Opini: Salam Jangan Verbalitas Belaka

opini:-salam-jangan-verbalitas-belaka

Salam Jangan Verbalitas Belaka
Oleh: Dr. Abdul Aziz, M.Pd.I
Sekretaris Umum MUI Kota Bandar Lampung

salam (السلام) berasal dari akar kata bahasa arab salima – yaslamu – salaaman – wa salaamatan (سَلِمَ – يَسْلَمُ – سَلاَمًا – وَسَلاَمَةً) yang berarti selamat dari bahaya, bebas dari cacat, ketulusan hati, keselamatan, ketentraman, ketenangan, kedamaian, kesejahteraan, aman dan nyaman. Salam adalah sapaan, penghargaan dan penghormatan kepada orang lain sebagai bentuk ekspresi empati dan harmoni dari seseorang kepada orang lain, bisa dalam bentuk ucapan, gerakan atau gabungan keduanya.

فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ , أَفْشُوْا السَّلَامَ , وَأَطْعِمُوْا الطَّعَامَ , وَصِلُوْا الْأَرْحَامَ , وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ , تَدْخُلُوْا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ (رواه البخاري)

Artinya:

(Ketika Rasulullah Saw. Sampai ke Madinah) Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan sejahtera. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ahmad)

            Menyebarkan salam itu akan menumbuhkan rasa cinta diantara manusia. Rasulullah Saw. bersabda :

 لَا تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا . وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا . أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ . أَفْشُوْا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

Artinya:

Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai, sebarkanlah salam di antara kalian. (HR. Bukhari)

            Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw. Wahai Rasulullah Saw. Islam yang bagaimanakah yang paling baik, Beliau Saw. Menjawab:

 تُطْعِمُ الطَّعَامَ , وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ

Artinya:

Engkau memberi makan dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak kenal. (HR. Bukhari)

            Menyapa adalah bentuk empati, harmoni, kepedulian, cinta, kasih sayang, penghargaan, dan penghormatan seseorang kepada orang tua, saudara, kerabat, guru, teman, sahabat, sejawat, tetangga atau siapapun. Orang yang disapa akan merasa dihargai dan dihormati sehingga akan tercipta suasana harmoni sosial penuh persaudaraan, menjadi semakin erat dan akrab. Cara, bentuk dan ekspresi seseorang ketika menyapa akan berbeda – beda berdasarkan peradaban dan budaya masyarakat. Islam mengajarkan bentuk sapaan dengan ucapan salam, bukan hanya berfungsi sebagai alat sapaan belaka, melainkan sebuah syariat, doktrin, do’a, sekaligus penghormatan pada sesama. Dalam Al Qur’an disebut tahiyyah;

وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَآ أَوۡ رُدُّوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ حَسِيبًا ٨٦

Artinya:

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS. An Nisa’ : 86)

            Salam merupakan bagian dari syari’ah, Rasulullah Saw. mengajarkan ucapan salam dengan diksi yang baku, yaitu السلام علبكم ورحمة الله وبركاته Salam dianjurkan untuk diucapkan sebagai sapaan, dihidupkan, disebarkan, dibiasakan dan tentu diresapi makna dan substansinya. Apa yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. merupakan yang terbaik untuk umatnya. Salam juga adalah do’a yang bermakna “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah dianugerahkan Allah kepada kalian.” Ada tiga permohonan kepada Allah Swt. untuk setiap orang yang disapa, yaitu keselamatan/kedamaian/kesejahteraan, kasih sayang (rahmat), dan keberkahan (ziyadatul khair) Allah swt.

            Ketika seseorang mengucapkan salam kepada orang lain, sesungguhnya ia sedang memberikan sebentuk jaminan untuk menjaga, merawat dan menjunjung tinggi nilai-nilai ketulusan, keselamatan, keamanan, kedamaian, kesejahteraan, cinta, kasih sayang, dan kebaikan sesama sesuai dengan makna salam. Sehingga tidaklah pantas seseorang mengucapkan salam kepada orang lain, namun tetap berdusta, berkhianat, berbuat licik, culas, menebarkan kebencian, menyakiti hatinya, dan aktivitas lainnya yang menyebabkan terenggutnya rasa tulus, aman, damai, tentram, sejahtera, kasih sayang dan cinta.

            Apabila seseorang telah mengucapkan salam kepada orang lain, sama dengan memberikan jaminan kepada yang diberi salam bahwa tidak mungkin melakukan hal-hal yang menjadikannya tidak tulus, tidak selamat, tidak aman, tidak damai, tidak tenang dan tidak nyaman. Inilah hakikat tahiyyah (penghormatan) dalam salam, sehingga logic sekali Allah Swt. menyuruh membalas setiap sapaan salam yang didengar.

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ . رَدُّ السَّلاَمِ , وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ , وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ , وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ , وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ (متفق عليه)

Artinya :

Abu Hurairah Ra. Berkata, saya mendengar Rasulullah Saw. Bersabda, hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima; menjawab salam, menjenguk orang yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendo’akan orang yang bersin.

            Menjawab salam, baik secara verbalistik maupun substansi, menjawab salam minimal frasanya sama dengan ucapan salam kepadanya, assalamu’alaikum dijawab dengan wa’alaikumussalam, yang lebih baik dan mulya, jawablah salam dan penghormatan itu dengan yang lebih baik, wa’alaikussalam warahmatullahi wabarakatuh. Makna terdalamnya (substansinya), kebaikan seseorang mestinya dibalas dengan minimal kebaikan yang sepadan, cinta dan kasih sayang seseorang mestinya dibalas dengan minimal cinta dan kasih sayang yang sepadan, ketulusan hati seseorang mestinya dibalas dengan minimal ketulusan hati yang sepadan, tutur sapa santun, sikap empati, perilaku luhur, cinta damai dan harmoni sosial mestinya direspon sepadan, tentu respon atau jawaban salam lebih baik yang lebih mulya. Salam jangan direduksi hanya verbalitas belaka.

            Hidup rukun dengan hati tulus dan ikhlas, tentram dan sejahtera, cinta dan damai, aman dan nyaman, dengan tutur kata dan sapa yang ramah dan santun, sikap empati dan harmoni, serta perilaku yang berlandaskan budi pekerti luhur. Kehidupan sosial tanpa kebencian dan permusuhan, tanpa iri hati, dengki dan prasangka buruk adalah impian kita semua. Islam hanya mengajarkan kepada kita semua untuk senantiasa menebarkan salam, cinta, kasih sayang, ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian.

والله تعالى أعلم بالصواب



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia