Makassar, muisulsel.com – Pada dasarnya satuan tugas percepatan sosialisasi undang-undang Cipta kerja itu bertujuan untuk mensinergikan substansi sosialisasi undang-undang Cipta kerja dan peraturan pelaksanaannya serta mengkonsolidasikan kegiatan sosialisasi UU Cipta kerja tersebut.
Kegiatan Workshop ini dilaksanakan di Hotel Aston Makassar, di mana workshop ini turut melibatkan beberapa instansi terkait. Diantaranya adalah perwakilan dari Dewan Koperasi Indonesia Wilayah Sulsel, Perwakilan Kepala Balai Besar POM Makassar, MUI Sulsel, serta Perwakilan Kantor Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan. Kamis, (13/10/2022)
Dalam Workshop Satgas Percepatan Sosialisasi Undang-undang Cipta Kerja ini mengangkat tema agenda sosialisasi dan sinkronisasi aturan dalam rangka implementasi UU Cipta kerja “Kemudahan perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah”. Kegiatan ini pun mengajak para hadirin untuk saling berdialog.
Perwakilan dari Satgas Percepatan Sosialisasi Khatibul Umam selaku analis kebijakan madya lebih menyentuh ke hal-hal produk yang bersertifikat halal “Perlu disampaikan bahwa sertifikasi halal ini dimulai sejak awal tahun 90-an dan atas permintaan Kementerian Agama yang menginginkan agar MUI yang mengeluarkan sertifikasi halal kemudian Terbitlah undang-undang tahun 2003 tentang jaminan sertifikasi halal terhadap produk-produk olahan ” tuturnya yang juga koordinator bidang binaan auditor halal dan pelaku usaha pusat pembinaan dan pengawasan JPH BPJPH ini.
Lebih jauh dijelaskan bahwa setelah mengalami beberapa proses akhirnya pada tahun 2019, pemerintah dalam hal ini presiden meminta agar adanya regulasi regulasi terkait produk-produk yang bersertifikasi halal. Pada tahun 2020 Terbitlah undang-undang Cipta Kerja dan mengeluarkan peraturan tentang perizinan produk yang mengikutkan sertifikasi halalnya terhadap usaha-usaha mikro kecil dan menengah serta menggratiskan bagi UMKM yang ingin mengurus sertifikasi halal sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Pada dialog yang dilakukan, salah satu audiens yang hadir yakni perwakilan dari MUI Sulsel memberikan beberapa masukan dalam hal ini diwakili oleh anggota Komisi Hukum dan HAM Dr. H. Nurdin Tajry, S.H., M.H. Di antara masukan-masukannya yakni kebijakan-kebijakan terkait penerbitan sertifikasi halal agar tidak hanya mengklasifikasi pada usaha-usaha kecil dan menengah saja, tetapi juga pada produk-produk usaha yang skalanya besar agar lebih diperhatikan sertifikasinya,” tutur Nurdin Tajry secara lugas.
Ia pun melanjutkan agar sekiranya MUI diberikan kebebasan dan tidak ada campur tangan dari luar contoh kecil namun cukup berefek misalnya pada perubahan logo MUI yang ternyata menuai banyak kritikan dari masyarakat dan itu mengarah kepada MUI.
Menanggapi hal tersebut khatibul Umam memaparkan bahwa terkait sertifikasi halal pada produk itu memang ada aturan yang ditetapkan bahwa penerbitan sertifikat itu semuanya diserahkan ke MUI pusat khususnya pada produk-produk yang sudah nasional. Oleh sebab itu mereka tidak lagi berurusan dengan MUI Provinsi.
Ia pun menjelaskan bahwa pada undang-undang Cipta kerja ini mengatur tentang BPJBH untuk mengatur terkait label halal, sehingga itu sudah menjadi kewenangannya. “Makna logo tersebut bagus atau tidaknya itu bersifat relatif apalagi di kalangan masyarakat,” pangkasnya.
Workshop ini berjalan dengan baik dengan dialog-dialog antara peserta dan panitia Satgas percepatan disertai sedikit candaan namun serius dalam mengikuti kegiatan tersebut. (NAP)
The post Komisi Hukum dan HAM MUI Sulsel Hadiri Workshop Satgas Percepatan Sosialisasi Undang-undang Cipta Kerja appeared first on MUI Sul Sel.
Leave a Reply