FOKUS, muisulsel.com — Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sulsel menggandeng MUI Sulsel melalui para dai dan ulamanya untuk menyerukan kewaspadaan dan menghindarkan ummat dari bahasa HIV AIDS.
Para dai diharapkan menyampaikan khutbah tentang bahaya AIDS dalam rangka memperingati Hari AIDS Dunia tiap Jumat selama Desember ini.
Melalui webinar pengurus Komisi Kesehatan dan Layanan Risiko Bencana bersama pengurus Komisi Dakwah dan KPA Sulsel merumuskan materu khutbah. Lalu sebuah tim menyusunnya.
Materi khutbah yang akan disebar disusun oleh Tim Penyusun yang dipimpin Dr H M Ishaq Samad MA, Sekretaris/Anggota Dr. Asmullah S Ag M Th I, Dr H Abdul Syatar Lc M H I dan Dr H Shaifullah Rusmin Lc M Th I
Dari narasumber Prof Dr dr Alimin Maidin M PH, Dr dr H Noer Bahry Noor M Sc, Zulfikar A Gaffar SE dan Penanggung Jawab: Dr KH Muammar Bakry Lc MA. Berikut isi lengkap materi khutbah berjudul
“MENJAGA DIRI DAN KELUARGA DARI PENYAKIT HIV/AIDS”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.قَالَ اللَّهُ تَعَالَي في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ أيْضًا إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Muqaddimah
Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah Swt.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan kesehatan, kesempatan dan keimanan yang kuat sehingga pada hari ini kita bisa menunaikan kewajiban ibadah Jum’at, sebagai tanda kita termasuk orang-orang yang bertaqwa. Shalawat dan taslim atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai Rahamatan Lil Aalamiyn.
Hadirin Sidang Jumat Yang dimuliakan Allah
Sementara dua tahun belakangan ini kita disibukkan oleh pandemic Covid-19, kita juga tidak boleh lengah dan lalai dari persoalan Human Immunodeficiency Virus atau HIV dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang terus bertambah. Penularannya tidak kasat mata dan jumlahnya pun masih mengalami peningkatan di berbagai wilayah di belahan dunia termasuk di Indonesia.
Sulawesi Selatan sesuai data Kemenkes Mei 2020 berada di urutan 8 Nasional dengan jumlah pengidap HIV sebanyak 10.699 orang dan AIDS sebanyak 3.416 penderita. Sedangkan untuk Sulawesi Selatan, Kota Makassar, Bone dan Kota Palopo berada di Tiga besar,
Upaya pencegahan HIV dan AIDS tidaklah semata-mata untuk melindungi diri sendiri saja. Namun upaya pencegahan kita atas penularannya turut melindungi keluarga dan kerabat dekat, serta membantu menekan resiko meluasnya wabah penyebaran penyakit di lingkungan sekitar.
Di dalam upaya pencegahan dan memutuskan mata rantai penularan HIV-AIDS ini, sebagai umat yang beriman kita dituntut untuk menghadapinya tidak hanya dengan pendekatan medis atau kesehatan saja. Akan tetapi juga menggunakan pendekatan iman, mendekatinya lewat petunjuk-petunjuk agama.
Kita mengetahui bahwa di antara cara persebaran HIV-AIDS adalah karena hubungan sex bebas bukan dengan pasangan, adanya kontak darah dengan pengidapnya, akibat transfusi darah yang telah terinfeksi, penggunaan jarum suntik narkoba, atau melalui ibu yang terinfeksi kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan atau saat menyusui. Maka cara yang terbaik dan pertama untuk dilakukan adalah dengan melakukan pencegahan. Menghindari semua jalan yang membawa kepada terinfeksi virus ini. Pepatah Arab mengatakan, al-wiqaayatu khairun minal ‘ilaaj, yakni mencegah lebih baik daripada mengobati.
Sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa kesehatan adalah hak dasar manusia. Bahkan Islam telah menetapkannya 14 abad yang lalu. Menjaga kesehatan adalah tanggungjawab bersama. Bahkan Islam menempatkan kesehatan dan keimanan berjalan beriringan sebagai sebuah keutamaan di dalam mengarungi kehidupan. Mukmin yang sehat dan kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari Mukmin yang lemah. Karena itu, kesehatan adalah yang utama untuk dipenuhi, baik pada tataran individu, keluarga dan lingkungan sekitar.
Individu dan keluarga yang sehat akan menciptakan masyarakat yang sehat. Sebaliknya, individu dan keluarga yang sakit akan menjadikan masyarakat yang sakit pula. Untuk itu, marilah kita bangun ketahanan kesehatan dengan memulai dari diri sendiri dan level keluarga. Nabi SAW berpesan: Ibda’ binafsika tsumma man ta’uul, Mulailah dari dirimu kemudian perintahkan atas orang yang ada dalam tanggunganmu. Hal ini sangat logis dan masuk akal sebagaimana Allah SWT memerintahkan individu-individu dan keluarga untuk menjaga diri dari api neraka dalam QS. At-Tahrim: 6. Sebab, jika diri pribadi dan anggota keluarga telah menjaga dirinya dari api neraka maka masyarakat luas akan terhindar dari api neraka. Diri dan keluarga adalah unit terkecil dari sebuah komunitas besar atau ummat.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya: Wahai orang-orang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6).
Bagaimana keluarga membangun ketahanan atau menjaga kesehatan para anggotanya dan melindunginya dari berbagai penyakit? Ada dua hal yang diisyaratkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya:
Pertama: hendaknya setiap individu dan keluarga mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal lagi baik. Halal secara zat dan halal secara perolehannya.
وَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَٰلًا طَيِّبًا ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ أَنتُم بِهِۦ مُؤْمِنُونَ
Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu. (Al-Maidah: 88)
Makanan yang halal lagi baik, akan meningkatkan daya tahan tubuh dan melindungi dari berbagai macam penyakit. Sebaliknya, makanan dan minuman yang haram dan buruk akan membutakan hati manusia sehingga ia cenderung berbuat maksiat dan susah menerima ilmu yang bermanfaat dan doanya tidak dikabulkan oleh Allah SWT. Daging yang tumbuh dari makanan haram cenderung akan tertarik kepada perbuatan keji, menjerumuskan tuannya kepada kubangan maksiat. Nabi SAW bersabda:
كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ حَرَامٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
Artinya: Setiap daging yang tumbuh dari yang tidak halal, maka neraka yang lebih utama baginya. [HR. Ahmad 3/32]Maka keluarga yang senantiasa mengonsumsi makanan yang halal lagi baik akan melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas baik jiwanya maupun raganya.
Kedua : Menjadikan keluarga sebagai madrasah atau sekolah pertama penanaman nilai-nilai agama. Tempat mereka belajar adab kesopanan, akhlakul karimah. Dan orang tua menjadi teladan mereka untuk mempraktekkan agama, ber-amar ma’ruf nahi mungkar, yakni mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dari rumah mereka dapat mengetahui dan mengidentifikasi Batasan agama dalam bersosialisasi.
Kedua orang tua di rumah menjadi guru utama. Bahkan sejak kecil, kedua orang tua hendaknya menanamkan nilai-nilai tauhid dan menumbuhkan aspek iman, Islam dan ihsan, yang kelak akan menjadi penunjuk kepada jalan kebenaran dan taqwa, serta menjauhkannya dari perbuatan keji dan kemungkaran. Sejak dini anak-anak diajarkan tentang doa pada saat bersuci dari hadas.
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنَ النِّفَاقِ وَحَصِّنْ فَرْجِيْ مِنَ الْفَوَاحِشِ
Artinya: “Ya Allah, bersihkan hatiku dari kemunafikan, dan jaga kelaminku dari perbuatan keji (zina).”
Ketiga: Memilih lingkungan pergaulan anak secara selektif. Dengan siapa mereka bergaul, dengan siapa mereka berinteraksi. Lingkungan yang baik ukurannya bukan dari segi ekonomi, kemewahan dan ukuran duniawi lainnya. Ukuran lingkungan dan teman yang baik adalah yang senantiasa mengajak kepada jalan taqwa. Kita belajar dari Nabi Ibrahim yang meletakkan anaknya Ismail AS di lembah kering, tanpa air dan pepohonan, namun berada di naungan Baitullah.
Tiga hal di atas tentu tidak cukup, tidak lengkap, bahkan tidak mustahil akan menjadi sia-sia jika tidak dibarengi dengan tiga hal. Apakah tiga hal itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah istighfar, dzikir, dan doa.
Maka membiasakan istighfar dengan sekurang-kurangnya mengucapkan astaghfirullahal ‘azhim alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyum wa atubu ilaih menjadi keharusan dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan; musibah, penyakit dalam berbagai bentuknya.
Ada jaminan Allah SWT, akan mengangkat dan melindungi umat ini dari berbagai bentuk malapetaka dan musibah -Nya manakala banyak beristighfar kepada-Nya.
وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَاَنْتَ فِيْهِمْۚ وَمَا كَانَ اللّٰهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ
Artinya: Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan. (QS. Al-Anfal: 33).
Kemudian, ajaklah setiap individu dalam keluarga untuk meningkatkan dzikir kepada Allah SWT. Dzikir yang rutin kita lakukan menjadi benteng yang kuat, yang akan senantiasa meliputi kita. Di dalam sebuah hadis Qudsi:
قَالَ اللهُ تَعَالى لَااِلَهَ إِلَّا الله حِصْنِى وَمَنْ دَخَلَ حِصْنِى أَمِنَ مِنْ عَذَابِى
Artinya: Nabi SAW bersabda: telah berfirman Allah SWT dalam hadit qudsi “Laailaaha illallaah” adalah benteng-Ku dan barangsiapa masuk ke dalam benteng-Ku niscaya ia aman daripada ‘azab-Ku. (HR. Ibnu Asakir)
Yang terakhir adalah doa. Demikian pentingnya doa dalam kehidupan, doa adalah senjata ampuh yang dapat menerjang musuh dan melumpuhkannya. Pertempuran kita dengan segala wabah penyakit dan virus yang tidak kasat mata, maka senjata yang paling tepat adalah doa. Seseorang yang hidup tanpa doa, ibaratnya ia masuk dalam medan peperangan tanpa membawa senjata, hanya menyerahkan nyawa dan mati sia-sia.
Teruslah berdoa dan ajak keluarga untuk selalu berdoa serta tidak putus asa dalam berdoa. Sebab,
الدُّعَاءُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ ، وَعِمَادُ الدِّينِ ، وَنُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ “
Artinya: Doa adalah senjata seorang Mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan bumi (HR Abu Ya’la);
Berdoa untuk diri, keluarga, anak-anak dan lingkungan kita agar dihindarkan dan dijauhkan dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sebaliknya didekatkan kepada kebajikan, kepada lingkungan yang baik di manapun berada. Doakan anak-anak kita. Tidak hanya semasa mereka kecil. Bahkan ketika mereka beranjak remaja dan dewasa, justeru doa kepada mereka harus semakin intens, sebab tantangan yang mereka hadapi juga semakin kompleks.
Janganlah hidup tanpa doa, sebab masalah tidak bisa kita selesaikan dengan usaha sendiri, dengan kekuatan dan kemampuan manusia yang sangat terbatas, yang tidak ada artinya di hadapan ke Maha Kuasa-an Allah yang tidak terbatas. Sesungguhnya, meremehkan apalagi mengabaikan doa, bukanlah sikap seorang Mukmin sejati yang meyakini adanya Allah, Yang mengatur segala sisi kehidupan manusia dan alam semesta. Yang Maha Mengetahui segala kejadian di langit dan bumi.
Seorang Mukmin akan selalu menyertakan Allah ta’ala dalam setiap usaha dan upaya yang dilakukannya.
Hadirin yang dimuliakan Allah SWT,
Sebagai kesimpulan khutbah ini:
1.Pendidikan agama harus ditanamkan. Kualitas manusia akan terukur dengan nilai ketaatannya kepada Allah.
2.Mengoptimalkan peran orang tua dan keluarga
3.Rumah dan keluarga adalah tempat terbaik bagi anak-anak menerima pendidikan agama termasuk pengenalan tentang seks dan alat reproduksi sejak usia dini.
4.Komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anak serta mengetahui teman bergaul anaknya.
5.Antisipasi penggunaan media dan gadget yang tidak sehat perlu ditingkatkan.
Mudah-mudahan dengan perhatian kita semua, dengan keterlibatan aktif kita semua, sehingga rantai persebaran HIV-AIDS kita dapat diputuskan, dan bersama-sama kita menuju Indonesia tahun 2030 dengan Three Zero; yaitu tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang berpenyakit HIV-AIDS atau ODHA.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ, فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَالمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلي َيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَالزنا وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
Leave a Reply