Ini Penjelasan Ketua Komisi Dakwah soal Sepuluh Karakter Islam Wasathiyah

JAKARTA – Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ahmad Zubaidi mengatakan bahwa Islam Wasathiyah yang digaungkan oleh MUI sejak selesai Munas di Surabaya tahun 2015 ini merupakan jihad dakwah.

Ia juga menyebut sepuluh poin penting dalam Islam Wasathiyah agar penafsirannya tidak berbeda-beda.

Hal ini diungkapkanya saat menjadi Narasumber dalam Webinar Dakwah Islam Wasathiyah yang diikuti oleh sekitar 300 peserta yang terdiri dari para pengurus MUI dan Dewan Kemakmuran Masjid se-Kabupaten Cianjur, Minggu malam (14/11).

“Tahun ini merupakan start point dalam menuruskan jihad dakwah berdasrkan Islam Wasathiyah tersebut. Dalam jihad tersebut, agar penafsirannya tidak berbeda-beda, ada 10 karakter jihad tersebut,” ujarnya.

Dia mengungkapkan sepuluh poin penting dalam karakteristik Islam Wasathiyah di antaranya: Tawaauth (mengambil jalan tengah), Tawazun (berkesinambungan), I’tidal (lurus dan tegas), Tasamuh (toleransi), musawah (egaliter non diskriminatif), syura (musyawarah), Islah (reformasi), awlawiyah (mendahulukan yang prioritas), tathawwur wa ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif), dan Tahaddhur (berkeadaban).

Kiai Ahmad Zubaidi menuturkan, dalam beberapa hal yang dilakukan oleh umat harus seimbang terutama dalam urusan dunia dan akhirat.

Ia menekankan, umat tidak boleh hanya mendahulukan dunia tetapi melupakan akhirat, maupun sebaliknya.

Dia juga menyebutkan bahwa sikap Islam Wasathiyah juga bukan sikap yang lembek terhadap kebenaran.

“Sikap wasathiyah bukan sifat lembek kepada kebenaran, bukan tujuanya melembekan umat. Suatu hal yang kita identifikasi dengan kebenaran, tidak ada tawar menawar,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, persoalan di tengah masyarakat seringkali terjadi perbedaan penafsiran bahkan sesama Muslim yang kerap kali mengalami gesekan. Dalam kondisi itu, kata Kiai Zubaidi salah satu karakter Wasathiyah seperti tasamuh atau toleransi harus dilakukan.

“Perbedaan hanya perbedaan di antara kita, kita lihat persamaanya. Kalau perbedaan itu wilayah yang memang salah satunya penyimpangan, tidak ada toleransi, persoalan yang muncul dengan hukum kita serahkan kepada hukum negara kita. Semangat wasathiyah harus dibangun,” pungkasnya. (Sadam Al-Ghifary/Angga)



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia