Didalam hari Ied Adha, ada dua perkara yang titik beratkan oleh Allah terhadap hambanya, yakni: shalat ied dan berkurban. Maka dirikanlah shalat karena rabbmu dan berkorbanlah (Surat Al-Kautsar : 2).
Hari raya kurban sendiri tidak dapat dipisahkan dari satu teladan yang diberikan oleh nabi Ibrahim dan putranya nabi Ismail, dimana keduanya berusaha memenuhi mimpi bahwa Allah meminta nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya.
“… (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.’ Dia (Ismail) menjawab: ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,’” (QS As-Shaffat [37]: 102)
Allah tidak hadir secara langsung pada mimpi nabi Ibrahim, dan Allah tidak juga hadir secara langsung ketika ayah dan anak tersebut berada dalam satu drama perbincangan yang direkam sangat indah dalam ayat Al-Quran.
Yang kemudian dalam perjalanan menuju tempat penyembelihan ayah dan anak ini ditemui oleh iblis yang menyamar sebagai manusia, dan menghalangi-halangi keduanya dengan perandai-andaian yang meragukan, akan tetapi tekad ayah dan anak ini tidak menyisakan satu ruang pun untuk sebuah keragu-raguan.
Hingga prosesi penyembelihan yang tidak berhasil, barulah kemudian Allah hadir dengan mengganti kurban tersebut dengan seekor kambing.
Tuan dan Puan sekalian, kemudian kita bertanya, apakah yang membuat nabi Ibrahim tergerak? apa yang membuat seorang ayah bisa mengorbankan anaknya?
Pertanyaan serupa kepada diri kita, apa yang membuat semua manusia tergerak? apa yang membuat anak berbakti kepada orang tuanya? apa yang membuat satu manusia menolong manusia lainnya? apakah yang membuat kita semua tergerak sejatinya?
Kita sering menyebutnya dengan keyakinan, yakni iman, perkara abstrak yang terletak pada hati yang nyata secara fisik.
Dada yang bergetar ketika disebutkan orang-orang yang kita sayangi, ataupun perkara-perkara yang kita yakini, dan dari kesemua itu tidak ada yang lebih besar dari bergetarnya hati kita karena disebut, ataupun menyebut, diingatkan ataupun mengingat, diatasnamakan ataupun mengatasnamakan Allah rabbul alamin, tuhan sekalian alam.
“Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
Inilah nabi Ibrahim, yang memberikan teladan atas keimanan, teladan atas hati yang tergerak, hati yang tersentuh, hati yang rapuh atas sebuah kalimat, Allah. Hingga pantaslah beliau diabadikan dalam Al-Quran sebagai khalilullah, kekasihnya Allah. Manusia yang lunak hatinya dan tergerak ketika disebutkan, diatasnamakan, diingatkan tentang Allah.
Di dalam Al-Quran disebutkan ad-dzikr, mengingat. Jika hati sudah teringat dan tergerak, maka tergeraklah seluruh anggota badannya, jika hati sudah meletakkan keyakinan, maka bergeraklah seluruh anggota badan mengerjakan amalnya.
Tuan dan Puan sekalian, tanda-tanda hati yang tergerak adalah dia hati (jantung) berdegub, bergetar ketika disebutkan
“Di dalam jasad terdapat segumpal daging. yang jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad, yang jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ia adalah hati (jantung).”
Sebagaimana dicontohkan oleh nabi Ibrahim atas pengorbanannya, apakah dengan berkurban kita merasakan tergeraknya hati kita karena mengingat Allah, berdegubkah jantung kita saat mengucapkan: Bismillahi, allahumma taqabbal minna, dengan namamu ya Allah, terimalah kurban dari kami.
Wallahualam, yang maha mengetahui yang gaib tersembunyi dalam hati dan yang maha melunakkan hati. Semoga kita termasuk manusia-manusia yang selalu tergerak hatinya.
Iedul Mubarak, selamat hari raya Kurban dan semoga Allah menerima pengorbanan kita.
Sumber: http://www.insancendekia.org/grak/156-kurban-dan-hati-yang-tergerak
Leave a Reply