Tabungan Semesta

Thobib Al-Asyhar
[Wakil Ketua Komisi Infokom MUI]

Artikel kali ini saya beri judul agak unik: “tabungan semesta”. Apa itu? Mungkin orang berfikir, tabungan itu hal-hal yang berhubungan dengan dunia perbankan. Tapi ini soal lain, tabungan kebaikan amal.

Setiap kita memahami bahwa tabungan itu sebagai simpanan, baik berupa uang atau barang untuk persiapan di masa mendatang. Kali ini “tabungan semesta” memiliki makna tersendiri, yaitu simpanan amal kebaikan kepada sesama dan lingkungan untuk masa depan, baik di dunia maupun akhirat kelak.

Kamu percaya gak gaes, setiap amal kita di dunia, baik atau buruk, meskipun sekecil atom (dzarrah), akan memiliki akibat di masa depan. Perbuatan yang kita lakukan akan ada balasannya di waktu selanjutnya, bisa dalam bentuk “cicilan”, bisa pula langsung (cash) di dunia, dan kelak di akhirat.

Karena semua perbuatan beresiko, pastinya kita memilih perbuatan baik agar balasannya juga baik dan berlipat. Semakin banyak tabungan kebaikan yang kita “simpan” di alam semesta ini, maka semakin banyak pula cadangan “devisa” kebaikan untuk masa-masa selanjutnya.

Jelasnya begini, alam ini dicipta oleh Tuhan bukan tanpa maksud. Alam seisinya ini memiliki “jiwa” yang “mengerti” atau “memahami” betul atas sikap dan perilaku kita di dunia ini secara detail. Setiap titah manusia di muka bumi ini, alam semesta ini akan menjadi saksi dan “mencatat” tanpa ada yang kelewat.

Jika amal kita buruk, banyak berbuat dosa, maka alam akan “berbicara” kepada kita. Alam yang memiliki “jiwa” itu akan memberi pelajaran buruk kepada kita dalam berbagai bentuknya. Demikian juga sebaliknya, jika amal kita baik (saleh), sering berbagi kepada sesama (banyak sedekah), dan lain-lain, maka alam akan berpihak kepada kita. Hati kita menjadi lapang, jiwa menjadi tenang (muthmainnah), murah rejeki, badan sehat, banyak teman, dan seterusnya.

Dalam hidup ini kita mengenal apa yang disebut “law of attraction“, yaitu “hukum tarik-menarik”. Arti umumnya adalah bahwa kita bisa merealisasikan, mencapai dan mewujudkan apa yang kita inginkan (cita-citakan atau impikan) apabila kita bisa berpikir dan bertindak secara positif dan memiliki keyakinan bahwa keinginan (mimpi) tersebut pasti akan tercapai”.

Secara keilmuan bisa dijelaskan bahwa apa yang ada di dunia memiliki energi. Sifat dari energi itu akan menarik energi serupa. Perbuatan buruk (dosa) akan menimbulkan energi yang juga buruk. Demikian juga perbuatan baik yang menimbulkan energi positif akan menarik energi yang juga positif.

Secara psikologi, perbuatan baik akan menenangkan jiwa. Sebaliknya, perbuatan buruk akan merisaukan. Karenanya, semakin banyak amal baik yang kita lakukan, jiwa ini akan semakin tenang.

Dalam QS: Yunus: 26 disebutkan: “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS: Yunus: 26).

Kita seringkali berkata begini: “buah dari amalan kebaikan adalah kebaikan yang selanjutnya. Sedangkan buah dari amalan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya”. Hal ini bisa disimpulkan, nasib yang kita terima di muka bumi ini tergantung amal-amal kita.

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (QS: Al- Lail: 5-11)

Ibnu al-Qayyim ra memberikan ilustrasi menarik tentang faedah ilmu yang amat berharga. Katanya: “Tahun ibarat pohon. Bulan ibarat cabangnya. Hari ibarat rantingnya. Jam ibarat daunnya. Nafas ibarat buahnya. Barangsiapa yang hela nafasnya untuk ketaatan pada Allah, maka hasil dari pohonnya adalah buah yang baik. Barangsiapa yang hela nafasnya untuk maksiat, maka  buahnya adalah “hanzhalah” (buah yang pahit). Setiap orang akan memetik buah dari hasil usahanya pada hari kiamat nanti. Ketika dipetik barulah akan ia rasakan manakah buah (hasil) yang manis dan manakah yang pahit.

Oleh karena itu, mari perbanyak “tabungan semesta” dengan beramal baik kepada sesama. Mudah menolong orang lain, memaafkan kepada orang yang berbuat salah, berbagi sedekah sebanyak mungkin, tetap berpikir positif dan bertindak istiqamah. Wallahu a’lam.



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia