Mitos Haid dan Faktanya dalam Perspektif Islam

Haid adalah siklus bulanan bagi wanita yang sel telurnya tidak dibuahi oleh sperma. Tidak dibuahinya sel telur membuat dinding rahim menjadi luruh, peluruhan dinding rahim inilah yang kemudian dikeluarkan farji berupa darah.

Wanita haid dianggap sedang berhadas sehingga membuatnya dilarang melakukan aktivitas-aktivitas ibadah tertentu.Adanya larangan-larangan tersebut, membuat segelintir oknum masyarakat menyebarkan mitos-mitos seputar haid yang dalil rujukannya tidak jelas dan belum bisa dipastikan kebenarannya. Celakanya, tidak sedikit wanita yang awam akan hal ini justru mempercayai mitos-mitos yang beredar.

Dikutip dari buku, ‘’Haid dan Kesehatan Menurut Ajaran Islam’’ yang diterbitkan oleh Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLHSDA-MUI), berikut ini adalah mitos seputar haid dan faktanya berdasarkan rujukan dalil Alquran dan hadits:

1. Hukum memotong rambut dan kuku saat haid
Hukumnya boleh memotong rambut dan kuku bagi perempuan yang sedang haid dan tidak perlu mencuci rambut dan kuku yang sudah dipotong tersebut saat bersuci atau saat mandi junub/jinabat. Karena tidak ada dalil hadits maupun Alquran yang melarang seorang perempuan yang sedang haid memotong kuku dan rambutnya.

Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj menyatakan menurut nas Mazhab Syafi’i, perempuan haid boleh memotong kuku, bulu kemaluan, dan bulu ketiak. Selain itu diterangkan dalam hadits dari Aisyah, bahwa Aisyah mengalami haid sesampainya di Makkah saat mengikuti haji bersama Nabi SAW. Kemudian Nabi SAW bersabda kepadanya:

…..دعي عمرتك وانقضي رأسك وامتشطي

“Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan bersisirlah…” (HR Bukhari 317 dan Muslim 1211)
Rasulullah SAW memerintahkan Aisyah yang sedang haid untuk menyisir rambutnya. Padahal beliau baru saja datang dari perjalanan. Sehingga kita bisa menyimpulkan dengan yakin, pasti akan ada rambut yang rontok. Namun Rasulullah SAW idak menyuruh Aisyah untuk menyimpan rambutnya yang rontok untuk dimandikan setelah suci haid.

2. Berhubungan intim saat menstruasi
Bagi wanita yang sedang haid, melakukan hubungan seksual akan menyebabkan kemandulan, karena rahim yang membusuk akibat dari darah haid yang tersumbat tidak bisa keluar dengan lancar karena hubungan seksual. Kadang juga bisa mengakibatkan sakit di saluran kencing yang sakitnya luar biasa disebabkan naiknya suhu panas yang tinggi dan bahaya-bahaya lainnya.
Semua itu disebabkan membusuknya darah haid dalam rahim. Selain itu, wanita yang berhubungan seksual saat haid juga terancam terkena kanker rahim. Mengingat bahaya ini Allah memerintahkan agar suami-istri tidak berhubungan intim seperti firman-Nya di Surat Al-Baqarah ayat 222.

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

‘’Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri’’.

3. Perempuan yang haid harus diisolasi
Anggapan perempuan yang haid harus diisolasi adalah kesalahan memahami ayat secara harfiah dari surat Al-Baqarah di atas:
وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ “walaa taqrabuuhunna hatta yathhurna” artinya jangan mendekati wanita yang sedang menstruasi sampai mereka bersuci. Padahal maksud ayat tersebut, jangan melakukan hubungan seksual dengan istri yang sedang menstruasi, bukan mengucilkan mereka.

4. Mitos membuang pembalut bekas sembarangan
Ada mitos yang cukup populer mengenai pembalut bekas, yakni bila wanita membuang pembalutnya secara sembarangan dapat diikuti setan. Benarkah demikian? Sebenarnya membuang pembalut bekas pakai itu diharuskan untuk menjaga kebersihan. Membuang pembalut bekas sembarangan itu tidak higienis dan bisa menjadi sumber penyakit. Perbuatan ini dilarang agama karena menjadikan mudharat pada orang atau makhluk Allah lainnya. Setan menyukai manusia yang menentang perintah agama. (Hurryyati Aliyah/ Nashih)

dikurasi oleh : KH. Abdul Muiz Ali (Wakil Sekretaris Komisi Fatwa)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia