Menjaga Protokol Kesehatan Saat Mudik
Prof. Wan Jamaluddin, M.Ag., P.hD
(Rektor UIN Raden Intan Lampung)
Mudik adalah nama lain dari pulang kampung, kegiatan mudik merupakan event penting yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Islam di Indonesia, yang merupakan sebuah tradisi unik, dikatakan unik karena tidak terjadi di negara-negara lain. Ada kenikmatan dan kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh masyarakat muslim Indonesia ketika pada bulan ramadhan atau menjelang lebaran Idul Fitri, yaitu umumnya pada sepuluh terakhir bulan ramadhan, walaupun sebagian di awal dan pertengahan ramadhan.
Salah satu hal penting yang dinantikan pada saat mudik adalah dapat berkumpul dengan keluarga, baik kedua orang tua maupun sanak famili, bersilaturahim dan bercengkrama setelah setahun lamanya beraktivitas masing-masing, dan pada saat intulah dapat meluangkan waktu menunaikan ibadah puasa dan lebaran di kampung halaman, bersama orang tua dan keluarga serta kerabat dekat demi menyambung tali silaturahmi yang selama satu tahun penuh tidak terjalin.
Kemeriahan mudik sering membuat masyarakat kita senang walaupun terkadang harus antri di jalan, biaya ongkos mahal, namun semua itu terasa ringan dengan spirit rindu dan ingin senantiasa berjumpa dengan keluarga, hal tersebut bagian dari berkah ramadhan dapat terlaksana dengan rasa cinta, sehingga apapun caranya dapat dilakukan asalkan bisa mudik. Mudik pada tahun ini tentunya lebih meriah dibandingkan dua tahun sebelumnya pada saat musim corona yang menjadikan umat muslim sulit untuk melakukan pulang kampung.
Idul Fitri adalah hari kemenangan setelah melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh lamanya, ketika Idul Fitri tiba, umat Islam mengadakan acara yang sangat unik, yaitu silaturahim, yang istilah ini sering disebut Sungkem kepada kedua orang tua yang masih ada dan sanak keluarga lainnya, namun ketika sudah tiada, mereka menyempatkan waktunya untuk berziarah ke Makam dan berdoa bersama atau dilaksanakan dengan sendiri-sendiri.
Istilah silaturahim pada awal masuknya Islam ke Indonesia agak begitu sulit di ucapkan, kemudian KH. Wahab Chasbullah diberi nama halal bi halal yang kemudia istilah ini popular sampai hari ini. Halal bi halal adalah sebuah tradisi di masyarakat kita yang merupakan media untuk bersilaturahmi, halal bi halal berasal dari kata halal yang artinya lepas dari dosa. Sehingga istilah ini digunakan untuk menyambung tali silaturahim sering juga disebut bersal dari kalimat thalabul halal bi thariqi al- halal, yaitu meminta mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Sehingga istilah halal bi halal sebagai sarana untuk saling bermaafan.
Istilah halal bi halal memang hanya sebuah tradisi baik dan mulia di Indonesia, yang tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an dan al-Sunah dan tidak ada pelaksanaannya di Negara-negara lain. Unik memang hal ini, dan inilah merupakan sebuah tradisi Islam yang ada di Indonesia.
Jika kehidupan ini ibarat benang yang selama ini tidak jelas ujungnya karena saking banyaknya alur kemudian menjadi kusut, maka sejatinya halal bi halal adalah merajut kembali benang yang sudah kusut dan nyaris sulit diselesaikan. Jika ada kesalahan yang terjadi dan belum termaafkan karena sebuah kesalahan atau khilaf, maka saat itulah bertemu, duduk bersama untuk bemaafan, bercerita dan saling tabayyun.
Walaupun tradisi mudik pada lebaran kali ini ramai kembali, namun kita harus tetap menjaga protokol kesehatan, agar Allah senantiasa memberikan kesehatan dan keselamatan, karena suatu tujuan yang baik yaitu menjalin tali silaturahmi dengan keluarga, jika dijalani dengan cara yang baik dan mengikuti aturan yang baik, insyallah akan menjadi yang terbaik, semoga Allah meridhai.
Leave a Reply