Opini: Kemeriahan Idul Adha 1443 H

opini:-kemeriahan-idul-adha-1443-h

KEMERIAHAN IDUL ADHA 1443 H
Prof. Wan Jamaluddin, M.Ag., P.hD
(Rektor UIN Raden Intan Lampug)

Idul Adha adalah salah satu hari yang dimuliakan oleh Allah swt., suatu hari yang penuh dengan sejarah dan tapak tilas perjalanan Nabiyuna Ibrahim as., dengan segala ujian dan rintangan hingga mendapatkan satu kemuliaan yaitu gelar yang disandangnya (Khalilullah) kekasih Allah. Secara historis juga mengingatkan kita semua pada ketulusan Nabiyuna Isma’il as., yang dengan ikhlas, tulus menerima taqdir Allah swt., yang diisyaratkan pada mimpi ayahnya yaitu Ibrahim as., untuk disembelih sebagai pengorbannnya kepada Allah swt. Sungguh kemuliaan atas ketulusan Isma’il as., hingga Allah menggantinya dengan seekor domba yang putih bersih sebagai penganti atas pengorbanannya Ibrahim, yang hingga saat ini menjadi (syar’u man qablana) suatu syari’at yang pernah diajarkan oleh keluarga Nabi Ibrahim, dan disyari’atkannya pada umat Muhammad saw.
Hari Idul Adha yang mulia ini hingga diharamkan bagi kita untuk menjalankan ibadah puasa dan juga hari-hari tasyariknya. Idul Adha sering disebut hari raya haji, dimana setiap umat Islam yang mampu untuk memenuhi panggilan-Nya, sembari bersama-sama melafadzkan kebesaran Allah “Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaiakalasyarikalaka labbaik innal hamda, wa nikmata laka wal mulku laa syarikalak”. Selembar kain putih yang menjadi simbol, dimana setiap insan yang hadir memenuhi panggilan Ilahi untuk menjalankan satu tugas yang sama dan satu hati disatu padukan dalam bentuk ibadah haji.
Takbir, tahmid, tahlil senantiasa menyertai hari-hari Idhul Adha, ditambah semaraknya qurban yang dilaksanakan di masjid-masjid, surau-surau hingga menyatu padu dalam satu kegembiraan yaitu kebahagiaan saling berbagi dan saling memberikan motivasi untuk ikhlas, tulus mengeluarkan sebagian harta untuk membeli binatang yang dapat digunakan untuk berqurban. Hal ini tentunya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., yang Maha Kaya dan Maha Segalanya.
Dengan realita itu, maka hari raya Idul Adha kerap juga disebut sebagai hari qurban, yang berarti menyembelih binatang ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., yang diberikan kepada fuqara dan masakin yang paling utama. Historis ini juga mengisyaratkan kepada betapa mulianya istri Ibrahim as., Sayyidah Hajar dan Anaknya Isma’il as. Di suatu tempat yang tandus, sunyi dan bahkan tidak ada satu pohon pun tumbuh disekitarnya, begitu gersang dan bahkan tidak ada kehidupan. Ujian ini diperintahkan Allah swt., yang Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu maksudnya, tempat dimana Sayyidah Hajar diasingkan tersebut kira-kira jauhnya 1600 KM dari desanya di Palestina, pada saat itu Sayyidah Hajar kekurangan air dan sampai tidak dapat menyusui putranya Isma’il yang masih bayi. Dengan realita itu, maka Sayyidah Hajar dengan bermaksud mengharapkan ridha Allah swt., sambil menghibur dirinya berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa dan itulah menjadi sejarah Sa’i (lari-lari kecil antara Shafa wal Marwa), yang menjadi salah satu ajaran dalam ibadah Haji, kemudian Allah menganugrahkan sumber mata air yang jernih, bersih di tengah-tengah tanah yang tandus berupa air Zam-Zam yang menjadi sebuah kenikmatan besar di Tanah Arab yang sekarang menjadi makmur dan aman, hal inilah sebagaimana do’a Nabi Ibrahim as., dan ketabahan dan kesabaran Sayyidah Hajar yang menjalankan tugas dari suaminya untuk senantiasa mengharap ridha Allah swt., dalam bentuk perjuangan nyata.
Nabi Ibrahim pun berdo’a kepada Allah untuk diberikan suatu tempat yang makmur dan mulia, sembari meneteskan air mata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat”. Maka nyatalah bahwa kota Makkah menjadi makmur sampai saat ini yang dilimpai kenikmatan sehingga jama’ah haji tidak kekurangan air, dan seluruh umat Islam di penjuru dunia senantiasa menikmatinya.
Qurban yang bermakna qarib, yaitu dekat atau mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menyembelih binatang ternak, baik kambing, sapi maupun unta. Bahkan ketika Nabi Ibrahim ditanya oleh para umatnya, wahai Ibrahim, binatang milik siapakah ternak ini? Maka dijawablah oleh nabi Ibrahim as., ini adalah milik Allah dan jika suatu saat Allah mengambilnya akan aku serahkan kepadanya tanpa aku ragukan sedikitpun, tidak hanya binatang ini, bahkan jika anakku diminta untuk menyembelih pun akan aku sembelih. Hal ini mengingatkan sejarah ketika Nabi Ibrahim diirikan oleh para Malaikat, dengan bertanya, “Ya Tuhanku kenapa engkau jadikan Ibrahim sebagai kekasihmu, padahal ia sangat cinta pada anak dan keluarga serta kekayaannya? Maka Allah berfirman, janganlah engkau lihat Ibrahim dari dhahirnya, namun lihatlah pada batinnya yang penuh ketulusan dan pengabdian kepada-Ku.
Maka ketika itu Ibrahim diuji oleh Allah swt., dengan mimpinya yang haq, “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkan bagaimana pendapatmu? Wahai bapakku, kerjakanlah atas apa yang diperintahkan kepadamu, maka Insyallah bapak akan menemuiku bagian dari orang-orang yang sabar”. Maka dengan kesabarannya tersebut digodalah oleh Iblis, istrinya, anaknya untuk tidak menjalankan perintah tersebut, sehingga Ibrahim dan keluarganya melempar Iblis tersebut yang menjadi tolak pondasi melempar Jumrah.
Idul Adha yang diperintahkan ibadah haji dan qurban juga sering disebut syahru nahr yaitu hari penyemberihan qurban, karena pada hari inilah dianjurkan untuk menyembelih qurban, khususnya pada tanggal 10, dan diteruskan hari tasyarik pada tanggal 11, 12 dan 13. Yang dilaksanakan setelah ditunaikannya shalat Idul Adha dan khutbah Idul Adha yang begitu mulia dan dimuliakan oleh allah swt..
Hari qurban adalah hari peradaban manusia, sebagai pondasi serta tonggak disyari’atkannya ajaran para Nabi yang lalu dan kemudian disyari’atkan kembali bagi umat Islam, berupa risalah Islamiyah yang bawa oleh baginda Rasulullah Muhammad saw.
Berbicara tentang Idul Adha, berarti berbicara tentang dua sejarah umat Nabiyullah yang menjadi cerita dalam al-Qur’an. Perjalanan Nabi Ibrahim as., yang diuji oleh Allah dengan ujian yang sangat berat, yaitu ujian di atas rata-rata ujian manusia, yaitu diperintahkan menyembelih putranya, yang mana beliau setelah mendapatkan ujian berpuluh-puluh tahun tidak memiliki anak, setelah lahir putra kesayangannya Allah mengujinya dengan menyuruhnya untuk menyembelih.
Sebagaiamana firman Allah swt; Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah, sesungguhnya orangh-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. al-Kautsar: 1-2).
Yang dimaksud dengan ungkapan bahwa nabi Muhammad mendapatkan anugrah dari Allah (al-Kautsar), yaitu sungai yang mengalir di surga yang dijanjikan untuk Nabi Muhammad. Ada beberapa pendapat tentang makna al-Kautsar, yaitu; Pertama, sungai di surga, Kedua, kebaikan yang banyak yang diberikan kepada Nabi kita Muhammad saw., Ketiga, ilmu dan al-Qur’an, Keempat, nubuwwah (kenabian), Kelima, telaga Rasulullah saw., yang banyak manusia mendatanginya, Keenam, begitu banyak pengikut dan umat.
“Inna a’thainaa” ayat ini memberikan keterangan bahwa Allah swt., telah memberikan Surga al-Kautsar. Secara makna, memberi itu tentunya tidak semua apa yang kita miliki, maka sesungguhnya Allah telah memberikan kenikmatan al-Kautsar kepada Nabi Muhammad hanyalah sedikit dari apa yang Allah miliki, namun walaupun hanya sedikit atas apa yang Allah berikan, namun nilainya sangat besar bagi kita sebagai hambanya.
“Fashalli li rabbika wan har” maka shalatlah, yaitu bershalatlah karena Allah dan bukan yang lainnya, dan janganlah seperti orang-orang musyrik yang mana mereka bersujud kepada selain Allah dan melakukan penyembelian kepada selain Allah. Sebagian besar ulama memaknai bahwa yang dimaksud shalat di sisini adalah diperintahkannya shalat Idul Adha, dan berqurban.
Sesungguhnya orang yang membenci Rasulullah saw., dialah yang terputus, yaitu orang-orang yang memusuhi nabi kelak setelah ia mati tidak lagi dipuji-puji dan disebut-sebut lagi namanya, abtar adalah julukan bagi masyarakat Arab jika anak laki-lakinya meninggal, yang mana semua anak laki-laki Nabi Muhamamd meninggal.
Qurban, dalam istilah fikih sering disebut dengan istilah al-udhiyah, yaitu penyembelihan binatang, sedangkan qurban adalah identik dengan prilaku yang dilaksanakannya yaitu berqurban pada hari raya Idul Adha, sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim as., yang diuji oleh Allah swt., untuk menyembelih putranya yaitu Isma’il as.
Sebagagaimana Sabda Rasulullah saw; “Sesungguhnya yang paling agung di sisi Allah Ta’ala adalah hari Nahr (10 Dzulhijjah) kemudia hari qar (hari setelahnya)” (HR. Abu Daud dengan Asnad yang Jayyid). Sesungguhnya, ada sebagian ulama berpendapat bahwa hari raya Idul Adha lebih mulia daripada Idul Fitri, karena pada hari Idul Adha diperintahkan shalat dan qurban, sedangkan di Idul Fitri diperintahkan untuk shalat dan shadaqah, tentu saja keutamaan qurban lebih mulia daripada shadqah.
Hal ini sesungguhnya merupakan Rahmat Allah swt., yang telah memerintahkan amalan shalih untuk dilaksanakan oleh hambanya, disisi lain Allah memerintahkan hambanya untuk beramal shalih di waktu yang lainnya agar umatnya jika tidak mampu menjalani amalan shalih yang satu, dapat menjalankan amalan-amalan shalih yang lainnya.
Berkurban merupakan amalan yang utama dan mulia, dan di dalamnya mengandung banyak hikmah-hikmah. Diantaranya dengan berkurban, maka ia mensyukuri atas segala nikmat yang diberikannya dan yang kemudian dikurbankan lillahi Ta’ala, semata-mata karena Allah swt.. Selain itu, dengan kita berkurban, sesungguhnya telah membantu para fakir dan miskin untuk dapat menikmati daging qurban yang telah kita qurbankan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam berqurban adalah; Pertama, Usia hewan yang dikurbankan, jika berupa unta, maka usianya lima tahun, kalau sapi usianya dua tahun, jika kambing usianya satu tahun. Kedua, Hewan qurban yang utama, hewan qurban yang diutamakan adalah yang bagus fisiknya dan banyak dagingnya. Ketiga, Adab menyembelih, tata caranya menghadap kiblat, mengawali dengan kalimat basmalah dan takbir serta ihsan (lillahi ta’ala), dan dilarang mengasah pisau penyembelihan di depan binatang yang diqurbankan. Keempat, Pembagian Qurban, bagi orang yang berqurban disunahkan untuk memakan dagingnya, kecuali daging binatang qurban yang dinadzarkan dan dita’yinkan. Selain itu, daging tersebut dibagikan kepada para fakir dan miskin. Kelima, Waktu berqurban, adapun waktu berqurban ang paling utama adalah setelah shalat ‘Id, yaitu pada tanggal 10 Dzulhijjah dan diteruskan hari Tasyrik tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Keenam, Hewan yang tidak boleh diqurbankan, ada empat binatang yang tidak dapat diqurbankan, yaitu; buta, sakit, pincang dan kurus. Ketujuh, Bertakbir, dapun para ulama bersepakat bahwa takbir itu hendaknya dilakukan di malam Idul adha, sebelum shalat Idul Adha dan selama hari tasyrik. Semoga kita senantiasa dimudahkan rizki kita hingga dapat mudah menjalankan perintah Allah, amin ya rabbal ‘alamin.



Leave a Reply

Wakaf Darulfunun – Aamil Indonesia