Ustadz Adi Hidayat: MUI Cerminan Persatuan Corak Keislaman di Keluarga Kami

JAKARTA –Ustadz Adi Hidayat secara struktural mungkin tidak tercatat di MUI. Namun kakak S
sepupu ibundanya KH. Hafidz Ustman merupakan tokoh NU yang pernah menjadi ketua MUI Pusat. Adik ibundanya yaitu KH. Rafani Akhyar, dari Muhammadiyah, menjadi sekretaris umum MUI Jawa Barat.

Sementara kakak kandung ibundanya, KH. Rafiuddin Akhyar menjadi pendiri Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) wilayah Banten sekaligus pengurus MUI di sana. Pendek kata, meskipun corak ormas keislaman keluarganya beragam, namun semua bernaung dan berkhidmat di MUI. Sehingga sejak kecil, Ustadz Adi Hidayat pun akrab dengan MUI.

“Sejak kecil kami dikenalkan dengan kantor MUI baik di Jakarta maupun di wilayah untuk memberikan support kepada kami agar terus mendoakan para ulama, menguatkan visi-misi MUI sehingga dimudahkan masyarakat dan dirasakan bimbingan dengan membawa lima landasan perjuangan yang kita bawa sampai saat ini baik warosatul anbiya, khadimul ummah, al amru bil ma’ruf wan nahyu anil munkar, al iftaa, pun yang terakhir adalah al ishlah wa tajdid,” katanya saat memberikan sambutan Milad MUI Ke-45, Jumat (07/08) malam secara virtual.

Menurutnya, usia MUI yang ke-45 ini sejalan dengan usia Nabi Muhammad SAW saat memulai dakwah secara terbuka, setelah sebelumnya melakukan konsolidasi bersama para 40 sahabat assabiqunal awwalun. Setelah nabi melakukan konsolidasi internal selama 3-4 tahun dari kalangan terbatas itu, di usia yang menjelang 45 tahun, Rasulullah SAW memulai langkah dakwah secara terbuka. Dakwah secara terbuka ini tentu saja menimbulkan risiko.

Mengutip Al Baqoroh ayat 124, Ustadz Adi Hidayat mengatakan, sangat penting untuk memetakan tantangan langkah dakwah ke depan. Sesuai ayat itu, maka langkah dakwah yang akan dihadapi mulai yang paling ringan seperti ba’saa sampai yang menimbulkan gangguan fisik atau dorroo’.

“Atau mungkin terjadinya goyahan hati yang diilustrasikan Al-Quran dengan kalimat Zilzal. Nampaknya ini menjadi hal yang relevan yang dihadapi MUI kekinian yang mengharuskan kita menghadirkan solusi di Al-Quran Surat Ali Imran Ayat 142 sebagai jawaban,” kata dia.

Sesuai dengan Surat Ali Imron ayat 142, Ustadz Adi menyampaikan, ada tiga hal yang bisa menjadi solusi jawaban tantangan dakwah MUI ke depan. Solusi itu diambil dari kata al juhdu yang berarti kesungguhan dan keseriusan.

“Yang dari situ melahirkan hibrida utama, kesungguhan merencanakan visi yang dinamakan ijtihad, kesungguhan mengeksekusi seluruh rencana visi menjadi misi yang dinamakan jihad, dan mengatasi perjuangan emosional yang mungkin bisa hadir ketika berjihad itu dinamakan mujahadah yang dilengkapi dengan nilai-nilai kesabaran untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT,” paparnya.

“Semoga Allah SWT menyatukan hati kita, mempersatukan kita, menjauhkan dari perpecahan dan menjadikan kita ulama yang diridhai dan dicintai Rasulullah SAW,” imbuhnya. (Azhar/Din)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia