Tugas Keulamaan yang Diemban MUI dan Pesan Wapres

JAKARTA─ Tugas dan peran ulama untuk menjaga dan mengayomi umat Islam sangatlah esensial dan vital. Dalam konteks pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) tugas memperbaiki umat (ishlah al-ummah) sangatlah penting.

Menurut Wakil Presiden RI, Prof KH Ma’ruf Amin, ini merupakan langkah-langkah kenabian. Perbaikan yang dimaksudkan ialah Ishlah fi al-‘aqidah (memperbaiki aqidah), ishlah fi al-ibadah (memperbaiki ibadah), ishlah fi al-mu’amalah (memperbaiki muamalah), dan juga ishlah fi al-akhlaq (memperbaiki ahlak).

Kiai Ma’ruf yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu mengajak bermuhasabah dimulai dengan mengingat kembali pada masa-masa awal Islam, saat di bawah pimpinan Rasulullah dan para sahabat. Umat Islam dapat memperoleh kemuliaan dan memperoleh kekuasaan.

Masa-masa kejayaan bagi umat Islam pada saat itu adalah tsamrah (buah) yang diberikan Allah SWT atas perjuangan mereka. Itu adalah ‘athiyyah Rabbaniyah, pemberian Tuhan yang diberikan kepada mereka. Karena mereka berjuang dengan sungguh-sungguh, dengan mencari keridhaan Allah SWT.

“Namun bila timbul pertanyaan, mengapa kita belum memperoleh itu? Ya, ini yang tentu harus menjadi renungan kita bersama,” kata dia saat memberikan sambutannya dalam acara halal bihalal nasional MUI, Rabu (9/6) lalu.

Dia mengingatkan kita sebenarnya harus memikirkan apa yang bisa diperbuat agar kita mendapat pertolongan Allah. Kalau ada yang belum sesuai, mana yang harus diperbaiki. Dalam konteks ini Kiai Ma’ruf mengutip ucapan Ibnu ‘Athaillah yang mengatakan:


ورود الإمداد بحسب الاستعداد وشروق الأنوار على حسب صفاء الأسرار .

Artinya:  “Bahwa datangnya bantuan/pertolongan Allah itu berdasar atas kesiapan kita).” Dari perkataan Ibnu ‘Athailah dapat kita simpulkan bahwa Allah akan beri bantuan pada kita, jika kita siap menerimanya. Tapi kalau kita tidak siap, bantuan itu belum akan diberikan.

Artinya, harus ada kesiapan dari kita untuk menerima bantuan itu. Kita patut bermuhasabah jangan-jangan kita dianggap belum pantas atau belum layak menerima itu, sehingga madad Rabbani (bantuan Tuhan) itu belum sampai pada kita.

Hal ini dapat pula direlevansikan dengan kisah Rasulullah pada saat Perang Uhud dan Hunain. Saat pasukan umat Islam hampir memperoleh kemenangan di perang uhud dan mengumpulkan harta rampasan, para tukang panah melupakan perintah Rasulullah untuk tetap menjaga bukti pertahanan.

Mereka tertarik oleh masalah-masalah rampasan (duniawi) sehingga meninggalkan posnya dan turun dari bukit untuk ikut mengumpulkan rampasan.

Pasukan kuffar Quraisy berhasil merebut bukit tersebut dan menguasainya, maka itu menjadi titik kelemahan pasukan Muslim, hingga akhirnya pasukan Muslim kalah dan banyak yang gugur syahid.

Begitu pula pada saat perang hunain, saat perang Hunain ini umat Islam merasa jumlahnya banyak, sehingga perasaan akan memenangkan perang mengalahkan keyakinan mereka selama ini, yaitu mengandalkan pertolongan dan bantuan Allah (‘inayah rabbaniyah).

Dia menggarisbawahi kedua peristiwa ini hendaknya bisa menjadi bahan refleksi bagi umat Islam, sudahkah kita pantas menerima kemenangan tersebut?
Dalam kesempatan halal bihalal ini, Kiai Ma’ruf pada intinya ingin mengajak segenap pengurus MUI agar bahu-membahu dalam mengoptimalkan tugasnya masing-masing dalam membantu dan mengayomi umat.

“Demikian yang saya dapat sampaikan dalam rangka mengingatkan dan mengajak kita semua tanpa terkecuali, agar kita semua dapat lebih baik lagi kedepannya,’’ tuturnya sebelum mengakhiri sambutannya dalam acara yang dihadiri oleh para pengurus MUI dan ormas Islam ini. (Hurryyati Aliyah/ Nashih)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia