengan memilah dan memilih apa yang patut disampaikan. Rasulullah Saw mengajarkan kita bagaimana menyampaikan informasi dan ilmu sesuai kadar nalar seseorang. Ada yang harus disaring, karena tidak semua yang kita dapati semuanya benar dan layak dibagi. Apalagi di era ini, berbagai informasi berseliweran disekitar kita. Rasulullah Saw mengingatkan kita berhati-hati dalam berbagi informasi kepada orang lain.

كَفَى بالمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Artinya: “Cukuplah seseorang dianggap pembohong jika ia mengatakan semua yang dia dengar”. (HR. Muslim)

Betapa banyak yang jadi korban akibat kabar yang keliru. Dan juga betapa banyak kehormatan seseorang dilanggar dengan dalih kebebasan berekspresi. Ada juga yang berbagi hal-hal yang bersifat privasi secara vulgar… Salah kaprah, kadang-kadang keluar dari koridor kepatutan. Banyak yang bangga disaat rahasia hidupnya dibagi dan diobral murahan oleh pihak lain.

Sahabat…

Betapa agama kita amat perhatian pada sisi-sisi akhlak. Karena itulah Rasulullah Saw diutus buat umat manusia… membenahi akhlak. Dan itu hari ini terasa aneh untuk diikuti. Padahal semuanya dalam rangka meluruskan yang bengkok, membenahi yang keliru…



Muhasabah Diri (100): Hilangnya Ulama, Pudarnya Ilmu

Buku adalah sebaik-baik teman disaat kesepian, ungkapan yang hanya bisa disadari bagi yang tidak mau waktunya habis terbuang begitu saja. Bahkan ciri orang maju dan berilmu senantiasa bersamanya ada buku mendampinginya. Dengannya kemajuan bisa diraih. Dan tanpanya kebodohan akan membuih.

Goresan ilmunya para ulama, banyak diabadikan dalam lembaran-lembaran buku. Seakan-akan tidak rela waktu mereka terbuang percuma, berbagai kesempatan yang ada dan waktu mereka penuh terisi dengan nuansa keilmuan. Mengkaji, berdiskusi, menulis bahkan mengajar itulah hari-hari mereka. Berjilid-jilid buku terlahir dari buah produktivitas mereka. Tapi hari ini, semangat itu mulai tergerus, pudar ibarat lentera kehabisan bahan bakar. Ditambah lagi satu persatu ulama kita pergi meninggalkan kita. Tanpa disangka, itulah ketentuan Yang Kuasa.

إن ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅوﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menggangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.“ (HR. Bukhari)

Apa yang disampaikan nabi sudah terjadi. Banyak orang-orang berilmu diwafatkan Allah SWT satu persatu. Fenomena beramal tanpa ilmu dikalangan masyarakat, seakan-akan sudah ada dimana-mana. Miris, sampai-sampai orang-orang bodoh sudah mulai berani berfatwa tentang agama. Berkata dan berkomentar seenaknya saja. Fenomena aneh pertanda kita sudah berada di terminal terakhir usia dunia.

Sahabat…

Hidup ini amatlah singkat, bekal untuknya apakah sudah lengkap?Bertemu dengan ajal adalah sebuah kepastian, tanpa ada halangan dan alasan untuk mengelak. Semua kita sedang digiring kesana. Sudahkah kita mempersiapkan segala sesuatu?. Allah SWT sudah menitipkan ilmu untuk itu melalui ayat-ayat-Nya…

Fa’tabiru Yaa Ulil Abshar…



Muhasabah Diri (98): Mengejar Ketertinggalan

Berbicara masalah nasib, tidak semua orang bernasib sama. Meskipun sama-sama berusaha, sama-sama belajar, tapi skenario Allah SWT jua yang berlaku. Begitulah ujung dari ikhtiar kita. Memperbaharui semangat diri dan berbenah adalah tuntutan nabi, tidak ada istilah berhenti ditengah jalan. Apalagi mundur, no way… Kecuali untuk mengatur strategi…

Suatu ketika Abu Thalhah salah seorang sahabat Rasulullah Saw, sedang menikmati nyamannya suasana di kebun kurma yang beliau miliki. Kebun yang dikenal dengan nama Bairuha, tenang, menyejukan dan burung-burungpun nyaman hinggap diantara dedaunan. Syukur pada yang Kuasa Abu Thalhah tidak melupakan Sang Pemberi Nikmat. Disaat beliau shalat di kebunnya, seketika seekor burung bertengger didepannya. Buyar kekhusyukannya. Ada apa gerangan dengan seekor burung?. Sesaat jadi bahan pikiran, hewan-hewan saja amat nyaman di kebunnya. Yang jadi beban bagi Abu Thalhah adalah terganggunya ibadah yang beliau tunaikan… Dalam pikiran beliau, harus berubah, sebagai bentuk muaqobah diri, beliau sedekahkan kebun satu-satunya miliknya. Berharap pada Allah SWT memberikan yang terbaik. Sedekahnya suatu saat dikelola kaum muslimin, otomatis pahala jariah tetap mengalir…

Sahabat…

Hari ini harus lebih baik dari kemarin. Tentu petuah ini, bukan hanya diukur dengan standar kebendaan tapi disana ada visi ukhrawi yang harus tertanam. Muslim visioner tidak hanya berubah secara tampilan, tapi juga ada perubahan dari sisi ubudiyah, akhlak tentunya juga bekal ilmu dan berharap kedepan lebih baik lagi. Tentu semua tetap dalam koridor pemahaman dan ilmu yang diwariskan oleh Rasulullah Saw buat umatnya.

Tiada hari tanpa berbenah, kegagalan hari ini adalah cemeti diri buat perbaikan ke depan. Masih banyak yang perlu dikejar… Waktu yang tersedia amatlah terbatas. Dengan segala keterbatasan dan ditopang azam yang menghujam, semoga ada hasilnya…



Muhasabah Diri (97): Serahkan Sesuatu Pada Ahlinya

Disaat kita hendak pergi jauh, tentu ada sarana kendaraan yang kita butuhkan. Sebagus apapun kendaraan yang kita pakai, jika tidak ditopang tersedianya kondisi jalan yang memadai, manfaat yang kita dapati tidaklah maksimal. Yang kita inginkan terlaksana dengan baik belum tentu tercapai dengan baik pula. Banyak hal yang berkaitan dengan kelancaran aktivitas kita sehari-hari. Hal itu tentu sulit diemban sendiri-sendiri. Kita butuh pihak lain yang mengisi berbagai posisi yang dibutuhkan. Ibarat sebuah perusahaan ada beberapa personel yang berperan dibidang masing-masing. Punya keahlian di bidangnya.

Sahabat…

Disaat kita butuh orang lain dalam menuntaskan berbagai agenda kegiatan, tentu ada hal yang dipertimbangkan, diantaranya adalah kemampuan melakukan apa yang kita inginkan. Mengamanahkan sesuatu kepada yang bukan ahlinya akan melahirkan kegagalan. Banyak malapetaka terjadi jika sesuatu urusan diserahkan kepada yang bukan bidang kepakarannya. Wajar Rasulullah Saw sudah mewanti-wanti umatnya agar tidak terjebak dalam hal ini.

إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَاعَةَ، قِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَاعَة

“Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kiamat (kehancuran), maka ditanya: “Ya Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakannya?”, maka Nabi menjawab: “Jika (amanah jabatan) diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (HR. Bukhari)

Hal-hal kecil, bila disia-siakan akan berakibat buruk dikemudian hari, apalagi mengabaikan hal-hal besar yang menyangkut hajat orang banyak. Begitu pentingnya kualifikasi keilmuan, sehingga sering dijadikan syarat dalam menerima jobseeker, para pelamar kerja. Rasulullah Saw selalu mengajari para sahabat menekuni berbagai ilmu. Ada diantara sahabat diminta untuk mempelajari bahasa lain, agar umat Islam tidak terjebak dalam makar yang mereka lakukan. Begitu juga ada diantara sahabat yang diamanahkan berbagai pekerjaan yang mana mereka mampu melakukannya. Bahkan ada yang minta jabatan, ditolak oleh Rasulullah Saw karena dianggap lemah untuk memikulnya.

Dalam hal agama, tidak semua orang menguasainya dengan baik. Hari ini banyak yang bicara agama, asal comot sana comot sini sudah menganggap dirinya ahli di bidang itu. Sejarah para ulama mencari ilmu butuh pengorbanan. Jarak yang ditempuh juga tidak sedikit, bermil-mil jalan ditempuh dengan bekal terbatas, bahkan banyak ujian yang datang merintanginya.

Memang segala sesuatu diperoleh sesuai dengan kadar ikhtiar seseorang. Selagi ada kesempatan, mari kita berbenah…



Muhasabah Diri (96): Mendidik Untuk Menyelamatkan

Berbicara tentang kebiasaan yang dilakukan manusia amatlah beragam. Kebiasaan yang sudah mentradisi biasanya bermula dari kecenderungan melakukan sesuatu, kemudian menjadi terbiasa, akhirnya jadi kebiasaan. Kebiasaan berkembang dan dimodifikasi sedikit demi sedikit, ditambah eksperimen-eksperimen baru untuk mendapatkan hasil lebih baik dilakukan. Begitulah ilmu perkembang, dan senantiasa mengalami berbagai macam perubahan. Tradisi keilmuan seperti ini banyak berkembang dikalangan kaum muslimin diabad pertengahan, sebelum terkontaminasi virus sekulerisme barat. Kemudian barat mengadopsi kemajuan yang diperkenalkan ilmuwan muslim pada mereka, dan mereka buang ruh agamanya. Kemudian tradisi tersebut berkembang dan sampai hari ini kemajuan memberikan kontribusi positif yang tidak sedikit buat manusia. Cuma tidak semua bentuk kemajuan memberikan dampak positif bagi manusia. Ada yang hilang…

Banyak hal yang terbengkalai didepan kita. Butuh sentuhan tangan sejuk kaum yang peduli. Banyak bidang yang tak terurus secara maksimal, otomatis dampaknya yang diberikan kepada umat juga terbatas. Dunia pendidikan, sebagai tempat penyemaian beragam ilmu harus berorientasi kepada arah kemajuan yang tidak hanya menyentuh kemajuan phisik tapi juga kemajuan spritual sebagai landasan moral dan inilah yang hilang dari sebagian lembaga pendidikan kita.

Sekolah selayaknya tidak hanya berperan sebagai wadah transfer of knowledge saja tapi lebih daripada itu, sebagai wadah pencetak generasi yang berkarakter dan bermoral. Itulah yang diharapkan oleh orang tua pada anak-anak mereka tentunya.

Pemisahan antara ilmu dan sumber terlahirnya akhlak tidaklah cocok buat kita. Karena permasalahan yang terjadi tidak hanya masalah penguasaan ilmu pengetahuan tapi banyak yang merambah sisi akhlak generasi. Bahkan problematika kemanusiaan juga banyak dihadirkan oleh perilaku tak bermoral.

Harapan kita terpaut pada pembenahan pendidikan… Memang pendidikan bukanlah segala-galanya, tapi segala sesuatu berangkat dari pendidikan…



Muhasabah Diri (95): Berperan Untuk Saling Melengkapi

Dalam kondisi dengan serba keterbatasan Rasulullah Saw tetap optimis dan senantiasa membenahi sisi-sisi kelemahan generasi percontohan dari kalangan sahabat. Antusiasnya para sahabat menyambut angin segar perubahan yang ditawarkan Rasulullah Saw, dan itu merupakan ruh baru bagi mereka. Satu persatu lantunan kalam Ilahi mengisi lorong-lorong sepi kawasan Mekkah. Arah perubahan amatlah jelas, menuju penghambaan yang sebenarnya hanya kepada Allah. SWT. Inilah yang ditakuti oleh para pembesar Quraisy, karena ajaran baru tersebut menggerus keyakinan pada sesembahan yang mereka buat. Bisnis jualan tuhan buatan yang mereka geluti sedikit demi sedikit tidak diminati lagi.

Kegaduhan demi kegaduhan mulai mereka ciptakan, pertanda tidak senang dengan aroma pembebasan yang muncul dari ajaran wahyu. Tindakan teror menteror mereka gencarkan demi menebarkan rasa takut bagi umat yang ingin lepas dari kungkungan kejahiliahan. Tapi yang namanya menjemput cahaya iman apapun bentuk teror itu tidak menjadikan generasi terbaik itu surut kebelakang. Mempertahankan prinsip keyakinan bagi mereka adalah amunisi perjuangan yang paling berharga.

Tantangan demi tantangan malah hanya menggugah kesadaran para sahabat untuk lebih banyak berbuat. Abu Bakar dengan segala bentuk pengorbanannya tidak sedikit beliau merdekakan para budak. Demi menyelamatkan keyakinan umat peran Abu Bakar dengan memerdekakan budak, dan menebar kepedulian dicatat rapi dalam lembaran sejarah. Beliaulah sosok yang amat penyayang dari umat nabi yang terakhir ini.

Bagaimana peran sahabat yang lain? Tentu semuanya berperan, sesuai keahlian bidang masing-masing. Disinilah kelebihan generasi percontohan, kekurangan diantara mereka ditutup oleh kelebihan yang lain.

Suatu ketika di Madinah gerombolan para penyair jahiliah mengolok-olok Rasulullah Saw dan kaum muslimin dengan syair-syair yang mereka ungkapkan. Disaat itu pula Rasulullah Saw minta kepada sahabat untuk membalasnya, tapi tidak ada yang mampu untuk itu. Sesaat setelah itu tampillah seseorang, ternyata Hassan bin Tsabit dengan beraninya beliau mengatakan kepada Rasulullah Saw, bahwa kalau bersyair beliaulah ahlinya. Hassan bin Tsabit sosok sahabat penyair, dengan untaian syair-syair yang beliau ucapkan amatlah membekas dihati para pembenci Rasulullah Saw. Beliau memang ahlinya bersyair sehingga dikenal dalam sejarah penyairnya Rasullullah Saw.

Begitulah generasi terbaik, ada yang ahli ekonomi dan marketing seperti Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan sederet sahabat lainnya. Bahkan ada yang menonjol diantara mereka sebagai penghafal ilmunya Rasulullah Saw berupa hadits-hadits yaitu sahabat Abu Hurairah. Ada sahabat Abdullah Ibnu Abbas sahabat yang paling banyak tahu tentang seluk-beluk turunnya Al-Qur’an. Unik memang, generasi terbaik…

Semoga kita tidak jauh dari cara mereka memahami Islam dengan benar…



Muhasabah Diri (94): Jangan Lari Dari Ilmunya Nabi

Banyak hal yang menjadi penyebab malapetaka di dunia ini. Semua penyebab itu berujung pada perilaku manusia. Manusia membutuhkan panduan dan bimbingan. Untuk itu Allah SWT mengutus setiap umat pembimbing mereka dari kalangan nabi. Bangkang terhadap mereka adalah bentuk kemaksiatan, tindak tunduk kepada mereka artinya juga tidak tunduk dan taat kepada Allah SWT. Maksiat kepada Allah memunculkan berbagai kerusakan dan mengundang berbagai musibah dan bencana.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. QS. Ar- Rum: 41)

Ada beberapa kejadian pasca wafatnya Rasulullah Saw, diantaranya terjadinya beberapa musibah yang mana sebelumnya belum pernah terjadi. Gempa bumi dan bencana lainnya, belum pernah terjadi dizaman semasa hidupnya beliau. Para sahabat bertanya kepada Ummul mukminin Aisyah RA, kira-kira apa penyebabnya. Beliau sampaikan bahwa yang mengundang musibah adalah manusia juga. Lari dari apa yang pernah dibiasakan Rasulullah berdampak pada lunturnya nilai ketaatan. Ilmunya nabi tidak hanya dikuasai secara teori, tapi juga harus dalam bentuk amalan. Membicarakan konsep ilmu dalam Islam tidak lengkap jika tidak berbasis amal.

Musibah terjadi karena umat mulai meninggalkan cara nabi. Warisan ilmu dari Rasulullah sudah mulai tidak diamalkan. Maka wajar terjadi hal-hal yang dulunya belum pernah terjadi.

Allah SWT menggambarkan azab tidak ditimpakan kepada manusia jika diantara mereka ada Rasulullah Saw, begitu juga disaat umat mengharapkan ampunan dari Allah SWT secara kolektif.

وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (nabi Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun”. (QS. Al- Anfal: 33)

Marilah kita kembali kepada cara nabi dan mempelajari ilmunya… Sudah barang tentu juga dengan mengamalkannya…



Muhasabah Diri (93): Rihlah Mencari Ilmu

Pada prinsipnya manusia dengan keingintahuannya punya keinginan untuk selalu bergerak. Karena ciri manusia energik, sehat dan aktif adalah dengan banyak bergerak. Diantara bentuk bergerak mencari ilmu adalah dengan melakukan perjalanan alias rihlah lithalabil al-ilmi. Semakin tinggi frekuensi perjalanan seseorang, akan semakin banyak yang akan dia lihat dan renungi. Alam takambang jadi guru. Disitulah kesempatan mencari ilmu semakin terbuka lebar.

Rasulullah Saw banyak mengutus para sahabat ke berbagai suku yang ada untuk menyampaikan ilmu tentang Islam. Perjalanan demi perjalanan mereka lakukan, ujung-ujungnya banyak penduduk negeri terkesan dengan Islam. Dan kebiasaan tersebut diikuti oleh para ulama. Dari situlah Islam berkembang kemana-mana, berkah perjalanan menyampaikan ilmu. Bukan hanya perjalanan menebar ilmu saja yang dilakukan umat Islam sebaliknya generasi selanjutnya melakukan perjalanan mencari ilmu yang semakin berkembang.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يَرْجِعَ

Artinya: “Barang siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai ia kembali.” (HR. Tirmizi)

Ilmu tidak datang sendiri, tapi harus dijemput. Betapa produktifnya para ulama terdahulu dalam menjemput ilmu, berjalan dari satu negeri ke negeri lain, lintas kawasan bahkan antar benua. Tidak hanya itu mereka juga menuangkan ilmu yang ada di kepala mereka dalam bentuk berjilid-jilid buku. Bukti warisan ilmu yang mereka suguhkan buat kita jadi pahala jariah buat mereka yang sudah berpayah-payah mencari dan menjaganya. Militansi ilmiah seperti mereka dulu, untuk hari ini sudah memudar. Tidak hanya ilmu bidang syar’i yang mereka geluti tapi juga ilmu-ilmu eksakta yang mana umat Islam hari ini lemah disitu. Tradisi mencari dan bereksperimen juga mulai mengendur dewasa ini.

Sahabat…

Sudah saatnya kita keluar hari ini dari kerangkeng yang mengurung tradisi keilmuan yang dulu pernah dipuncak kejayaannya. Perang urang saraf yang amat gencar mencitrakan ketidak mampuan kaum muslimin untuk maju dalam dunia ilmu pengetahuan selalu dilontarkan diberbagai event. Padahal banyak ayat atau hadits mengajak umat Islam untuk mendalami ilmu pengetahuan yang bertebaran di alam semesta…

Semoga kejayaan ilmu pengetahuan kembali lagi kepada pemiliknya…



Muhasabah Diri (92): Wahyu Dan Sain Akan Tetap Sejalan Beriringan

Lembaran sejarah telah mengabarkan kepada kita bahwa dengan ilmu yang sulit akan terasa jadi mudah. Dengan kemajuan ilmu, yang jauh terasa dekat, yang berat akan terasa lebih ringan. Ilmu berkembang sesuai dengan intensitas manusia memanfaatkan potensi diri mereka. Dampaknya juga terlihat dari masa ke masa.

Kemajuan ilmu pengetahuan mengalami kondisi pasang surut. Kejayaan ilmu pengetahuan memberikan dampak positif pada kondisi masyarakat setempat dan sekitarnya, apalagi kemajuan tersebut dilandasi landasan pondasi keimanan umat Islam sebagaimana yang pernah terjadi diabad pertengahan. Kejayaan peradaban Islam saat itu merupakan keberkahan bagi penduduk bumi khususnya bangsa Eropa yang perpusat di Andalusia. Itulah diantara keberkahan ilmu pengetahuan, yang mana Allah SWT meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu.

Allah Ta’ala berfirman :

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadilah : 11).

Perlu dicatat bahwa satu satunya peradaban yang pernah menguasai Eropa yang berasal dari luar Eropa hanya peradaban Islam dan Arab. Hal ini juga disinggung oleh Samuel P. Huntington seorang ilmuwan politik dari Harvard University. Fluktuasi sebuah peradaban tergantung berbagai kondisi pendukungnya. Pesona kejayaan kadangkala membuat seseorang atau umat melupakan tantangan yang ada dihadapannya. Kekuatan tergerus sedikit demi sedikit ditambah lagi peranan pihak luar melakukan psywar terhadap umat Islam.

Perlu dicatat bahwa sumber kemajuan umat Islam bersumber pada kekuatan wahyu yang jadi rujukan. Ayat-ayat qauliah dari al-Qur’an beserta Hadits dan ayat-ayat kauniah sebagai wadah tafakur manusia sebagai sumber inspirasi manusia meraih kejayaan. Kedua tanda-tanda kebesaran Allah SWT yaitu wahyu dan ayat-ayat kauniah akan tetap sejalan dan saling menguatkan. Jika terjadi benturan pemahaman, berarti ada terjadi kesalahpahaman. Bisa jadi kesalahan bersumber pada pemahaman keliru terhadap wahyu atau sain yang dilahirkan oleh hasil kajian terhadap ayat-ayat kauniah itu tidak benar dan belum teruji.

Jadi selamanya dan akan tetap sejalan beriringan antara wahyu Al-Qur’an dan Hadits dengan temuan sain. Dari sinilah terbuka lebar pintu hidayah bagi para ilmuwan non muslim yang sudah banyak mengkaji dan melakukan berbagai eksperimen yang ujung-ujungnya pengakuan terhadap kebenaran Al-Qur’an dan Hadits.

Semoga kita selalu mengkaji wahyu dan tentunya tujuannya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari…