JAKARTA- Allah SWT menjamin bahwa setiap mahluk yang bernyawa akan mendapatkan rezeki. Rezeki dalam konteks luas, tidak semata-mata materi. Rezeki atau nikmat berupa kesehatan, karir, jabatan, hingga memiliki keluarga yang sakinah, istri dan anak-anak yang saleh dan salehah.
Sayangnya, meski sudah mengetahui hal ini, tak jarang manusia itu masih merasa gelisah dan khawatir akan rezekinya. Tidak sedikit di antara mereka yang berlomba-lomba dalam mencari rezeki, bahkan sampai menghalalkan sesuatu yang diharamkan untuk menggapainya.
Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Nurul Irfan, turut menyampaikan pandangannya mengenai konsep rezeki saat dihubungi team mui.or.id, KH. Nurul menjelaskan bahwa konsep mengenai rezeki ini sudah diatur dalam surah Al-Hud:6 yang berbunyi:
وَمَا مِنۡ دَآ بَّةٍ فِى الۡاَرۡضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزۡقُهَا وَ يَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاؕ كُلٌّ فِىۡ كِتٰبٍ مُّبِيۡنٍ
Artinya: Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
KH. Nurul menuturkan kemungkinan penggalan ayat di atas adalah asal-muasal kalimat ‘’banyak anak banyak rezeki’’ muncul. Hal ini dikarenakan adanya jaminan bahwa Allah mencukupi rezeki tiap mahluk, termasuk rezeki seorang anak yang dilahirkan di dunia ini. Walau demikian, KH. Nurul menegaskan bahwa kita tetap tidak boleh berpangku tangan dan mengharapkan rezeki itu diberikan begitu saja oleh Allah. Perlu usaha didalamnya agar rezeki itu didapatkan.
Alkisah dahulu Umar bin Khattab pernah menegur pemuda-pemuda yang seharian banyak menghabiskan waktunya di masjid, tanpa melakukan ikhtiar untuk mencari rezeki. Umar marah mendengar pernyataan pemuda tersebut yang mengharapkan ridha Allah, tapi enggan untuk mencari rezeki-Nya. Dari kisah ini sebetulnya terdapat pelajaran bahwa ikhtiar itu diperlukan agar kita memperoleh apa yang telah kita usahakan selama ini.
Allah memang menjamin rezeki tiap mahluk-Nya, tapi jaminan tersebut juga berdasarkan atas usaha kita. KH. Nurul dalam hal ini menganalogikannya dengan cicak. Cicak tetap berikhtiar untuk mencari rezeki-Nya, meski ia tak dapat berjalan karena tubuhnya hanya menempel di dinding, cicak merayap dari satu sisi ke sisi lain untuk mendapatkan makanan. Allah menjamin rezekinya melalui serangga-serangga yang datang mendekat padanya, sehingga ia dapat tetap hidup dan makan dari serangga tersebut.
Analogi yang demikian juga diterangkan dalam hadits, bahwa Allah menjamin dan memberi rezeki sesuai dengan kebutuhan mahluk-Nya tersebut. Allah maha mengetahui apa yang dibutuhkan mahluk-Nya.
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (QS. Asy Syuraa: 27)
Adapun dalam hal memikat rezeki, KH. Nurul menerangkan bahwa ada amalan khusus yang dapat kita lakukan untuk mendatangkan rezeki yang tentu saja disertai dengan ikhtiar. Amalan tersebut adalah rutin menunaikan ibadah sunnah sholat duha beserta dengan doanya. Wallahu a’lam bisshowab. (Hurryyati Aliyah)
Leave a Reply