Perintah menjaga kejelasan nasab adalah wajib bagi manusia. Karena ketidakjelasan nasab baik karena kelalaian ataupun tindakan dzalim seperti jahil dan berdusta dapat mengakibatkan fitnah dan kedzaliman bagi fitrah manusia lainnya. Menjaga nasab ini adalah salah satu dari maqasid dalam syariat Islam. Dalam Al-Quran Allah memberi teguran mengenai nasab:
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Ahzab 33 : 4-5)
Dalam satu hadits juga diperingatkan dengan keras, nabi berkata:
“Sesiapa yang mendakwa kepada selain bapanya, sedangkan dia tahu ia bukan bapanya, maka syurga haram baginya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
dalam hadits lain:
Barangsiapa mengaku-ngaku nasab (keturunan) yang dia sendiri tidak mengetahuinya, maka jadi kafirlah ia kepada Allah. Dan barangsiapa mengingkari nasab walaupun samar nasab itu, maka kafirlah ia kepada Allah.” (HR. Thabarani)
Selain itu nabi juga mengingatkan bagi siapa saja yang berlebih-lebihan dalam mengagungkan nasabnya dari orang lain, sedangkan iya lalai dalam ketakwaan. Dikatakan oleh nabi:
Ada empat perkara termasuk jahiliyyah yang belum ditinggalkan; berbangga-bangga dengan keturunan, mencela nasab, meminta hujan dengan bintang-bintang dan meratapi mayit. (Shahih Muslim)
Seseorang yang amalannya lelet (lalai) tak akan bisa ditolong (dipercepat) oleh nasabnya. (HR Muslim).