Ada Islam tapi Tidak Ada Muslim

ada-islam-tapi-tidak-ada-muslim

Oleh: Prof Dr Mustari Mustafa MPd, Ketua Bidang MUI Sulsel

OPINI, muisulsel.com — Seorang tokoh cendekiawan kelahiran Mesir 1849, Muhammad Abduh, selama tinggal di Prancis yang jumlah muslimnya sangat sedikit, dia melihat negara ini begitu rapi, disiplin, dan bersih. Berbeda jauh dengan pemandangan di tanah kelahirannya Mesir. Di Mesir, yang mayoritas penduduknya adalah orang İslam, ternyata jauh tertinggal dibandingkan dengan Prancis.

Dari hal ini, ia mengatakan suatu perkataan yang cukup terkenal hingga hari ini. la berkata: “Dzahabtu ilaa bilaad al-ghorbi, roaitu al-lslam wa lam ara-al-muslimiin. Wa dzahabtu ilaa bilaad al-‘arobi, roaitu al-muslimiin, wa lam aro al-lslam”. (Aku pergi ke negara Barat, aku melihat Islam namun tidak melihat orang muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku melihat orang muslim namun tidak melihat İslam).

Nurcholish Madjid memasukkan Abduh dalam mata rantai keilmuan Islam pada awal abad modern. la merupakan salah satu penggagas modernisme İslam. Sebagai seorang intelektual yang cukup berpengaruh, Abduh memiliki beberapa pemikiran yang otentik.

Cerita tokoh intelektual penggagas modernisme Islam Muhammad Abduh ini, mengingatkan dan terpaksa mengharuskan saya untuk menceritakan pemandangan negeri Gajah Putih yang rapi, disiplin, bersih, dan saya tambahkan masyarakatnya ramah kemudian mudah merendahkan ucapan dan posisi dirinya.

Thailand merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Budha sementara pemeluk Islam sekitar 10 % dari 70 juta total penduduknya. Terdapat beberapa daerah atau Propinsi di Thailand selatan yang pemeluk Islamnya mayoritas.

Budaya rapi, disiplin, bersih, ramah, dan mudah merendahkan diri dan ucapan-ucapan ini sangat mudah kita mengerti jika melihat kemajuan kehidupan negara Thailand yang sangat cepat. Negara ini sangat diminati oleh wisatawan, pada tahun 2019 hampir 40 juta wisatawan. Bandingkan dengan kita Indonesia.

Budaya rapi, bersih, disiplin, ramah itukan ajaran Islam. Melihat dan mengambil makna dari semua ajaran Islam seperti sholat, puasa, zakat, haji adalah sumber budaya-budaya dimaksud.

Khusus tentang ramah atau merendahkan diri dan ucapan juga sangat pokok dalam Islam. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun sebagaimana tertuang dalam firmanNya di surah Al Baqarah ayat 263.

قَوۡلٌ مَّعۡرُوۡفٌ وَّمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٌ مِّنۡ صَدَقَةٍ يَّتۡبَعُهَاۤ اَذًى‌ؕ وَاللّٰهُ غَنِىٌّ حَلِيۡمٌ

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun

Kemajuan budayanya ini di Thailand berbanding lurus dengan dunia pendidikannya.
Secara sistemik, tidak ada perbedaan sistem pendidikan kita dengan Thailand, hanya perhatian terhadap pendidikan tingkat dasar dan tingkat vokasinya agak berbeda.

Mengenai perguruan tingginya, dari kurang lebih 335 kampus di Thailand, tatakelolanya sangat mengesankan. Tampak sekali konsistensi mereka atas investasi jangka panjang melalui pengembangan SDM sangat kuat. Mereka telah melaksanakan prioritasprioritas pembangunan yang terdiri dari pengendalian populasi penduduk, pembangunan SDM (modernisasi pendidikan, melalui kerjasama-kerjasama), pembangunan infrastruktur dan penguatan sektor informal yakni peningkatan keahlian, industri berbasis keluarga, penguatan kompetitivenes pasar-pasar, dan lain-lain. Maka tampak terasa sekali hasilnya bila kita jalan-jalan ke Thailand.

Transformasi pendidikan tinggi mereka juga saya Iihat bergeser secara pelan dari study based university ke research intensive university. Mereka tampak sadar sekali bahwa adaptasi terhadap ketidakpastian dunia plus perubahannya yang mendadak ini tidak bisa ditawar-tawar.

Artificial Intelligence (kecerdasan computer, robot) dan teknologi 4.0 telah merubah segalanya.

Maka saya ingat dengan visi dan misi hadirnya Islam yang mula-mula diperkenalkan dengan “menghentak” tokoh misionarisnya Muhammad SAW dengan IQRA, IQRA, IQRA..

Spirit Iqra hendaknya mendorong kita untuk meningkatkan adaptasi dalam belajar dan mengajar. Dunia digital sudah menjadi sarana belajar penting yang harus ditingkatkan pemanfaatannya untuk publikasi dan reputasi-reputasi akademik yang lainnya.

Dulu, data diri diminta secara manual, sekarang bisa diakses secara digital yang penting kita pernah upload. Dulu, karya kita hanya bisa dibaca secara manual, sekarang bisa diakses secara digital dan akan menaikkan reputasi akademik bila disitasi oleh banyak orang, namun yang penting ialah apakah kita sudah menguasai teknologi sitasi atau knowledge management ini.?

Dulu, profil akademik, cukup ditunjukkan dengan gelar yang terpampang pada nama, sekarang harus terpampang juga di ruang digital melalui seberapa banyak sitasi karya-karya kita.

Untuk perkara-persoalan ini semua, Nabi telah jauh-jauh mengingatkan kita pada sejumlah hadits-haditsnya banyak yang bernada tegas. Wallahuallam.■

Disarikan dari materi khutbah di Masjid UIN Alauddin



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia